MI, Jumat, 19 September 2008 00:01 WIB
Provinsi Bali memiliki kekhususan dan kekhasan adat, budaya yang harus dihormati, dilindungi, dan dimuliakan. Status otonomi khusus pun menjadi usulan yang mengemuka.
GAGASAN tentang otonomi khusus (otsus) itu mengemuka dalam forum konsultasi Panitia Khusus (Pansus) Otsus Bali Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida, kemarin. Laode didampingi pimpinan Panitia Ad Hoc (PAH) I DPD beserta keempat anggota DPD asal Bali di Gedung Nusantara III DPR.
"Harapan inilah yang menjadi keinginan masyarakat Bali untuk mendapatkan status otsus yang sudah diperjuangkan sejak 2001," kata koordinator Kelompok Ahli Pansus Otsus Bali DPRD Provinsi Bali I Wayan Supartha dalam presentasi di hadapan anggota DPD.
Pemberian kewenangan khusus oleh negara kepada Bali, kata Wayan, antara lain untuk mengatur dan mengurus adat dan budaya Bali serta urusan lain menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
"Perjuangan otsus Bali merupakan bagian dari pengembangan dan penumbuhan jati diri orang Bali yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersahabat dengan sesama, menghargai kebhinekaan dan sumber daya alam, sebagai aktualisasi dari konsep Tri Hita Karana," tambah Wayan. Dan otsus yang diperjuangkan selama ini adalah otsus di level provinsi saja.
Ketua PAH I DPD Marhany Puah menyambut baik konsep otsus yang diusung DPRD Bali tersebut. "Untuk menindaklanjuti aspirasi ini, PAH I DPD akan mempersiapkan agenda, melakukan rapat-rapat dan melahirkan rekomendasi dukungan yang akan disampaikan kepada DPR dan pemerintah," kata Marhany.
Laode juga menyambut positif usulan tersebut. "Secara prinsip, kami mendukung aspirasi yang langsung diusung daerah ke DPD untuk diperjuangkan demi kesejahteraan rakyat dalam koridor NKRI ini."
Laode juga menilai Bali layak dijadikan sebagai daerah istimewa atau daerah khusus seperti Yogyakarta, Aceh, Jakarta, dan Papua, karena memiliki banyak talenta budaya yang kuat. Talenta budaya itu yang menjadikan Bali sebagai aset nasional dan membedakannya dengan daerah lain. Aset nasional tersebut, menurut Laode, berupa budaya dan pariwisata. "Bali pantas mengajukan diri untuk meminta keistimewaan dengan banyaknya kelebihan tersebut," kata Laode.
Anggota Komisi III DPR Sayuti Asyathri mendukung upaya Bali untuk menjadi daerah khusus. Dia menyatakan tiap-tiap daerah memang diberi wewenang dan hak tertentu untuk memiliki dan diakui keistimewaannya, terlepas dari disetujui atau tidak oleh pemerintah pada pelaksananya.
"Silakan saja mereka memperjuangkan, nanti pemerintah yang akan memutuskan layak atau tidak," katanya.
Sedangkan anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menilai pengajuan hak keistimewaan oleh tiap daerah adalah hal yang sah. Namun untuk penentuannya harus dilihat dulu dasar yang diajukan.
Wacana otsus Bali sudah bergulir sejak 2001 melalui media massa, diskusi, seminar, dan telah dimasukkan sebagai agenda legislasi nasional (Prolegnas) DPR 2005-2009. Pemerintah Daerah Provinsi Bali menyambutnya dengan membentuk Tim Otsus Bali yang diketuai Wakil Gubernur Bali Alit Kesuma Kelakan.
Tim berhasil merumuskan draf dan pokok-pokok pikiran yang mengacu pada pola otsus di Papua dan Aceh. Sasarannya adalah aspek pariwisata dan budaya dengan harapan Bali mendapat dana sharing pariwisata sebagaimana Aceh dan Papua mendapat dana sharing sumber daya alam.
Dalam kurun 2001-2005, wacana itu sempat menghangat karena Aceh dan Papua sudah memperoleh otsus. DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Riau juga menggulirkan wacana yang sama. Imbas otsus Aceh menyulut resistensi terhadap perjuangan otsus lainnya yang dicurigai sebagai arogansi daerah terhadap NKRI.
No comments:
Post a Comment