Suara Karya, Rabu, 10 September 2008
JAKARTA (Suara Karya): Pembahasan tentang syarat persentase suara parpol untuk bisa mengajukan calon presiden (capres) masih menjadi perdebatan alot. Karena itu, pengambilan keputusan kemungkinan akan ditempuh melalui voting.
"Sejumlah usul berdatangan untuk menentukan persentase suara parpol dalam mengajukan capres ini. Ada yang mengusulkan 15 persen dan ada pula 30 persen," kata Ketua Pansus RUU Pemilihan Presiden Ferry Mursyidan Baldan, di Jakarta, kemarin. Dia sendiri berharap masalah itu tidak sampai diputus melalui voting. Untuk itu, pembahasan dilanjutkan secara intensif dalam sisa dua kali pertemuan pada pekan ini.
Dengan demikian, Pansus RUU Pilpres bisa merumuskan peraturan lain, seperti aturan pejabat negara yang mencalonkan diri menjadi presiden/wapres. "Saya berharap RUU Pilpres bisa diselesaikan sebelum masa akhir sidang DPR pada 24 Oktober," ujarnya.
Ferry menuturkan, pembahasan alot juga terjadi dalam menentukan apakah jumlah suara yang diperoleh parpol itu berdasarkan suara nasional parpol ataukah berdasarkan jumlah kursi yang mereka kuasai di DPR.
Menurut Ferry, revisi terbatas RUU Pilpres menuntut penyamaan persepsi. Jadi, revisi ini bukan diisi dengan usulan pasal per pasal oleh setiap fraksi untuk dibahas bersama. Bila itu yang terjadi, revisi terbatas tidak akan jalan dan malah bisa mengganggu pemilu. "Kalau semua fraksi mengusulkan pasal-pasal, itu bukan revisi terbatas, tapi justru tak terbatas," katanya.
Sementara itu, hasil lobi antara pimpinan fraksi, pemerintah, dan pimpinan Pansus RUU Pemilihan Presiden (Pilpres) gagal menghasilkan keputusan. Tiga masalah yang dibahas di Pansus RUU Pilpres tidak satu pun yang bisa disepakati titik temunya. Ketiga masalah tersebut masing-masing soal syarat dukungan untuk bisa maju menjadi capres, presiden terpilih tidak boleh rangkap jabatan, dan pejabat negara yang maju menjadi capres harus mundur.
"Fraksi-fraksi masih mengulang posisi awal mereka, sehingga (pembahasan) belum bergerak," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq.
Dalam forum lobi yang dihadiri Mendagri Mardiyanto, Menkum dan HAM Andi Mattalatta, Ketua FPG Priyo Budi Santoso, Ketua FPDIP Gandjar Pranowo, Ketua FPKS Mahfudz, dan Ketua FKB Effendy Choirie, masalah yang banyak dibahas berkaitan dengan syarat dukungan parpol untuk bisa mengajukan capres.
Soal syarat perolehan suara parpol untuk bisa mengusung capres, menurut Mahfudz, perdebatan masih berkutat pada besaran angka antara 15 hingga 30 persen. Itu pun masih terpecah. Ada yang menginginkan syarat itu berdasarkan persentase kursi parpol di DPR, tapi ada pula yang minta atas dasar jumlah suara sah yang diperoleh parpol.
Dalam lobi itu, fraksi yang meminta syarat peolehan suara di atas 15 persen antara lain Partai Golkar, PDS, PDIP, juga PKS. "Jadi PKS sedang mempertimbangkan agar syarat itu di atas 15 persen demi efisiensi anggaran pemilu. Juga agar pilpres hanya berlangsung satu putaran," kata Mahfudz.
Sementara itu, Ketua FPG Priyo Budi Santoso masih optimistis bahwa pemerintah akan berubah sikap dalam konteks pembahasan revisi terbatas RUU Pilpres ini. Dalam konteks ini, syarat perolehan suara 30 persen masih berpeluang bisa digolkan.
"Pemerintah memang masih berpegang pada syarat perolehan suara 15 persen jumlah kursi atau 20 persen jumlah suara sah. Tapi kalau fraksi-fraksi sudah bersepakat, pemerintah akan mengikutinya," kata Priyo.
Di tempat terpisah, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai proses pembahasan RUU Pilpres, terutama menyangkut tiga materi yang dibawa ke forum lobi, sarat nuansa praktik dagang sapi. Mestinya, menurut dia, yang dilobikan cukup soal syarat mengajukan pasangan capres/cawapres.
Ray berpendapat, soal syarat capres/cawapres mengundurkan diri dari jabatan publik dan soal rangkap jabatan sebagai ketua umum partai tidak perlu dibawa ke forum lobi.
"Itu cuma akal-akalan untuk tawar-menawar saja. Padahal fakta selama ini membuktikan bahwa praktik dagang sapi dalam pembuatan UU selalu menjadi masalah di kemudian hari," tuturnya.,
Ray juga mengingatkan, syarat perolehan suara parpol atau gabungan parpol untuk bisa mengajukan pasangan capres/cawapres harus mencerminkan sistem multipartai. Untuk itu, angka tentang syarat itu tidak boleh terlalu tinggi agar memungkinkan parpol-parpol saling berkoalisi. "Prinsipnya, pemilu harus berorientasi pada penyederhanaan parpol. Karena itu, angka (persentase perolehan suara) yang ditawarkan (sebagai syarat untuk bisa mengajukan capres/cawapres) tidak boleh terlalu tinggi atau pun terlalu rendah," katanya.
Sebelumnya, syarat dukungan untuk mengajukan capres akan divoting jika masing-masing fraksi berkukuh dengan pendapatnya. Opsi terakhir tersebut akan diambil jika lobi-lobi politik mentok.
Hingga saat ini interval syarat dukungan capres antara 15 hingga 30 persen suara. FPG dan FKB tetap pada angka 30 %. Sementara FPDIP mengusulkan 15 persen, tapi bisa naik.
Sedangkan FPPP, FPKS, FPD, FPBR, FPDS, dan FBPD mengajukan 15 persen. FPAN yang awalnya mengusulkan semua parpol yang lolos parliamentary threshold bisa mengajukan pasangan capres, kini naik mengajukan angka 15 persen.
Menurut Ferry Mursyidan Baldan, prinsip pengajuan syarat perolehan suara 30 persen untuk mendorong koalisi parpol. Dengan demikian, pemerintahan mendapat dukungan parlemen secara relatif kuat. (Rully)
No comments:
Post a Comment