Friday, August 28, 2009

Demokrat Peralat PDIP untuk Kepentingan SBY

Untuk Menekan Partai Politik Mitra Koalisi
JAWAPOS, 28/8/09

JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok buka kartu soal kian eratnya komunikasi politik pascapilpres antara Partai Demokrat dan PDIP. Bagi Partai Demokrat, manuver itu merupakan salah satu strategi untuk menekan partai koalisi yang mulai bertingkah soal kursi menteri.

''Jadi, ini permainan politik saja. Tidak usah disebut, sudah tahu sendirilah (parpol mana, Red) yang banyak tuntutannya. Tadinya sistem presidensial hampir terdistorsi. Tapi, dengan manuver kami ini, akhinya semua partai koalisi mengatakan, ya sudah kami percaya sajalah kepada Pak SBY,'' kata Mubarok dalam diskusi Kontrak Politik versus Hak Prerogatif Presiden di gedung DPD, Senayan, kemarin (26/8).

Dia menegaskan, SBY selaku presiden terpilih tidak bisa lagi diteror. Kondisinya sudah berbeda jauh dari Pilpres 2004. Dalam Pemilu 2009, Partai Demokrat keluar sebagai pemenang dan SBY langsung menang dalam satu putaran.

Dengan nilai plus tersebut, SBY, kata Mubarok, tidak mau lagi ada partai yang menekan soal kursi menteri. Dia membandingkan dengan 2004. Saat itu, ada parpol yang mau bergabung dengan SBY di putaran kedua, asal mendapatkan empat kursi. Begitu hanya diberi tiga kursi, imbuh dia, parpol tersebut terus mengeluh selama lima tahun.

''Ada indikasi itu akan terulang kembali. Misalnya, dengan statement PDIP jangan berselancar di atas keringat orang,'' katanya. Padahal, lanjut Mubarok, jatah kursi menteri bagi partai koalisi sudah dijamin. ''Pak SBY tidak mungkin mengabaikan,'' tegasnya.

Sejumlah parpol memang mendesak privilese khusus soal kursi menteri. PKS, misalnya, melalui Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq, pernah meminta penambahan kursi menteri PKS. Alasannya, koalisi di kabinet berkaitan dengan kontribusi kekuatan di parlemen. Saat menguasai 45 kursi DPR periode 2004-2009, PKS diberi jatah tiga kursi menteri. Ketika jumlah itu bertambah menjadi 57 kursi DPR periode 2009-2014, logika politiknya, pos-pos kementerian juga harus bertambah. Bahkan, Wasekjen PKS Agus Sutomo menyebut jatah empat kursi.

Permintaan serupa datang dari PKB melalui Wakil Ketua Umum DPP PKB Nursyahbani Katjasungkana. Meski realitasnya kursi PKB di DPR menurun dari 52 kursi pada 2004-2009 menjadi 27 kursi untuk DPR periode 2009-2014, PKB juga meminta penambahan kursi. Di kabinet SBY sekarang, PKB dijatah dua kursi menteri. Nursyahbani beralasan, PKB merupakan parpol pertama yang menyatakan siap berkoalisi dengan Partai Demokrat dan mendukung pencapresan kembali SBY.

Menurut Mubarok, setelah Partai Demokrat membangun komunikasi intensif dengan PDIP, parpol-parpol koalisi tidak lagi berani ''main-main'' soal kursi menteri. Setelah pilpres, tepatnya 19 Agustus lalu, untuk kali pertama para elite PDIP dan Partai Demokrat mengadakan pertemuan di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tertutup itu, hadir Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo dan Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR Syarief Hasan. Dari kubu PDIP, selain Megawati, hadir Ketua Deperpu PDIP Taufiq Kiemas, Sekjen DPP PDIP Pramono Anung, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, dan Adang Ruchiatna.

Artinya, Partai Demokrat sengaja memanfaatkan PDIP untuk kepentingan SBY? ''Bukan begitu. Yang datang itu PDIP. Bukan Demokrat yang datang ke sana. Tapi, kami merespons dengan lebih baik,'' katanya.

Mubarok menuturkan, sebelum pilpres, Taufiq Kiemas, Puan Maharani, dan Tjahjo Kumolo pernah bertemu dengan SBY. ''Saat itu, ada gagasan lain,'' ujar Mubarok. Namun, begitu Megawati memutuskan untuk nyapres, gagasan tersebut berhenti. Sekarang, imbuh Mubarok, setelah terbukti tidak berhasil memenangkan pilpres, gagasan yang terpendam itu muncul kembali.

''Wajar saja PDIP kini membuat terobosan pasca Bu Mega. Apalagi, kira-kira Bu Mega tidak akan bisa dicalonkan lagi pada 2014. Jadi, harus ada gagasan-gagasan baru yang rupanya dipimpin TK (Taufiq Kiemas, Red),'' katanya. Meski tidak disebut Mubarok, sangat mungkin gagasan baru yang dimaksud itu adalah berkoalisi dengan SBY dan mengakhiri perjuangan sebagai oposisi di parlemen.

Mubarok menegaskan, arah komunikasi politik PDIP dan Partai Demokrat seperti permainan yang belum jelas ujungnya. Tapi, menurut etika politik soft power, pihak yang menang merangkul kubu yang kalah. Soal jatah kursi menteri bagi PDIP, Mubarok mengatakan belum bisa memastikan.

''Kami belum tahu. Bisa ada, bisa tidak,'' ujarnya. Yang jelas, lanjut Mubarok, kalaupun diberi jatah, tidak dominan melebihi kursi jatah parpol mitra koalisi saat pilpres. ''Politik selalu ditentukan dari fenomena terakhir,'' tegasnya.

Sekjen DPP PDIP Pramono Anung tak mau terlalu menanggapi Mubarok. ''Selama ini, kami tidak pernah membangun komunikasi politik melalui Pak Mubarok. Saya tidak tahu dari mana pemikiran beliau itu muncul,'' kata Pram, begitu dia biasa disapa.

Komunikasi politik yang dibangun PDIP, imbuh Pram, juga bukan hanya dengan Partai Demokrat. Namun, juga bersama partai lain. Menurut Pam, itu konsekuensi dari sistem politik multipartai. ''Mungkin Pak Mubarok tidak memahami secara menyeluruh proses yang tengah berlangsung,'' sindirnya. Bagaimana soal kursi menteri yang masih belum pasti untuk PDIP ? ''Kalau soal itu, saya tidak mau komentar dulu,'' jawabnya.

Pengamat politik dari LIPI Ikrar Nusa Bakti mengatakan, bila yang disampaikan Mubarok tersebut benar -terlepas itu permainan politik- tetap tidak bisa diterima norma politik yang ada. Sebab, terkesan sekali menghalalkan segala cara.

''Kalau itu dilakukan oleh Demokrat, tuduhan terhadap mereka sebagai machiavelis menjadi pembenaran dengan tingkah politik seperti itu,'' tegasnya. (pri/tof)

1 comment:

Anonymous said...

Hati-hati menanggapi pernyataan A Mubarak dari PD.

Jgn sampai media massa punya bahan untuk "negative spot" bagi da'wah PKS.