Friday, September 19, 2008

Kalangan Agama Perlu Selesaikan Problem Kebangsaan


Kalangan Agama Perlu Selesaikan Problem Kebangsaan

Jakarta, Kompas - Agamawan perlu mencari landasan yang sama dan menemukan musuh bersama untuk menyelesaikan problem kebangsaan. Musuh bersama itu bukan pemeluk agama lain, tetapi masalah kemanusiaan dan kebangsaan yang menyengsarakan rakyat.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam dialog keumatan dengan tema ”Kontribusi Umat Beragama bagi Kesejahteraan Bangsa dan Perdamaian Dunia” di Jakarta, Kamis (18/9).

Dialog yang diselenggarakan Partai Keadilan Sejahtera ini juga menghadirkan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Andreas Yewangoe dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Sekjen Indonesia Community for Religion and Peace Theophilus Bela, Sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia I Ketut Parwata, dan WS Asumtapura dari Masyarakat Thionghoa Indonesia sebagai pembicara.

”Kalangan agama harus bergerak mengatasi masalah dunia dan bangsa ini. Apalagi, disadari bahwa politik saja tidak bisa sendiri menyelesaikan masalah kebangsaan sekarang,” ujarnya.

Menurut Din, dialog antar-agama tetap diperlukan meskipun sering muncul sikap sinisme dari masyarakat yang meragukan efektivitas dialog karena masih ada ketegangan dan konflik.

”Namun, secara berseloroh saya mengatakan, ada dialog saja sering konflik, apalagi kalau tidak ada. Namun, dalam konteks Indonesia, dialog merupakan keniscayaan,” ujarnya.

Apalagi, menurut Din, agama di Indonesia pernah berperan sebagai penyelesai masalah meski sekarang agak kurang. Bahkan, agama menjadi bagian dari masalah karena menjadi pembuat masalah.

Dalam sambutan pembukanya, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Sidiq mengatakan, tokoh agama punya kemampuan untuk mengubah bangsa ini. Apalagi, ketika politisi tidak bisa menyelesaikan problem bangsa sendiri. ”Kita melihat politisi saat ini banyak disorot soal penyimpangan, bukan prestasi. Ini tentu membuat makin banyak warga masyarakat kecewa,” ujarnya.

Dalam konteks kebangsaan, Hidayat mengatakan, Indonesia sudah memiliki etika kehidupan berbangsa dan visi Indonesia masa depan. Etika yang sudah dituangkan dalam Tap MPR itu sangat menekankan pentingnya religiusitas.

Menurut Hidayat, tak ada ajaran agama mana pun yang mengajarkan korupsi. Karena korupsi telah membuat malu anak bangsa terhadap bangsa Indonesia, cukup alasan untuk dijadikan musuh bersama.

”Keberagamaan kita saat ini punya agenda besar untuk menyelesaikan masalah bangsa. Komitmennya untuk kemaslahatan bangsa,” ujarnya.

Yewangoe mengatakan, lembaga keagamaan tidak mau diidentikkan dengan satu partai tertentu. Agama dalam substansi pasti baik. Namun, dalam penampakan sejarah, selalu saja ada jurang dari yang semestinya dilakukan dan kenyataan yang dilakukan. (MAM)

No comments: