Inilah.com, 30/08/2008 10:03
Yang Mungkin, Koalisi Pemerintahan
Telaah Gagasan Koalisi PDIP-Partai Golkar (2-Habis)
R Ferdian Andi R
INILAH.COM, Jakarta – Mimpi itu jadi imajinasi Taufik Kiemas dan Surya Paloh. Menyandingkan dua partai besar, membentuk pemerintahan kuat. Sudah lama penggagas koalisi merah-kuning itu bermimpi menyandingkan PDI Perjuangan dan Partai Golkar.
Alasan ideologi kebangsaan yang sama antara kedua partai tersebut menjadi payung besar gagasan koalisi duo partai tersebut. PDIP dan Golkar adalah partai yang menempatkan nasionalisme di atas segalanya.
Tapi, mungkinkah koalisi tercipta hanya dengan ideologi di tataran menara gading? Menurut Ketua DPP PDIP, Sutradara Gintings, dalam membangun koalisi harus berpijak pada platform. "Artinya, terdapat keterkaitan instrumental antara dua partai politik," tegasnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/8).
Menurut bekas politisi Partai Golkar ini, keterkaitan instrumental yang dimaksud seperti perihal APBN, kebijakan energi, dan lain-lain. "Kalau kita bicara platform pada tingkat abstrak, itu belum maju-maju," tegasnya.
Sutradara menegaskan, PDIP mengeluarkan sejumlah gagasan yang terkait dengan hajat hidup publik. Gagasan itu antara lain belanja publik lebih besar dari belanja aparatur, menghentikan impor, serta sistem jaminan nasional yang harus dilaksakan. "Ini harus dibicarakan, termasuk dalam praksisnya. Ini bukan sekadar berbagi orang, tapi berbagi konsepsional," cetusnya.
Menurut dia, model koalisi tersebut adalah koalisi permanen komperhensif. Meski demikian, ia berpendapat, koalisi yang memiliki pertautan ideologi akan jauh lebih mudah dibanding dengan tautan lainnya. "Tesis perihal keolompok santri, priyayi, dan abangan, saat ini tidak relevan lagi," cetusnya.
Dalam pandangan Sutradara, pertemuan yang digagak Taufik Kiemas beberapa waktu yang lalu, adalah bentuk rangkaian komunikasi politik. "Jadi jangan dianggap, pertemuan PDIP-Golkar adalah final. Itu masih prematur," tandasnya.
Menurut dia, kebutuhan komunikasi politik menjadi urgen di tengah ultramultipartai. Dengan sistem seperti itu, kini tidak ada lagi parpol yang dominan. Ia juga cenderung lebih sepakat jika koalisi dilakukan jauh hari sebelum pemilu.
Sementara menurut Sekertaris Bappilu DPP Partai Golkar Burhanudin Napitupulu, koalisi saat ini memang dibutuhkan, terutama menyangkut sistem ketatanegaraan. "Koalisi saat ini perlu, terutama menyangkut pembangunan sistem ketatanegaraan yang memang amburadul," tegasnya. Ia mencontohkan ihwal rencana revisi terbatas UU Pemilu tentang penetapan caleg terpilih.
Menurut dia, Golkar tidak akan buru-buru membicarakan koalisi, terutama menyangkut capres/cawapres. "Karena banyak variabel untuk mencalonkan capres/cawapres," katanya. Jadi, koalisi tak hanya memperebutkan posisi RI 1 maupun RI 2, tapi sistem ketatanegaraannya.
Dalam isu RI 1-RI 2, Partai Golkar cenderung hati-hati. Mereka baru akan menentukan sikap pasca Pemilu legislatif. "Kalau kita tetapkan sekarang capresnya, maka calon lainnya akan kabur. Banyak kader (kami) yang memiliki kapasitas," akunya.
Akan sukseskah rencana koalisi PDIP-Partai Golkar? Ketua FPKS DPR, Mahfudz Siddiq pesimistis. "Saya tidak terlalu yakin adanya koalisi antara PDIP dan Golkar," tegasnya.
Dia setuju, koalisi idealnya harus berpijak pada niat atas penguatan sistem. Tapi, seringkali terjadi inkonsistensi dalam hal tersebut. "Ini penyakit. Kalau kita mau memperkokoh sistem, dibutuhkan pemerintahan yang kuat. Caranya, sistem presidensial dan penguatan dukungan parlemen," tegasnya.
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari, berpendapat, yang paling mungkin terjadi pada PDIP-Partai Golkar adalah koalisi pemerintahan. Jadi, bukan koalisi di Pemilu legislatif atau Pilpres.
Menurut dia, koalisi pemerintahan idealnya hanya diikuti empat partai saja. Koalisi yang gemuk, juga harus dihindari oleh presiden hasil Pilpres 2009 mendatang. "Selain itu, harus ada kontrak politik dan jelas cakupannya," tegasnya. Menurut dia, baiknya pula kontrak politik ini masuk dalam UU Pilpres.
Kenapa sulit terjadi koalisi Pemilu legislatif dan Pilpres? Untuk koalisi Pemilu legislatif, Qodari beralasan, kedua partai politik tersebut memiliki kesamaan basis sosial. "Sedangkan koalisi pilpres, sulit terwujud, karena Mega menjadi capres PDIP, dan JK saat ini menjadi Wapres RI," tegasnya. [Habis/I4]
No comments:
Post a Comment