Suara Merdeka, 16 September 2008
JAKARTA- Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPD-S) secara tegas menolak rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi 23 September mendatang.
Menurut Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pornografi dari FPDIP Agus Sasongko, FPDI-P akan lepas tangan jika RUU Pornografi disahkan menjadi UU selama masukan fraksinya tidak diindahkan. ’’Kami tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu setelah RUU ini disahkan,’’ tegasnya di Gedung DPR Jakarta, kemarin.
Agus mengungkapkan, pada 29 Mei lalu anggota fraksinya walk out karena aspirasinya tidak diakomodasi Panitia Kerja (Panja). Aksi ini ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat kepada pimpinan DPR yang menyebutkan bahwa PDI-P tidak bertanggung jawab jika RUU Pornografi disahkan. ’’Sejak itu, fraksi kami tidak mengikuti pembahasan selanjutnya,’’ tambahnya.
Menurutnya, pengesahan RUU Pornografi lebih didasarkan pada sistem kejar setoran atau kejar tayang. Pasalnya, pada 18 September pembahasan pendapat akhir fraksi dan Rabu 17 September masih ada sosialisasi dengan kementerian pemberdayaan perempuan.
Hal senada dikatakan anggota Panja dari FPD-S Tiurlan Hutagaol yang menilai UU Pornografi akan menimbulkan disintegrasi bangsa Indonesia terutama di Bali dan Papua. Menurutnya, pasal-pasal yang tertuang dalam RUU Pornografi seharusnya untuk menguatkan UU Pers, Penyiaran, UU Perlindungan Anak, dan KUHP. ’’Fraksi kami juga mundur dalam pembahasan RUU Pornografi sebab dalam pembahasannya pihak perempuan justru menjadi korban diskriminasi,’’ katanya.
Meskipun UU ini bermaksud baik, tambah Tiurlan, UU Pornografi nantinya akan menimbulkan banyak masalah karena pada pelaksanaannya bisa saja nanti alasan yang tidak masuk akal seperti kepemilikan pribadi menjadikan seseorang bebas untuk memeriksa komputer dan handphone seseorang, dan kemudian mengenakan tuduhan.
Ada Perubahan
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq menyatakan, merupakan sebuah hal yang aneh jika ada fraksi seperti PDI-P yang tidak pernah ikut pembahasan dan tidak memahami isi dari RUU itu lalu mencerca RUU tersebut.
’’Kalau mau dilihat, ada perubahan pada RUU itu yang dari awalnya ada unsur anti pornoaksi kini hanya pornografi. Pornografi itu sendiri nantinya hanya fokus pada produksi, distribusi dan penyebaran benda-benda porno,’’ ujarnya.
Dikatakan, bila kedua fraksi tersebut memahami, maka tidak akan ada penolakan mengingat kondisi Indonesia saat ini yang semakin terpuruk dari segi moral. (J22-49)
No comments:
Post a Comment