Wednesday, September 30, 2009

PKS: Klaim Dukungan Demokrat untuk TK Tak Resmi

Kompas.com, Selasa, 29 September 2009 | 14:22 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq menilai kabar klaim dukungan Partai Demokrat terhadap Taufik Kiemas untuk menjadi calon Ketua MPR terlalu jauh.

Kabar itu bukan klaim resmi terhadap dukungan Demokrat. "Ya sepanjang yang saya tahu, itu tidak resmi. Saya enggak tahu itu agenda perorangan atau gimana tapi sifatnya tidak resmi," tutur Mahfudz sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (29/9).

Menyusul kabar tersebut, Mahfudz mengatakan, PKS masih memegang 'janji' SBY dalam kontrak politik yang menyebut-nyebut nama Hidayat Nur Wahid sebagai calon ketua MPR yang akan diusung Partai Demokrat meski hingga saat ini memang belum ada komunikasi lanjutan dengan Partai Demokrat.

"Tapi sudah ada pertemuan informal dengan SBY dan di sana dia juga menyebut-nyebut Pak HNW. Yang jelas dalam kontrak politik selain bicara power sharing di kabinet, SBY juga menyebut-nyebut HNW sebagai Ketua MPR," tegasnya.

Anis Pimpin DPR, Mustafa Kamal Ketua FPKS

(inilah.com /Agus Priatna)29/9/09

INILAH.COM, Jakarta - PKS sudah menentukan yang akan masuk jajaran pimpinan DPR periode 2009-2014 adalah Sekjen PKS Anis Matta. Sementara Wakil Ketua Fraksi Mustafa Kamal dinobatkan sebagai Ketua Fraksi menggantikan Mahfudz Siddiq.

"Pak Anis Matta sebagai pimpinan DPR, kalau Ketua Fraksi Mustafa Kamal. Biar cocok Ketua DPR-nya kan dari Sekjen PD, kita juga dari Sekjen," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/9).

Terkait pencalonan Hidayat Nurwahid sebagai ketua MPR, Mahfudz mengatakan mantan presiden PKS itu tetap kandidat terkuat. Meski belum melakukan komunikasi intens dengan Demokrat, PKS yakin SBY tetap mendukung Hidayat.

"Sejauh ini belum komunikasi, tapi sudah ada pertemuan informal dengan Pak SBY dan beliau menyebut Pak Hidayat sebagai Ketua MPR," katanya.

Menurutnya, komitmen dalam kontrak politik antara SBY dengan PKS jelas menyebutkan power sharing di kabinet, dan pencalonan Ketua MPR. Maka, dukungan Demokrat kepada pencalonan Ketua Depperpu PDIP Taufiq Kiemas menjadi Ketua MPR, dianggapnya agenda tidak resmi.

"Sepanjang yg saya tahu itu bukan agenda resmi, saya nggak tahu itu agenda perorangan atau bukan," tandasnya. [ikl/mut]

PKS: Tak Ada Dukungan Demokrat untuk TK

Jakartapress.com, Selasa, 29/09/2009 | 15:24 WIB

Jakarta – Nampaknya, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bertekad mempertahankan posisinya sebagai Ketua MPR. Partai kader berazaskan Islam ini yakin Partai Demokrat akan mendukung PKS untuk memperebutkan jabatan Ketua MPR, apalagi jasa PKS terhadap SBY dalam Pilpres 2009 dianggap sangat besar.

Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddiq pun menganggap klaim dukungan bahwa Ketua Deperpu PDIP Tafuiq Kiemas (TK) didukung oleh Partai Demokrat untuk menjadi calon Ketua MPR adalah tidak resmi dan hanya sekedar lontaran omongan belaka. "Sepanjang yang saya tahu, itu tidak resmi. Saya nggak tahu itu agenda perorangan atau gimana tapi sifatnya tidak resmi," papar Mahfudz, Selasa (29/9).

Menurutnya, PKS masih memegang 'janji' SBY dalam kontrak politik yang menyebut-nyebut nama Hidayat Nur Wahid sebagai calon ketua MPR yang akan diusung Partai Demokrat meski hingga saat ini memang belum ada komunikasi lanjutan dengan Partai Demokrat.

"Tapi sudah ada pertemuan informal dengan SBY dan di sana dia juga menyebut-nyebut Pak Hidayat Nurwahid. Yang jelas dalam kontrak politik selain bicara power sharing di kabinet, SBY juga menyebut-nyebut Hidayat Nurwahid sebagai Ketua MPR," tuturnya.

Sementara itu tokoh senior PKS, Hidayat Nurwahid mengemukakan, pemilihan ketua MPR masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait tuntutan lima anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kepada MK untuk mengembalikan hak mereka agar bisa dipilih dan memilih ketua MPR.

"Terkait pemilihan Ketua MPR hingga kini masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi karena itu terkait dengan aturan main pemilihan ketua MPR, terlebih lagi anggota DPR dan MPR yang baru juga belum dilantik. Jadi, masih sangat dinamis," tutur Hidayat yang masih menjabat Ketua MPR.

Menurutnya, perkembangan politik terkait pemilihan ketua MPR masih sangat dinamis termasuk adanya masukan dan klaim dari sejumlah partai politik yang mengusung figur-figurnya untuk menjadi ketua MPR. "Silakan saja, siapa pun, partai mana pun berhak untuk ajukan calonnya, UU dan demokrasi menjamin itu. Tapi ini masih terus bergulir, sangat dinamis dan semua masih sangat tergantung putusan MK," seru Hidayat.

Soal klaim Partai Demokrat yang sudah pasti mendapat jatah jabatan Ketua MPR, Hidayat mengatakan, hingga kini belum ada konfirmasi dari Partai Demokrat. "Partai Demokrat tentu sangat tergantung pada keputusan Ketua Dewan Pembinanya yakni Bapak SBY, dan hingga kini belum ada konfirmasi resmi dari beliau terkait pemilihan Ketua MPR," ungkapnya.

Secara terpisah, Ketua Deperpu PDIP Taufiq Kiemas (TK) mengaku Partai Demokrat semakin mantap mendukung pencalonannya maju sebagai Ketua MPR. "Ya, Insya Allah (Demokrat mendukung). Tidak bisa dibilang pasti, kalau dibilang pasti nanti mereka marah," ujar TK.

Suami Megawati ini mengatakan, PDIP sudah melakukan komunikasi dan lobi-lobi dengan partai selain Demokrat. Sehingga, PDIP yakin bisa banyak menggalang dukungan di parlemen. "Kita lihat saja nanti bagaimana," tandas TK. (*/KSN)

Monday, September 28, 2009

Mengusik Kawan Lama

Sindo, Monday, 28 September 2009
LANGKAH PDIP yang akan bergabung dengan Partai Demokrat agaknya bakal terganjal sejumlah persoalan besar. Selain penolakan dari internal masing-masing partai yang kurang setuju dengan wacana itu,ganjalan terbesar justru muncul dari partai yang selama ini setia mendampingi Demokrat.


Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), empat parpol yang sudah sejak awal menyatakan dukungannya terhadap SBY justru merasa “terganggu” dengan wacana itu. Sebab, jika PDIP bergabung, apalagi ditambah dengan Golkar,maka secara otomatis jatah anggota koalisi utama bakal berkurang. Protes pun sempat dilontarkan para “kawan lama” Demokrat tersebut sesaat setelah Taufik Kiemas mengungkapkan adanya peluang berkoalisi.

Presiden PKS Tifatul Sembiring, adalah orang pertama yang melancarkan protes keras. Bahkan,Tifatul mengingatkan Golkar dan PDIP untuk menghormati jerih payah parpol koalisi.Artinya, PDIP dan Golkar diminta tidak mengambil keuntungan dari usaha orang lain. “Kalau menurut saya, Golkar dan PDIP jangan bergabung. Jangan berselancar di atas keringat orang lain. Tidak baik dan tidak etis,”tegas Tifatul saat itu. Untuk menyehatkan iklim demokrasi, Tifatul menyarankan agar Golkar dan PDIP mengambil posisi sebagai partai oposisi.

Dia berharap, kekuatan oposisi menjadi penyeimbang pemerintah. Meski demikian, dia tetap menyerahkan sepenuhnya kepada SBY dalam menggunakan hak preogratif sebagai presiden terpilih sesuai amanat Undang-Undang. “Saya menganjurkan PDIP dan Golkar menjadi oposisi agar ada keseimbangan.Tapi,mengenai kabinet sepenuhnya menjadi kewenangan SBY,”paparnya. Penegasan serupa disampaikan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq.Menurut dia, kedua parpol tersebut bisa secara bersama-sama membangun kekuatan penyeimbang di parlemen.

Sebab,selama ini, peran oposisi yang diambil PDIP tak cukup efektif karena berjuang sendirian. “Bagi PKS jauh lebih baik bila Golkar menjadi oposisi,”tegas Mahfudz. Namun, belakangan ini sikap Mahfudz justru melunak. Bahkan, pihaknya mengusulkan Kabinet Rekonsiliasi Nasional yang merangkul semua kekuatan politik di Indonesia. “Rasa-rasanya, partaipartai koalisi SBY juga tidak akan lama-lama menghabiskan energi untuk mempersoalkan apakah oposisi atau koalisi dan di luar kabinet atau di dalam kabinet,” tandasnya.

Ketua DPP PKB Marwan Ja’far juga menolak wacana tersebut.Dia bersikukuh agar Golkar dan PDIP tidak masuk dalam kabinet SBY. Menurut dia, Golkar bersama PDIP,Gerindra,dan Hanura harusnya lebih memperkuat barisan parlemen untuk menjadi kekuatan penyeimbang pemerintah.“Sebaiknya, Golkar di luar saja, memperkuat fungsi check and balance di parlemen. Pemerintah tentu memerlukan kontrol yang baik untuk mengoptimalkan kinerjanya,” tegasnya. Ketua DPP PAN Sayuti Ashatry juga menyatakan keberatan jika Golkar dan PDIP masuk dalam kabinet.

Menurut dia,jika mereka menjadi barisan pendukung pemerintah, justru akan menimbulkan persoalan baru, terutama gesekan dengan anggota koalisi.Dia menyarankan, agar PDIP tetap memainkan peran oposisi yang memberikan koreksi kepada pemerintah. “Sebaiknya PDIP konsisten menjadi oposisi pemerintah.Idealnya, dalam sistem kenegaraan harus ada partai yang berperan sebagai oposisi untuk mengkritisi kebijakan yang diambil pemerintah,” ungkapnya.

Mengenai komitmen PDIP untuk tetap kritis meski duduk di pemerintahan,Sayuti meragukannya. Sebab,menurutWakil Ketua Komisi II DPR ini, ketika sudah masuk ke lingkaran kekuasaan, maka sangat sulit bagi PDIP untuk bersikap kritis. Sayuti berpendapat,tak semua kebijakan pemerintah harus disetujui, termasuk oleh partai peserta koalisi. Karena itu, peran oposisi sangat penting untuk menjaga agar kebijakan pemerintah tidak keluar dari jalurnya. Meski demikian, PAN memaklumi jika Partai Demokrat tetap akan mengajak PDI Perjuangan berkoalisi.

“Itu memang normal, karena Partai Demokrat sebagai pendukung utama pemerintah tentu ingin merangkul semua golongan,” kata Sayuti. Kehati-hatian justru ditunjukkan PPP dalam menyikapi rencana masuknya PDIP dan Golkar dalam kabinet. Partai berlambang Kakbah ini lebih menyerahkan sepenuhnya kepada SBY.Namun demikian, Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin melihat dampak positif bagi pemerintah jika PDIP dan Golkar bergabung.

“Masalah kabinet sepenuhnya kewenangan Presiden. PPP tidak dalam posisi mencegah atau mendorong. Prinsipnya, semakin banyak yang bersama-sama akan lebih baik, lebih mudah menerapkan program kerjanya,”kata Lukman. (ahmad baidowi)

Hidayat Nur Wahid Siap Jalankan Amanah Kedua Kali

Jakarta (ANTARA News) - Minggu, 27 September 2009 15:33 WIB

Loyalitas Dr. Hidayat Nur Wahid MA terhadap partai yang sejak awal dibidaninya, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak perlu diragukan lagi.

Loyalitas terhadap partai yang merupakan representasi wujud perjuangan berjamaah itu dilakukannya sejak ikut mendirikan Partai Keadilan (PK) pada 1998. Sebagai Ketua Dewan Pendiri, Hidayat Nur Wahid langsung terlibat aktif membesarkan partai berlambang bulan sabit kembar yang kini telah berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), hingga menjadi partai menengah seperti saat ini.

Ia terpilih menjadi Presiden Partai Keadilan (PK) dalam Munas I menggantikan Dr. Ir H Nur Mahmudi Ismail MSc yang memilih mundur untuk tetap sebagai PNS. Pemilihan itu berlangsung lancar dan dalam suasana yang sejuk, tidak seperti pemilihan ketua beberapa partai yang berlangsung panas dan penuh intrik.

Sejak awal Munas, nama Hidayat memang sudah masuk dalam daftar nominasi, maka tidak mengherankan bila dalam sidang Majelis Syuro PK, ia terpilih dengan mengantongi suara lebih dari 50 persen.

Di kalangan PK sendiri, sosok Hidayat Nur Wahid sangat disegani. Ia dalam "embrio" PK adalah Ketua Dewan Pendiri. Ketika partai itu akan dideklarasikan, ia sempat didaulat untuk menduduki kursi presiden partai namun ia menolak karena merasa belum saatnya menduduki posisi itu.

Namun, dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PK sebelumnya, ustaz yang sering memberikan siraman rohani di sejumlah stasiun televisi itu tak dapat menolak permintaan untuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) sekaligus Ketua Dewan Syura partai.

Ia mengaku tidak pernah bermimpi akan dipilih oleh rekan-rekan untuk menjadi Presiden PK. Karena itu, ia tidak mempunyai perasaan gembira yang berlebihan atas terpilihnya menjadi Presiden PK. Ketika PK berubah menjadi PKS, ia pun kembali dipercaya secara aklamasi sebagai Presiden PKS.

Karir politik pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 8 April 1960, itu semakin cemerlang sejak terpilihnya sebagai Ketua MPR periode 2004-2009 yang dinilai sangat fenomenal, bukan hanya dalam konteks Hidayat Nur Wahid pribadi dan PKS, tetapi bahkan juga politik Islam.

Padahal, ketika itu Hidayat didukung hanya oleh kekuatan-kekuatan "minoritas" dalam DPR, fraksi-fraksi yang terdiri dari parpol-parpol "lapisan tengah" dalam jumlah kursi yang mereka peroleh dalam pemilu legislatif 5 April 2004 yang kemudian membentuk "Koalisi Kerakyatan".

Koalisi itu yang kemudian didukung sebagian anggota DPD, berhasil mengantarkan Hidayat ke posisi Ketua MPR dengan mengungguli "Koalisi Kebangsaan" yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar dan F-PDIP yang merupakan "lapisan pertama" dalam jumlah kursi yang dimiliki di DPR.

Dalam voting, Hidayat hanya unggul dua suara yakni 326 berbanding 324 untuk Sutjipto dari PDI Perjuangan, calon dari Koalisi Kebangsaan. Tugas sebagai Ketua MPR pun telah dilaksanakannya dengan baik, sebagai bukti ketaatannya dalam menjalankan amanah yang diberikan padanya.

Bintang Mahaputra pun telah diterimanya sebagai penghargaan atas rekam jejaknya sebagai Ketua MPR yang dianggap baik.

Dicalonkan lagi

Masa jabatan Hidayat sendiri sebagai Ketua MPR periode 2004-2009 akan berakhir pada akhir September 2009. Seiring dengan pemilihan ketua MPR periode 2009-2014, nama Hidayat yang terpilih kembali menjadi anggota DPR periode 2009-2014 disebut-sebut bakal menduduki jabatan itu untuk kedua kalinya.

Sekretaris Jenderal DPP PKS Anis Matta menyatakan, partainya akan mengusung kembali sosok Hidayat Nur Wahid untuk menjadi kandidat Ketua MPR RI periode 2009-2014.

"Secara internal, PKS sudah setuju dan menetapkan Hidayat Nur Wahid untuk maju kembali sebagai calon Ketua MPR periode 2009-2014," ungkap Anis.

Jika Hidayat yang saat ini menjabat Ketua MPR akan maju kembali, kemungkinan dia akan menjadi pesaing terberat Taufiq Kiemas (Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan) yang sebelumnya digadang-gadang menjadi kandidat terkuat Ketua MPR periode mendatang.

Anis mengungkapkan, pertimbangan untuk mengajukan kembali Hidayat karena anggota Majelis Syuro DPP PKS itu dianggap telah mampu memimpin dengan baik lembaga MPR periode 2004-2009. Selain itu, Hidayat juga mendapatkan bintang Mahaputra sehingga rekam jejaknya dianggap baik.

Apalagi, katanya, posisi MPR saat ini dinilai tetap mempunyai peran penting karena berwenang dalam menentukan amendemen konstitusi. Jadi, fungsi fundamental MPR masih sangat krusial meski fungsi hariannya tidak terlalu mencolok.

Anis menegaskan, pengajuan kembali Hidayat juga tidak akan terganggu dengan keinginan PDIP mengajukan Taufiq Kiemas sebagai calon Ketua MPR. "Tiap orang kan punya hak. Dan posisi Ketua MPR ini juga sifatnya kompetisi," tuturnya.

Sedangkan Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan, pengajuan nama Hidayat sebagai calon Ketua MPR sudah pernah dikomunikasikan dengan mitra koalisi, termasuk Partai Demokrat.

Saat ini, PKS memberi dua opsi bagi Hidayat, yakni sebagai Ketua MPR atau masuk dalam kabinet mendatang.

Sesuai dengan pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, jumlah pimpinan MPR terdiri dari lima orang yang terdiri dari satu ketua berasal dari DPR dan empat wakil ketua berasal dari masing-masing dua anggota DPR, dan dua anggota DPD.

Mekanisme pemilihan ketua MPR dilakukan secara terbuka dalam rapat paripurna MPR. Namun, aturan itu bisa saja berubah seandainya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan lima anggota DPD yang mengajukan uji materi Pasal tersebut. DPD menilai klusul itu bertentangan dengan UUD 1945 karena menutup peluang anggota DPD menjadi ketua MPR.

Siap laksanakan amanah

Bagi Hidayat Nur Wahid, jabatan bukanlah suatu tujuan melainkan merupakan amanah berat yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.

Saat ditanya tentang sikap PKS yang kembali akan mencalonkan dirinya sebagai Ketua MPR periode mendatang, Hidayat dengan tangkas menjawab secara diplomatis.

"Saya meyakini partai sudah mempertimbangkan dengan matang. Itu hak partai," kata pria yang dikenal murah senyum dan rendah hati itu.

Ia pun menuturkan, jabatan Ketua MPR yang saat ini didudukinya bukan bagian dari keinginannya, melainkan permintaan anggota.

"Jadi kalau dicalonkan lagi, maka saya akan melaksanakan amanah itu," tegasnya.

Menanggapi adanya kesepakatan antara PKS dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Hidayat mengatakan, masalah itu dilakukan oleh pimpinan partai. Partailah yang berkomunikasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya tidak tahu, saya akan fokus melaksanakan tugas secara maksimal, jika memang diberi amanah itu," katanya.

Penyandang gelar Doktor dari Universtitas Islam Medinah, Arab saudi itu seolah tidak ingin menanggapi masalah itu lebih lanjut. Pria yang pada 15 April 2009 lalu baru saja bergemberia karena dikaruniai putra kembar, Daffa dan Daffi Muhammad Hidayat, dari isterinya dr. Diana Abbas Thalib.

"Tanggapan saya nanti saja setelah dilantik menjadi anggota DPR/MPR RI pada 1 Oktober 2009 mendatang. Saya akan menjawabnya setelah 30 September. Saya akan memberikan jawaban konkret terkait usulan partai ini," katanya sambil menambahkan bahwa siapa pun anggota legislatif berhak mencalonkan diri menjadi ketua MPR. (*)

Wednesday, September 16, 2009

PKS Setuju, PDIP Tolak Pimpinan KPK Mundur

Okezone Selasa, 15 September 2009 - 14:01 wib


JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bisa membuktikan bahwa KPK telah menjalankan fungsi dan tugas KPK dengan benar.

"Jadi saya kira tidak perlu melakukan upaya untuk mengundurkan diri," kata Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (15/9/2009).

Politisi PDIP itu meminta agar KPK membiarkan proses hukum berjalan terlebih dahulu. Tentunya dengan tidak menelantarkan kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani.

"Kalau memang benar, buktikan. Biarkan proses hukum berjalan dulu," kata dia.

Pendapat berbeda dilontarkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). Fraksi partai berlambang bulan sabit kembar ini setuju jika pimpinan KPK mengundurkan diri dari jabatan jika sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri.

"Undang-undangnya memang mengharuskan mundur," kata Ketua FPKS, Mahfudz Siddiq.(bul)

Jadi Tersangka, Chandra & Bibit Otomatis Non-Aktif

Okezone Rabu, 16 September 2009 - 01:12 wib


JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bidang Penindakan Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Riyanto secara otomatis berstatus non-aktif dari jabatannya, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dari Direktur PT Masaro, Anggoro Widjojo.

Hal itu berdasarkan pada pasal 32 ayat 2 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam pasal itu, pada ayat satu disebutkan pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan apabila menjadi terdakwa karena melakukan tindak kejahatan.

Selanjutnya, pada ayat dua tertulis dalam hal pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat satu dan ayat dua ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.

Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq membenarkan langkah pengunduran diri pimpinan KPK jika memang nantinya berstatus sebagai tersangka. Dasar ucapan Mahfud adalah UU No 30 tahun 2002.

Thursday, September 10, 2009

Partai Demokrat Dinilai Paling Diuntungkan

JAKARTA (SI) – Thursday, 10 September 2009
Perebutan pimpinan MPR antara Taufik Kiemas dengan Hidayat Nur Wahid dinilai menguntungkan posisi partai Demokrat. Sebab, kedua tokoh tersebut dipastikan akan mencoba mendekati partai pemenang pemilu dengan mengajukan sejumlah konsensi.

“Taufik atau Hidayat (yang terpilih),Demokrat tetap diuntungkan,” Pengamat Politik LIPI Lili Romli. Lili memprediksi akan terjadi persaingan ketat antara kedua tokoh partai tersebut.Menurutnya, Hidayat memiliki peluang lebih kuat dibanding Taufik. Pengalaman dan kesuksesan Hidayat selama menjabat Ketua MPR periode 2004-2009 menjadikan kansnya untuk terpilih semakin kuat.

Namun,sosokTaufik juga dinilai pantas menjabat sebagai Ketua MPR.Pasalnya, pencalonan Taufik juga diperhitungkan oleh Demokrat sebagai salah satu strategi menjinakkan kelompok oposisi.“Demokrat merangkul PDIP untuk amankan posisi,”tambah dia. Lili menjelaskan, Demokrat memiliki kepentingan politis bila mendukung Taufik sebagai Ketua MPR.

Kepentingan itu, lanjutnya, untuk mengamankan posisi koalisi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Meskipun Taufik dan Hidayat mengklaim telah didukung Demokrat, namun partai yang didirikan Susilo Bambang Yudhoyono itu belum menentukan sikap akhir terkait persaingan keduanya.

Sekretaris Dewan Pakar Partai Demokrat, Sutan Bathoegana pihaknya masih terus melakukan komunikasi dengan kedua belah pihak.“Tetapi sinyalnya ke Pak TK (Taufik Kiemas),”katanya. Sekjen DPP PKS Anis Matta mengatakan, sosok yang pas untuk Ketua MPR.Hidayat dinilai mampu menjalankan tugasnya dengan baik.

Rekam jejak Hidayat juga bersih ditambah dia baru saja menerima penghargaan Bintang Maha Putera.Pertimbangan itu membuat PKS menilai Hidayat layak untuk menduduki jabatan itu kembali. Anis menilai,posisi Ketua MPR masih strategis meski secara kerja harian tidak begitu tampak.“Posisi Ketua MPR, meski simbolis, tapi dia tetap punya peranan pada waktu-waktu krusial.

Dalam urusan amandemen UUD misalnya, itu kan tidak bisa tanpa persetujuan Ketua MPR,”katanya. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq membenarkan pernyataan Anis Matta bahwa pernah ada pembicaraan dengan SBY. Pembicaraan itu dilakukan menjelang deklarasi pasanganSBY-BoedionodiBandung lalu.

Hanya saja, terang Mahfudz pembicaraan soal PKS mengisi Ketua MPR itu tidak ada dalam kontrak politik. Mahfudz tidak memungkiri jika ada dinamika dan perubahan terkait itu.“Pembicaraan itu ada, tetapi seingat saya tidak ada dalam kontrak politik.Kemungkinan terjadi dinamika atas hal itu, bisa saja terjadi,”ujarnya. (m purwadi/okezone)

Hidayat Belum Putuskan Maju dalam Bursa Ketua MPR

JAKARTA-MI: Rabu, 09 September 2009 22:11 WIB
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid belum memutuskan untuk maju lagi dalam bursa ketua MPR periode 2009-2014.

Sebelumnya, Ketua DPP PKS Mahfudz Shiddiq menyatakan partainya akan kembali menjagokan Hidayat untuk bersaing dengan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufiq Kiemas.

"Saya akan menjawabnya nanti, setelah dilantik sebagai anggota DPR/MPR lagi. Artinya setelah 1 Oktober," kata Hidayat di Gedung Nusantara III kompleks parlemen Senayan Jakarta, Rabu (9/9).

Untuk saat ini, kata Hidayat, dirinyaakan fokus untuk menyelesaikan tugas sebagai Ketua MPR periode 2004-2009. Hidayat juga mengatakan, bahwa sebenarnya sangat mengapresiasi pencalonan Taufiq Kiemas dan beberapa kandidat lainnya.

Namun, Hidayat tetap akan menerima jika partainya memberikan amanah untuk kembali berada di posisi Ketua MPR. "Kalau partai mengajukan saya sebagai ketua MPR, itu keputusan partai pasti akan saya emban. Karena tentu partai mempunyai pertimbangan matang," tegasnya.

Mengenai adanya kesepakatan antara PKS dan Demokrat untuk tetap mendudukan Hidayat sebagai Ketua MPR, dirinya tidak tahu menahu soal itu. "Itu kan partai yang berkomunikasi, pimpinan partai yang langsung berhubungan dengan SBY. Kalau saya komunikasinya dalam konteks tugas," tegasnya. Ia juga mengungkapkan akan segera bertemu dengan SBY untuk membicarakan sosialisasi UUD.

Sementara itu, Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq menyatakan bahwa pernah terjadi kesepakatan antara Demokrat dan PKS untuk kembali mendudukan Hidayat sebagai Ketua MPR. Namun, ketika terjadi tarik-menarik dalam Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, ada pihak yang beralih dan tidak mau terikat dengan komitmen awal dan malah mendukung kandidat lain.
”PKS itu mengeplot Pak Hidayat dua opsi, yaitu ketua MPR dan kabinet,” ujarnya.

Adanya sikap tidak komitmen pihak-pihak tersebut, jelas Mahfud, terjadi ketika menetapkan kursi ketua DPR diberikan otomatis kepada partai pemenang pemilu legislatif, dengan kompensasinya Partai Demokrat juga bersedia menyerahkan kursi ketua MPR kepada Golkar atau PDIP. (*/OL-7)

Wednesday, September 09, 2009

Cermin Kegagalan KPU, Biaya Pelantikan Terlalu Besar

JAKARTA, KOMPAS.com — Rabu, 9 September 2009 | 05:11 WIB

Biaya pelantikan untuk setiap calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Daerah jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya sosialisasi pemilu legislatif untuk setiap pemilih. Ketimpangan itu menunjukkan buruknya dan tidak adanya prioritas Komisi Pemilihan Umum dalam membuat anggaran pemilu.

Demikian diungkapkan Sekretaris Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan dan peneliti Indonesia Budget Centre (IBC), Roy Salam, secara terpisah di Jakarta, Selasa (8/9). Dana pelantikan calon anggota DPR/DPD mencapai puluhan ribu kali dibandingkan dengan biaya sosialisasi pemilu untuk setiap pemilih.

Untuk pelantikan 560 calon anggota DPR dan 132 calon anggota DPD, KPU menganggarkan biaya Rp 11 miliar. Jika dibagi secara kasar untuk semua calon anggota DPR/DPD, setiap calon terpilih akan menerima dana Rp 15,89 juta.

Sesuai data IBC, dana penyusunan, penyempurnaan, dan sosialisasi peraturan perundang-undangan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) KPU tahun 2008 mencapai Rp 58,69 miliar. Sementara itu, dana sosialisasi tahapan penyelenggaraan Pemilu 2009 dalam DIPA KPU 2009 mencapai Rp 12,92 miliar. Jika dijumlahkan, dana sosialisasi pemilu legislatif pada 2008-2009 mencapai Rp 71,61 miliar.

Jika dibagi dengan 171 juta pemilih, setiap pemilih hanya mendapat manfaat dana sosialisasi sebesar Rp 418,77.

Artinya, dibandingkan dengan dana pelantikan untuk setiap calon anggota DPR, biaya pelantikan satu anggota DPR/DPD sekitar 38.000 kali lebih besar dibandingkan dengan biaya sosialisasi untuk setiap pemilih.

”KPU tidak bisa memprioritaskan, mana kebutuhan anggaran yang lebih penting, apakah untuk acara seremonial semata atau untuk meningkatkan kualitas suara pemilih,” kata Yuna. Megahnya acara pelantikan anggota DPR/DPD sebagai tahapan akhir pemilu legislatif juga dianggap sebagai upaya untuk menutupi proses penyelenggaraan pemilu lalu yang buruk.

Roy menambahkan, besarnya biaya pelantikan anggota DPR/DPD sangat ironis dibandingkan dengan kesulitan dana sosialisasi yang dikeluhkan KPU pada awal-awal penyelenggaraan tahapan pemilu lalu. Meskipun anggaran sosialisasi pemilu legislatif di daerah berbeda dengan anggaran yang digunakan KPU, KPU daerah tetap mengeluhkan kurangnya dana sosialisasi.

Dari DPR Rp 26,9 miliar

Setiap anggota DPR periode 2009-2014 yang akan dilantik 1 Oktober 2009 pun akan mendapat anggaran perjalanan dinas pindah. Total anggaran perjalanan dinas pindah untuk 560 anggota sekitar Rp 26 miliar atau sekitar Rp 46,5 juta per anggota.

Menurut Sekretaris Jenderal DPR Nining Indra Shaleh, anggaran perjalanan dinas pindah yang dikeluarkan Sekretariat Jenderal DPR ini terkait dengan seputar kegiatan pelantikan DPR 1 Oktober. Namun, anggaran untuk pelaksanaan acara pelantikan DPR sepenuhnya ditanggung KPU.

”Untuk pelantikan DPR, Setjen DPR tidak mengalokasikan anggaran karena sudah ditangani KPU,” ucapnya, Selasa.

Penjelasan itu disampaikan Nining menyusul munculnya kekhawatiran dari Roy Salam tentang kemungkinan duplikasi anggaran antara KPU, DPR, DPD, dan DPRD.

Menurut Nining, anggaran Setjen DPR sebesar Rp 26,9 miliar. Anggaran itu pun bukan untuk acara pelantikan, tetapi untuk perjalanan dinas pindah. Dasarnya adalah Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 7/KMK.02/2003 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Pegawai Tidak Tetap.

”Pejabat negara dan PNS yang akan berpindah tugas diberikan anggaran pindah beserta keluarganya,” paparnya.

Namun, bagi anggota DPR 2004-2009 yang terpilih kembali, mereka tidak mendapatkan lagi anggaran pindah tugas, yang meliputi biaya tiket, pengepakan barang-barang, dan lain-lain.

Janji efisien

Anggota KPU, Syamsulbahri, menyatakan, KPU akan berusaha lebih efisien menggunakan anggaran pelantikan yang mencapai Rp 11 miliar. KPU juga akan menghindari duplikasi anggaran dengan instansi lain yang mengurusi pelantikan anggota DPR dan DPD. ”Saya kira hingga kini belum ada duplikasi anggaran,” kata Syamsulbahri.

Rencananya, 692 anggota DPR dan DPD akan datang ke Jakarta pada 28 September untuk mengikuti stadium general yang diberikan oleh KPU, Komisi Pemberantasan Korupsi, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Luar Negeri. Semua anggota DPR dan DPD akan diinapkan di Hotel Sultan dengan fasilitas satu kamar untuk satu anggota. Kemudian, pada tanggal 1 Oktober, mereka akan dilantik di Gedung MPR/DPR.

Sekretaris Jenderal KPU Suripto Bambang Setiyadi mengatakan, anggaran Rp 11 miliar merupakan angka yang tercantum dalam DIPA KPU. ”Ada beberapa pengadaan yang dilaksanakan melalui lelang, kami pasti akan memilih yang lebih murah. Jadi, Rp 11 miliar itu bisa saja berkurang. Rp 11 miliar itu, kan, plafon. Ya, tentu kita ada prinsip efisiensi,” katanya.

Terkait dengan derasnya kritik masyarakat terhadap besarnya anggaran pelantikan, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq meminta KPU mencermati kembali berbagai pengeluaran.

Biaya pembuatan seragam, tas, atau ongkos transportasi, menurut dia, tak perlu dianggarkan karena para anggota DPR tergolong mampu. ”Anggaran seperti itu bisa membuat masyarakat sakit hati,” ujarnya. (MZW/SIE/SUT)

PKS Kembali Usung Hidayat untuk Ketua MPR

JAKARTA, (PR).- 9/9/09
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) siap mengusung kembali sosok Hidayat Nur Wahid untuk menjadi kandidat Ketua MPR RI periode 2009-2014. Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjen DPP) PKS Anis Matta di sela-sela Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR/DPD/MPR RI Jakarta, Selasa (8/9).

"Secara internal, PKS sudah setuju dan menetapkan Hidayat Nur Wahid untuk maju kembali sebagai calon Ketua MPR periode 2009-2014," ungkap Anis.

Jika Hidayat yang saat ini menjabat Ketua MPR akan maju kembali, kemungkinan dia akan menjadi pesaing terberat Taufik Kiemas (PDIP) yang sebelumnya digadang-gadang menjadi kandidat terkuat Ketua MPR periode mendatang.

Anis mengungkapkan, pertimbangan untuk mengajukan kembali Hidayat karena anggota Majelis Syuro DPP PKS itu dianggap telah mampu memimpin dengan baik lembaga MPR periode 2004-2009. Selain itu, Hidayat juga mendapatkan bintang Mahaputra sehingga rekam jejaknya dianggap baik.

"Apalagi, posisi MPR saat ini dinilai tetap mempunyai peran penting karena berwenang dalam menentukan amendemen konstitusi. Jadi, fungsi fundamental MPR masih sangat krusial meski fungsi hariannya tidak terlalu mencolok," katanya.

Anis menegaskan, pengajuan kembali Hidayat juga tidak akan terganggu dengan keinginan PDIP mengajukan Taufik Kiemas sebagai calon Ketua MPR. "Tiap orang kan punya hak. Dan, posisi Ketua MPR ini juga sifatnya kompetisi," tuturnya.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, pengajuan nama Hidayat sebagai calon Ketua MPR sudah pernah dikomunikasikan dengan mitra koalisi, termasuk Partai Demokrat. Saat ini, PKS memberi dua opsi bagi Hidayat, yakni sebagai Ketua MPR atau masuk dalam kabinet mendatang.

Harus sederhana

Pelantikan anggota DPR periode 2009-2014 yang akan dilaksanakan pada 1 Oktober mendatang diharapkan berlangsung secara sederhana, guna menghemat keuangan negara. KPU, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR, DPD, dan MPR, bisa mempertimbangkan betul kondisi keuangan negara yang terbatas di tengah kondisi masyarakat, terutama di Jawa Barat yang dilanda bencana alam.

"Bahwa substansi pelantikan anggota DPR bukan pada kemewahannya, melainkan komitmennya untuk betul-betul menjadi wakil rakyat, menjadi wakil daerah, dan mewujudkan janji-janjinya pada saat kampanye lalu," ungkapnya, Selasa (8/9).

Menurut Hidayat, persoalan alat-alat kelengkapan, seperti jas, tas, dan pin itu adalah persoalan artifisial yang tidak terlalu prinsip. "Kalau bisa secara sederhana, kenapa harus mewah? Karena pelantikan anggota DPR itu pada prinsipnya diselenggarakan secara wajar dan proporsional," ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Syarif Hasan mengatakan, besaran anggaran pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 adalah kewenangan KPU. Yang penting, katanya, penggunaan dana harus efisien dengan catatan tidak menggugurkan maksud dari pelantikan itu sendiri karena pelantikan juga penting.

"Yang sudah menjabat (menjadi anggota DPR dan terpilih lagi) dan (anggota DPR terpilih) sudah ada di Jakarta tidak usah lagi dikasih uang transport. Tapi, kalau penginapan, ya perlu," katanya.

Menurut Syarif, KPU semestinya memprioritaskan hal-hal yang memang diperlukan anggota DPR baru, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban mereka sebagai wakil rakyat. "Misalnya buku (panduan anggota DPR) supaya anggota DPR tahu apa tugas dan kewajibannya, kemudian tatib (tata tertib) DPR, dan undang-undang, juga pembekalan," tuturnya. (A-109/A-130)***

PKS Kembali Usung Hidayat untuk Ketua MPR

JAKARTA, (PR).- 9/9/09
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) siap mengusung kembali sosok Hidayat Nur Wahid untuk menjadi kandidat Ketua MPR RI periode 2009-2014. Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjen DPP) PKS Anis Matta di sela-sela Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR/DPD/MPR RI Jakarta, Selasa (8/9).

"Secara internal, PKS sudah setuju dan menetapkan Hidayat Nur Wahid untuk maju kembali sebagai calon Ketua MPR periode 2009-2014," ungkap Anis.

Jika Hidayat yang saat ini menjabat Ketua MPR akan maju kembali, kemungkinan dia akan menjadi pesaing terberat Taufik Kiemas (PDIP) yang sebelumnya digadang-gadang menjadi kandidat terkuat Ketua MPR periode mendatang.

Anis mengungkapkan, pertimbangan untuk mengajukan kembali Hidayat karena anggota Majelis Syuro DPP PKS itu dianggap telah mampu memimpin dengan baik lembaga MPR periode 2004-2009. Selain itu, Hidayat juga mendapatkan bintang Mahaputra sehingga rekam jejaknya dianggap baik.

"Apalagi, posisi MPR saat ini dinilai tetap mempunyai peran penting karena berwenang dalam menentukan amendemen konstitusi. Jadi, fungsi fundamental MPR masih sangat krusial meski fungsi hariannya tidak terlalu mencolok," katanya.

Anis menegaskan, pengajuan kembali Hidayat juga tidak akan terganggu dengan keinginan PDIP mengajukan Taufik Kiemas sebagai calon Ketua MPR. "Tiap orang kan punya hak. Dan, posisi Ketua MPR ini juga sifatnya kompetisi," tuturnya.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, pengajuan nama Hidayat sebagai calon Ketua MPR sudah pernah dikomunikasikan dengan mitra koalisi, termasuk Partai Demokrat. Saat ini, PKS memberi dua opsi bagi Hidayat, yakni sebagai Ketua MPR atau masuk dalam kabinet mendatang.

Harus sederhana

Pelantikan anggota DPR periode 2009-2014 yang akan dilaksanakan pada 1 Oktober mendatang diharapkan berlangsung secara sederhana, guna menghemat keuangan negara. KPU, Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR, DPD, dan MPR, bisa mempertimbangkan betul kondisi keuangan negara yang terbatas di tengah kondisi masyarakat, terutama di Jawa Barat yang dilanda bencana alam.

"Bahwa substansi pelantikan anggota DPR bukan pada kemewahannya, melainkan komitmennya untuk betul-betul menjadi wakil rakyat, menjadi wakil daerah, dan mewujudkan janji-janjinya pada saat kampanye lalu," ungkapnya, Selasa (8/9).

Menurut Hidayat, persoalan alat-alat kelengkapan, seperti jas, tas, dan pin itu adalah persoalan artifisial yang tidak terlalu prinsip. "Kalau bisa secara sederhana, kenapa harus mewah? Karena pelantikan anggota DPR itu pada prinsipnya diselenggarakan secara wajar dan proporsional," ujarnya.

Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Syarif Hasan mengatakan, besaran anggaran pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009-2014 adalah kewenangan KPU. Yang penting, katanya, penggunaan dana harus efisien dengan catatan tidak menggugurkan maksud dari pelantikan itu sendiri karena pelantikan juga penting.

"Yang sudah menjabat (menjadi anggota DPR dan terpilih lagi) dan (anggota DPR terpilih) sudah ada di Jakarta tidak usah lagi dikasih uang transport. Tapi, kalau penginapan, ya perlu," katanya.

Menurut Syarif, KPU semestinya memprioritaskan hal-hal yang memang diperlukan anggota DPR baru, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban mereka sebagai wakil rakyat. "Misalnya buku (panduan anggota DPR) supaya anggota DPR tahu apa tugas dan kewajibannya, kemudian tatib (tata tertib) DPR, dan undang-undang, juga pembekalan," tuturnya. (A-109/A-130)***

Taufik-Hidayat Bersaing

Golkar Harapkan Pimpinan MPR Diisi Tiga Parpol Besar

Jakarta, Kompas - Rabu, 9 September 2009 | 03:38 WIB

Pertarungan perebutan kursi pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat akan semakin ramai. Taufik Kiemas yang dijagokan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan akan bertarung dengan Hidayat Nur Wahid yang dijagokan Partai Keadilan Sejahtera.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq ketika dikonfirmasi pers, Selasa (8/9), membenarkan adanya rencana pencalonan Hidayat tersebut.

”PKS itu mengeplot Pak Hidayat dua opsi, yaitu ketua MPR dan kabinet,” ujarnya.

Menurut Mahfudz, sebelum terjadi tarik-menarik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dukungan terhadap pencalonan Hidayat sangat besar. Namun, setelah itu ada pihak-pihak yang berupaya tidak terikat pada komitmen tersebut.

Adapun Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Budimanta tetap optimistis bahwa Taufik Kiemas akan mendapat dukungan sebagai ketua MPR.

”Kami sudah melakukan lobi dan pendekatan kepada partai yang punya perwakilan di DPR dan juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sejauh ini tidak ada perubahan,” ujarnya.

Pertimbangan PDI-P mengajukan Taufik sebagai ketua MPR adalah karena PDI-P menilai lima tahun ke depan merupakan proses transformasi yang sangat menentukan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

Taufik Kiemas dinilai sebagai figur yang paling tepat untuk mengisi jabatan itu karena memahami proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dari awal sampai akhir. Sebagai politikus senior, Taufik juga mampu menghimpun kekuatan-kekuatan politik yang ada.

”Lebih penting lagi, komitmen Pak Taufik tentang NKRI, UUD, dan Pancasila tak ada yang meragukan lagi,” ujarnya.

Tiga kekuatan

Partai Golkar juga mengharapkan tiga kursi pimpinan MPR diisi tiga kekuatan politik besar, yaitu Demokrat, Golkar, dan PDI-P.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menegaskan itu saat dihubungi terpisah.

Kalaupun pada akhirnya ada kesepakatan, salah satu kursi pimpinan MPR diberikan kepada partai menengah, menurut Priyo, seharusnya kursi itu diberikan ke Partai Persatuan Pembangunan atau Partai Kebangkitan Bangsa, dan bukan PKS. Alasannya, kedua partai itu belum mendapat kursi pimpinan DPR.

Terkait posisi ketua MPR, Partai Golkar juga akan tetap mengajukan calon bersama tiga kekuatan politik besar lainnya, tetapi tidak dalam posisi ngotot. ”Kalau ada figur yang tepat, kami tidak keberatan. Tapi, kalau tidak ada, Golkar siap,” ujarnya.

Lobi

Sejak pembahasan Undang-Undang MPR, DPD, DPD, dan DPRD menetapkan kursi ketua DPR diberikan otomatis kepada partai pemenang pemilu legislatif, Partai Demokrat juga bersedia menyerahkan kursi ketua MPR kepada Golkar atau PDIP.

Taufik pun terus melakukan lobi kepada Demokrat ataupun Partai Golkar. Semula Golkar akan mencalonkan Ketua DPR Agung Laksono menjadi ketua MPR. Namun, karena Agung tidak terpilih sebagai anggota DPR, Golkar kehilangan tokoh seniornya.

Calon lain yang juga punya peluang besar adalah Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita. Namun, dia juga masih harus menunggu hasil uji materi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD oleh Mahkamah Konstitusi.

Apabila Mahkamah Konstitusi membuka peluang dua orang pimpinan MPR dari unsur DPD menjadi ketua MPR, seperti halnya tiga pimpinan MPR dari unsur DPR, peluang Ginandjar menjadi terbuka. (sut)

KPU Diminta Efisien

Wednesday, 09 September 2009
JAKARTA (SI) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta melakukan efisiensi dengan memangkas semua anggaran pelantikan anggota DPR dan DPD yang tidak penting.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Shiddiq mengatakan, masih banyak yang bisa dipangkas dari pengajuan anggaran Rp11 miliar untuk pelantikan anggota DPR dan DPD periode 2009–2014.Apalagi,pelantikan anggota DPD dan DPD hanya seremonial sehingga banyak halhal yang bisa dipangkas.

Dia mencontohkan adanya klausul pengajuan seragam bagi anggota baru. Menurut dia, usulan tersebut kurang etis dan melukai rakyat Indonesia yang sedang dilanda kesulitan ekonomi. “Kalau tetap ada penyeragaman, kami menginstruksikan Fraksi PKS menolaknya,” ujar Mahfudz di Jakarta kemarin.

Mengenai besaran anggaran yang diajukan KPU, Mahfudz melihat dari aspek kebutuhan. Menurut dia, berdasarkan jadwal KPU, anggota DPR dan DPD terpilih sudah harus berkumpul di Jakarta pada 28 September 2009. Nah, selama tiga hari di Jakarta, segala kebutuhan anggota DPR menjadi tanggungan negara,mulai dari penginapan, konsumsi, hingga transportasi.

“Tinggal dihitung saja berapa kebutuhan dan berapa anggaran yang diajukan, sehingga kita bisa memberikan penilaian,” ujar anggota Komisi II ini. Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi DPR Jamaluddin Karim meminta KPU melakukan verifikasi ulang anggaran pelantikan DPR dan DPD.

Dia menilai, pelantikan DPR dan DPD seharusnya tidak menghamburkan uang negara karena hanya kegiatan seremonial. “Hal-hal yang tak terlalu penting sebaiknya dipangkas. Memang pelantikan itu butuh anggaran tapi semangat efisiensi harus tetap diutamakan,” kata Jamaluddin kepada Harian Seputar Indonesia di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Anggota Komisi II DPR ini juga meminta Setjen KPU berkoordinasi dengan Setjen DPR untuk menghindari duplikasi anggaran. Menurut dia, anggota DPR yang baru jangan sampai dicemari hal-hal yang berbau pemborosan. Sebab, pihaknya khawatir justru di kemudian hari akan semakin tercemar.“ Otaknya jangan dicemari sehingga selalu mikir honor terus. Ini pemborosan terhadap keuangan negara,”ungkapnya.

Sementara itu, Sekjen DPR Nining Indra Shaleh memastikan tidak akan terjadi duplikasi anggaran dengan KPU. Sebab, Setjen DPR tidak mengurusi biaya pelantikan karena telah menjadi domain KPU.Nining menegaskan, Setjen DPR hanya menganggarkan biaya pindah anggota Dewan terpilih sebesar Rp 26 miliar.

“Rp26 miliar itu bukan untuk pelantikan, tapi biaya pindah untuk 560 orang (anggota),” kata Nining kepada wartawan di Gedung DPR,Jakarta, kemarin. Meski demikian, pihaknya memastikan bahwa dana pindah rumah hanya diberikan kepada anggota DPR terpilih yang baru. Sedangkan untuk anggota lama yang terpilih lagi,tidak mendapat. Karena itu,pihaknya memprediksi alokasi anggaran sebesar Rp26 miliar masih bisa berkurang.

Nining menjelaskan, biaya pindah yang akan ditanggung termasuk biaya tiket anggota dan keluarga, serta ongkos pengiriman barang. Mengenai biaya tersebut, akan dihitung dari daerah pemilihan (dapil), meskipun yang bersangkutan berdomisili di wilayah Jabodetabek.“ Tetap dihitung dari dapil. Namun, mereka harus buktikan sebelumnya dengan KTP,”ujarnya.

Nining menambahkan, untuk biaya tempat tinggal bagi anggota DPR mendatang tetap seperti selama ini. Bagi anggota yang mendapat tempat tinggal di Kalibata akan diganti uang sewa rumah sebesar Rp13.000.000.Sebab,rumah jabatan anggota di kompleks Kalibata masih direnovasi.

Sedangkan bagi anggota yang kebagian di kompleks Ulujami,tidak mendapatkan uang sewa rumah. Sementara itu, untuk pemulangan anggota DPR periode 2004–2009, Setjen DPR menyiapkan anggaran sebesar Rp29,928,505,000.

Uang Saku Rp1,384 M

Sementara itu,Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum memastikan berapa anggaran uang saku yang akan diberikan kepada caleg terpilih DPR dan DPD. Hanya, tidak menutup kemungkinan uang saku akan lebih kecil dari pelantikan anggota DPR dan DPD terpilih pada 2004.”Kalau dulu kan uang sakunya per calon Rp2 juta.

Bisa saja sekarang lebih kecil,” jelas Sekjen KPU Suripto Bambang Setyadi di Gedung KPU kemarin. Artinya, jika satu caleg mendapatkan Rp2 juta, maka untuk semua caleg terpilih DPR dan DPD yang totalnya 692 orang dibutuhkan dana sebesar Rp1,384 miliar. Diketahui, KPU menganggarkan Rp11 miliar untuk pelantikan anggota 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD terpilih.

Uang tersebut digunakan untuk beberapa hal yang terkait dengan kegiatan sebelum hingga hari H pelantikan pada 1 Oktober 2009. Misalnya, untuk transpor, hotel, uang saku, pengadaan tas, untuk anggota DPR dan DPD yang baru, serta buku profil anggota DPR dan DPD. Selain itu, KPU juga akan melaksanakan geladi bersih, geladi kotor, dan stadium general dari KPK soal pengisian laporan harta kekayaan pejabat negara.

Di sisi lain,KPU berjanji menggunakan anggaran pelantikan anggota DPR dan DPD sebesar Rp11 miliar itu secara efisien. Salah satunya, dalam melaksanakan tender barang dan jasa yang terkait pelantikan, KPU mencari yang paling murah. “Ini saya sampaikan lagi.Jadi,ini kan plafon (anggaran Rp11 miliar), ya tentu kita ada prinsip efisiensi. Jadi, belum tentu kita pakai semua,” kata mantan staf ahli Menteri Dalam Negeri ini.

Anggota KPU Syamsulbahri mengatakan, KPU akan berkoordinasi dengan kesekjenan DPR dan DPP agar tidak terjadi tumpang tindih anggaran antara KPU dengan kesekjenan DPR dan DPD. ”Pembahasan untuk menghindari adanya duplikasi anggaran. Intinya, jangan sampai terjadi duplikasi,”katanya. (ahmad baidowi/kholil)

Monday, September 07, 2009

SBY Defisit Kepercayaan Diri Jika Semua Parpol Masuk Kabinet

By Republika Newsroom, Minggu, 06 September 2009 pukul 15:40:00

JAKARTA -- Jika indikasi masuknya kader PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra, ke kabinet adalah benar, maka koalisi berbasis platform hanyalah isapan jempol. Yang ada hanyalah koalisi pragmatis, dan SBY terindikasi mengalami defisit kepercayaan diri.

''Kabar masuknya PDIP, Golkar, Gerindra, adalah sinyal SBY lakukan politik rekonsiliasi. Tapi juga sekaligus politik pembungkaman oposisi kritis di parlemen,'' ujar peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi, Ahad (6/9). Terutama jika PDIP dan Partai Gerindra diajak masuk ke kabinet, menurut dia SBY sudah bermain api.

Selain ada kemungkinan partai dalam koalisi menolak kehadiran partai non-koalisi dalam kabinet, kata Burhanudin, postur kabinet pun akan terlalu gemuk jika PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra masuk dalam kabinet. ''Calon menteri dari kalangan profesional non-partai politik akan sulit mendapat tempat di kabinet,'' imbuh dia.

Jika seluruh partai politik pemilik kursi di DPR masuk dalam kabinet, kata Burhanudin, membuktikan koalisi yang sebelumnya dibentuk adalah koalisi pragmatis dan rapuh. Dengan kondisi ini, sekalipun partai punya wakil di kabinet, kader partai yang sama di parlemen bisa bersikap berbeda. Terutama ketika SBY mengeluarkan kebijakan tak populis.

''(Dan jika benar demikian), koalisi berdasarkan platform seperti yang didengung-dengungkan sebelumnya, hanya isapan jempol,'' kecam Burhanudin. SBY pun terindikasi mengalami defisit kepercayaan diri, sekalipun mengantongi modal politik yang sangat besar pasca Pemilu 2009.

Sebelumnya, LSI merilis hasil survei yang menyatakan 78,3 persen responden berpendapat kabinet harus diisi kalangan yang mengedepankan profesionalitas. Direktur Eksekutif LSI Dodi Ambardi mengatakan hasil survei ini melengkapi modal politik SBY dari sisi sosiopolitik, setelah Pemilu 2009 - baik legislatif maupun Presiden - memberikan kemenangan mutlak untuk SBY dan partai yang mengusungnya.

Pengamat politik J Kristiadi mengatakan hasil survei LSI harus menjadi pemacu bagi partai politik untuk memasukkan kader terbaik dan profesionalnya ke kabinet. Menurutnya, latar belakang partai politik tidak masalah, sepanjang ukuran profesionalitas yang dikedepankan.

Sementara Ketua DPP PKS Zulkieflimansyah mengatakan partainya tak mempermasalahkan masuknya partai non-koalisi dalam kabinet, sepanjang hal itu beralasan (reasonable). Bahkan, imbuh dia ekstrem, sepanjang bertujuan untuk kepentingan negara dan beralasan, partainya tak masalah jika sampai tak mendapat kursi di kabinet. Menurut dia, tantangan bangsa ini ke depan terlalu besar jika hanya mempertimbangkan kepentingan politik dan partai semata.

Meski demikian, Ketua FPKS di DPR Mahfudz Siddiq mengatakan partainya mengantongi kontrak politik dengan SBY. Hal ini menepis pernyataan dari kalangan Partai Demokrat yang menyebutkan tak ada kontrak politik yang jadi dibuat SBY dengan partai dalam koalisi.

Pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Harris mengatakan kontrak politik PKS dengan SBY ini adalah yang kedua kalinya. Kontrak pertama adalah pada Pemilu 2004, dan PKS merupakan satu-satunya partai politik yang memilikinya. ''Maka menjadi penting bagi PKS untuk memastikan SBY konsisten atau tidak dengan kontrak politik itu,'' ujar dia. Jika tak konsisten, menurut dia, terbuka kemungkinan besar PKS akan meninggalkan koalisi SBY.

Sekjen PKB Lukman Edi mengatakan tidak masalah jika partai non-koalisi bergabung di kabinet. ''Asal formulasi proporsional koalisi utama yang disusun Pak SBY tak berubah,'' kata dia. Lukman berkeyakinan - berdasarkan pengalaman 2004 - SBY akan komitmen dan konsisten memegang formulasi tersebut. ann/pur

PKS Yakin Prabowo Ogah Jadi Neolib

PKS Yakin Prabowo Ogah Jadi Neolib
Mevi Linawati Inilah.com, 7/9/09


INILAH.COM, Jakarta - PKS pesimis Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto menerima pinangan menjadi Menteri Pertanian jika benar-benar dipilih SBY dalam kabinet mendatang. Sebab, Prabowo dinilai tidak akan mau menjadi anak buah SBY.

"Saya tidak yakin, kalau Prabowo itu secara ide waktu kampanye memang berasas pertanian. Tapi saya tidak yakin dia masuk ke dalam kabinet," ujar Ketua FPKS Mahfudz Sidiq kepada INILAH.COM, Jakarta, Senin (7/9).

Mahfudz menilai Prabowo merupakan mantan cawapres yang dalam ide kampanye selalu bertentangan dengan ide SBY- Boediono. Bahkan, melabelkan SBY-Boediono sebagai penganut garis liberalisasi atau neolib. "Kalau masuk kabinet, maka mau tidak mau menjadi neolib juga dong," ujarnya.

Jabatan menteri, menurut Mahfudz, terlalu kecil bagi Prabowo. Karena apa yang diinginkan mantan Danjen Kopassus ini adalah menjadi presiden pada periode 2014. Masih ada peluang yang besar untuk Prabowo sebagai orang yang menduduki jabatan sebagai RI.

Selain itu, jika Prabowo menjadi Mentan maka akan ada degradasi level. Arti harus mau menjadi subordinat atau bawahan dari SBY.

Seandainya Prabowo memang mau menjadi Mentan, imbuh Mahfudz, maka Prabowo akan bersaing dengan kader PKS yang saat ini tengah menjabat menjadi Mentan di Kabinet Indonesia Bersatu, Anton Apriantono. "Tapi kan sampai sekarang pembicaraan menteri oleh SBY belum dimulai," pungkasnya. [mvi/bar]

Thursday, September 03, 2009

Koalisi Tak Jelas

Kompas - Kamis, 3 September 2009 | 03:14 WIB

Jakarta, Sebelum pemilu presiden, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjanjikan akan memperbaiki manajemen koalisi. Namun, setelah menang, Partai Keadilan Sejahtera menilai manajemen koalisi tidak juga menjadi jelas.

”Kalau digeledah partai-partai koalisi SBY, piagam koalisi secara definitif juga tidak clear, apakah koalisi itu hanya pencalonan atau sampai dengan pembentukan kabinet,” ujar Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq dalam Dialog Kenegaraan di Dewan Perwakilan Daerah, Rabu (2/9).

Dia mengaku sempat bertanya ke pimpinan partai politik lain. Ternyata, mereka juga merasakan kebingungan sama. ”Saya tanya Pak Muhaimin (Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa) juga tak tahu apa-apa. Parpol lain juga seperti itu. Ini ajaib, main-mainan, koalisi-koalisian,” ujarnya.

Sejauh ini PKS masih menahan diri karena sudah membuat kesepakatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai calon presiden dan juga Ketua Dewan Pembina Demokrat bahwa koalisi itu untuk penyusunan kabinet. ”Kita tinggal menunggu saja apakah SBY konsisten atau tidak,” paparnya.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Harris, juga mengaku bingung dengan manajemen koalisi Yudhoyono. ”Sebelum pemilu ada koalisi pendukung, tetapi jelang pembentukan kabinet ada penjajakan dengan Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),” ujarnya. Pendekatan seperti itu menunjukkan, pemerintahan SBY-Boediono mengabaikan mekanisme saling kontrol dan imbang yang dibutuhkan dalam sistem presidensial.

Koalisi mantap

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menegaskan, tidak ada yang gratis di dunia ini. Dalam kabinet mendatang pun partai koalisi yang masuk dalam parlemen pasti diakomodasi. ”Koalisi pening juga kalau tidak dapat apa-apa,” ucapnya.

Dia pun menjamin, hubungan Partai Demokrat dengan Golkar atau PDI-P bukan berarti meninggalkan kawan lama. ”Kalaupun Golkar dan PDI-P masuk tidak akan mengganggu koalisi,” tegasnya.

Anggota DPD dari DKI Jakarta Sarwono Kusumaatmadja berpandangan, yang harus diutamakan dalam pembentukan kabinet adalah kecakapan, loyalitas, dan punya basis dukungan kuat.

Secara terpisah, pengajar ilmu politik dari Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, mengatakan, keputusan partai yang kalah dalam Pemilu 2009, seperti PDI-P dan Partai Golkar, untuk bergabung atau menjadi oposisi terhadap pemerintahan akan menjadi ukuran utama untuk melihat idealisme partai tersebut. Keputusan itu akan menentukan masa depan mereka.

”Masalah material akan menjadi pertimbangan utama PDI-P dan Golkar jika kelak akhirnya memutuskan bergabung dengan pemerintah. Ini karena sumber pembiayaan partai di Indonesia umumnya berasal dari anggaran negara, baik yang bersifat legal dan ilegal,” kata Andrinof.

Menurut Andrinof, sumber pembiayaan partai yang legal misalnya dari adanya anggaran negara untuk bantuan keuangan partai, setengah legal misalnya dari iuran kader partai yang duduk di parlemen. Sementara sumber ilegal antara lain berasal dari uang negara di departemen.

Jadi, jika PDI-P dan Golkar memutuskan masuk ke pemerintahan, berarti pertimbangan mereka adalah praktis pragmatis. Bagi PDI-P, putusan itu juga dipastikan akan melemahkan partai karena akan ditolak oleh massa di tingkat bawah.

Hal senada disampaikan juru bicara Komite Bangkit Indonesia, Adhie Massardi. ”Oposisi nyaris tidak ada selama 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Salah satu akibatnya, terjadi pembobolan ekonomi terbesar, yaitu hampir Rp 800 triliun dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Sekarang, ketika oposisi masih lemah, muncul kasus serupa terhadap Bank Century,” papar dia. (sut/NWO)

Parpol Setor Calon Menteri

SI< Thursday, 03 September 2009
JAKARTA(SI) – Partai-partai politik pendukung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono menyatakan,telah menyetorkan nama kadernya sebagai calon anggota kabinet mendatang.


Dari berbagai informasi yang dihimpun Harian Seputar Indonesia kemarin,hampir semua parpol mitra koalisi menyetorkan minimal lima calon menteri ke SBY. Di antaranya,PartaiAmanat Nasional (PAN) mencalonkan sembilan nama, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) delapan,Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lima,dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengajukan enam calon menteri.

Adapun Partai Demokrat dikabarkan akan diwakili lima kadernya dalam kabinet mendatang. Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, PKS mencalonkan lima kadernya untuk diangkat sebagai menteri. Namun, dia mengaku nama-nama tersebut belum diserahkan ke SBY.Alasannya,dari informasi yang diterima Mahfudz, SBY akan mulai meminta nama-nama calon menteri dari partai mitra koalisi setelah 1 Oktober nanti. “Kita sudah siapkan nama-namanya. Seberapa banyak yang diminta SBY,pasti akan kita berikan.

Kalau minta tiga, kita kasih tiga, kalau minta lima, kita kasih lima. Nama itu nanti akan kita serahkan langsung ke SBY,” kata Mafudz di Gedung DPD,Jakarta,kemarin. PKS memang belum menyatakan secara resmi nama-nama yang diajukan ke SBY sebagai menteri. Tetapi, ada beberapa nama santer yang tersebut, seperti Tifatul Sembiring, Hidayat Nur Wahid, Suswono, Suharna Surapranata,Irwan Prayitno,Kemal Stamboel, Suripto, Zulkieflimansyah, dan Salim Segaf Al Jufri.

Sementara itu, Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PAN Amien Rais mengakui jika partainya mencalonkan sembilan nama. Namun, dia menolak menyebutkan nama-nama menteri yang telah diusulkan tersebut. “Banyak kader yang kompeten tidak usah disebut nanti ada satu dua yang tidak disebut,marah dia,” katanya saat menghadiri acara jumpa pers DPP PAN di Rumah PAN,Jakarta,kemarin.

Amien hanya menyebutkan beberapa kriteria seperti berasal dari unsur-unsur pengurus DPP atau pejabat eksekutif dari PAN yang kinerjanya dinilai baik dan sukses. Nama lain juga diusulkan dari kader PAN yang dinilai sukses menjabat sebagai kepala daerah.“Bisa seperti gubernur Jambi yang sukses memimpin dua kali, atau lainnya juga,”ungkapnya. Menurut Amien, sembilan nama dari PAN sifatnya adalah usulan semata. Selanjutnya SBY yang akan menentukan siapa yang akan dipilih dari nama tersebut.

PAN, lanjut dia, tidak akan memintaminta atau mendesak-desak SBY soal kabinet.Dia mengatakan,PAN tahu diri dengan posisinya dalam koalisi.“Kita sadar kita ini partner junior, jadi untuk apa mendesakdesak, meminta minta,”tegasnya. Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir menambahkan,nama-nama tersebut diajukan dengan harapanakanmenjadipertimbanganSBY untuk diangkat sebagai menteri.

“Pada hakikatnya presiden yang punya hak menentukan siapa menterinya, kami hanya mengajukankaderterbaikyangkamimiliki,” katanya di Jakarta,kemarin. Mengenai manuver partai lain, Soetrisno mengaku,tidak akan terlalu merisaukannya.Termasuk manuver Golkar dan PDIP yang dinilai banyak kalangan bisa mengurangi jatah partai peserta koalisi. Soetrisno mengaku optimistis SBY akan lebih selektif dalam memilih pembantunya.

Dia mengatakan, SBY tidak akan bisa ditekan parpol manapun. Saat ditanya apakah dirinya siap menjadi menteri, Soetrisno mengelak. “Saya mengabdi di bidang ekonomi saja, menjadi pengusaha, mengabdi di semua tempat sama saja,”kilahnya. Sementara itu,Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mencalonkan enam kader terbaiknya. Mereka yang diplot masuk kabinet yakni, Ketua Umum Suryadharma Ali, Wakil Ketua Umum Chozin Chumaidy, Ketua DPP Lukman Hakim Saifuddin,Ketua DPP Arief Mudatsir Mandan,Ketua DPP Hasrul Azwar, dan Ketua DPP Anwar Sanusi.

Namun demikian,Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz membantah telah menyodorkan nama-nama calon menteri ke SBY.“PPP belum mengajukan nama-nama kepada Pak SBY maupun Demokrat,”kata Irgan kepada SI kemarin.Caleg DPR terpilih ini juga menegaskan,dalam kontrak politik antara PPP dengan Partai Demokrat tidak pernah menyinggung soal posisi di kabinet. Irgan menegaskan,PPP menyerahkan sepenuhnya kepada SBY dalam menentukan kabinet.

Menanggapi hal itu,Wakil Ketua Fraksi Demokrat Sutan Bhatoegana menyatakan bahwa SBY tidak akan meninggalkan mitra koalisinya dalam menyusun kabinet mendatang. Dia juga memastikan SBY tetap akan mengutamakan profesionalitas dan bagaimana menjawab persoalan bangsa ke depan dari pada sekadar balas budi politik dalam membentuk kabinet nanti. (dian widiyanarko/ helmi firdaus/ahmad baidowi)

PKS Merasa Diadu dengan PDIP-Golkar

Sumutcyber- kamis, 3 September 2009 | 07:43:10
Jakarta, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI, Mahfudz Siddiq mengaku ikut atau tidaknya PKS di kabinet lima tahun mendatang sangat tergantung dari keputusan yang nantinya akan diambil oleh presiden terpilih SBY. "PKS mau dapat apa? Terserah presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono sepanjang keputusan itu sesuai kontrak tertulis koalisi di saat mengusung SBY-Boediono maupun dalam menyusun kabinet," kata Mahfudz Siddiq, dalam diskusi bertema 'Pola Perekrutan Menteri SBY: Antara Profesionalitas & Balas Budi', di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Senayan, Jakarta, Rabu (2/9).

Walaupun mengambil sikap pasrah, Mahfud Siddiq juga mengungkap beberapa perkembangan terkini tentang sikap SBY yang oleh PKS dinilai membingungkan. "Setelah SBY menang, PKS mencermati fakta yang mengarah kepada perilaku petinggi Partai Demokrat yang membuka peluang di antara partai koalisi pendukung SBY dengan PDIP dan Golkar untuk saling berhadapan," katanya.

Meski itu dinilai aneh, lanjut Mahfud, tapi internal PKS tidak akan merasa terganggu dengan perilaku seperti itu. Pegangan kami adalah Piagam Koalisi yang memuat setidaknya 10 butir komitmen di antara sesama koalisi pendukung dalam koalisi pencalonan SBY jadi presiden dan penyusunan kabinet. "Hingga kini PKS lebih dalam posisi menunggu, apakah SBY konsisten dengan Piagam Koalisi yang dia tandatangani itu atau mengkhianti piagam tersebut," tantang Mahfud Siddiq.

Dia katakan, pihaknya mengingatkan SBY bahwa dahulu pernah berjanji akan memperbaiki sistem tata negara kita yang selama ini berjalan tidak sebagaimana mestinya. Termasuk membenahi sistem koalisi partai pendukung pemerintah dan oposisi yang terdapat di parlemen.

Di tempat yang sama, Sekretaris Fraksi Demokrat DPR, Sutan Batughana menegaskan bahwa koalisi 24 parpol pendukung SBY-Boediono masih tetap utuh dan berjalan secara baik dan tidak usah ada keraguan terhadap sikap SBY di masa datang. "Saya yakin, SBY pasti akan memintakan nama-nama dari parpol koalisi untuk duduk di kabinetnya. Peninglah rekan-rekan kita itu jika aspirasinya tidak diakomodasi oleh presiden terpilih," ujar Sutan Batughana.

Dia juga mengungkap prinsip-prinsip transaksional dalam fenomena politik Indonesia akhir-akhir ini. "Tidak ada yang gratis di dunia ini. Saya saja di saat proses pemilu legislatif juga tidak ada yang gratis. Rakyat mau memilih kita apabila keinginannya tidak kita penuhi terlebih dahulu," tegasnya.

Presiden terpilih, lanjutnya, pasti akan melihat porsinya masing-masing. Demikian juga halnya dengan acuan untuk menentukan anggota kabinet. SBY pasti pasti akan memberlakukan prasyarat yang lebih komprehensif seperti profesionalitas, gender, RAS dan keterwakilan wilayah dalam kabinetnya. "Kecuali untuk posisi menteri yang benar-benar membutuhkan keahlian khusus seperti Menteri Keuangan, Menneg BUMN dan Menteri ESDM." (fas/JPNN)

PKS Minta SBY Konsisten dengan Kontrak Politik

Elvan Dany Sutrisno - detikNews, Rabu, 02/09/2009 17:43 WIB
Jakarta - Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan bahwa PKS memiliki kontrak politik ganda dengan SBY. Saat ini PKS sedang menunggu konsistensi SBY.

"Kontrak koalisi antara PKS dengan Pak SBY ada dua. Kontrak pencalonan jika Pak SBY menang dan kontrak posisi di kabinet," ujar Mahfudz dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2009).

Kontrak politik ini membuat PKS merasa tenang. Sebab, salah satunya berisi kontrak komposisi kabinet dari PKS.

"Kita tinggal menunggu apakah Pak SBY konsisten dengan kontrak koalisi atau tidak. Alhamdulilah kalau Pak SBY konsisen, Astagfirulloh kalau sebaliknya," imbuh Mahfudz sembari tersenyum.

Mahfud pun membeberkan apa saja kontrak politik tersebut. Satu kontrak diketahui semua parpol pendukung SBY dan mengenai komposisi kabinet masih rahasia.

"10 agenda yang ditandatangani seluruh partai koalisi bersikap terbuka disebut Piagam Koalisi. Satu lagi kontrak koalisi termasuk komposisi kabinet. Ini masih rahasia," beber Mahfudz.

Kontrak politik semacam ini menurut Mahfudz paling aman. Partai lain disebut Mahfudz kurang detail memikirkan kontrak koalisi. "Orang berkoalisi seperti suami-istri kok tidak jelas kontraknya, seperti koalisi-koalisian," kata Mahfudz.


PKS Minta Yudhoyono Hargai Kontrak Politik

Rabu, 02 September 2009 | 15:54 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghormati kontrak politik yang telah ditandatangani antara partainya dengan Demokrat. "Kontrak politik itu persetujuan bersama. Atas dasar itu kami berjuang untuk SBY," kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq dalam diskusi "Pola Perekrutan Menteri" di Gedung Dewan Perwakilan Daerah, Rabu (02/09).

Partai Keadilan Sejahtera, kata Mahfudz, telah menandatangai dua kontrak politik dengan Demokrat. Salah satunya kontrak politik koalisi yang juga ditandatangani oleh partai-partai peserta koalisi lainnya. "Isi kontrak (terkait) kebijakan pemerintahan," katanya.

Kontrak lainnya, Mahfudz melanjutkan, adalah kontrak politik yang bersifat tertutup. Kontrak politik ini ditandatangani partainya dengan Partai Demokrat. Namun, Mahfudz enggan menyebutkan isi kontrak tersebut. "Soal power sharing," kata Mahfudz, singkat. Meski begitu, ia tak mau menyebutkan soal berapa kursi kabinet yang akan diperoleh partainya jika pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono memenangi pemilihan.

Dengan kontrak politik tersebut, menurut Mahfudz, pihaknya tak risau ketika Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok mengatakan upaya Demokrat mendekati PDI Perjuangan dan Golkar untuk menekan partai koalisi. "Kami tenang-tenang saja," kata Mahfudz.

Namun, ia mengingatkan agar Presiden Yudhoyono konsisten dengan kontrak politik yang telah ditandatangani. Jika tidak, kata Mahfudz, "Kami akan bersuara keras."

Di tempat yang sama, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris mengingatkan agar Partai Keadilan Sejahtera bersiap-siap untuk kecewa dengan kontrak politik tersebut. Sebab, kata Syamsuddin, "SBY kan wataknya ingin memuaskan semua pihak."

Kontrak Jelas, PKS Persilakan PDIP Masuk Koalisi
Maria Ulfa Eleven Safa - Okezone, Kamis, 3 September 2009 - 03:09 wib

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak khawatir dengan rencana masuknya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar ke koalisi Partai Demokrat.

Sebagai partai peserta koalisi, PKS hanya menunggu realisasi kontrak politik yang ditekennya dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"PKS tenang-tenang saja, karena kontrak kita dengan Pak SBY jelas, yaitu kontrak pencalonan ketika SBY menjadi capres dan di parlemen," ujar Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq dalam dikusi bertema Pola Perekrutan Menteri SBY: Antara Profesionalitas dan Balas Budi di Gedung Dewan Perwakian Daerah (DPD), Senayan, Jakarta, Rabu (2/9/2009).

Jadi, kata Mahfud, ketika partai lain meributkan soal jatah pembagian kursi di parlemen dan kabinet, PKS tetap santai. "Kita tunggu saja apakah Pak SBY konsisten atau tidak dengan kontrak itu, kalau konsisten ya kita bisa tahlilan bareng-bareng, kalau tidak konsisten kan kita bisa bersuara lebih keras," paparnya.

Kontrak antara PKS dan SBY terdiri dari dua kontrak, yakni kontrak terbuka dan kontrak tertutup. Kontrak terbuka terdiri dari 10 agenda kerja yang akan dilakukan SBY jika menjadi pemenang Pemilu Presiden 2009 dan kontrak tertutup yang terdiri dari power sharing di kabinet.

"Untuk yang tertutup ini saya nggak bisa cerita dan membuka di sini karena itu baru kelihatan setelah kabinet terbentuk. Kalau sesuai kontraknya ya kita ucapkan alhamdulillah, kalau tidak sesuai ya kita ucapkan astagfirullah," tandasnya. (lam)

Tuesday, September 01, 2009

Dewan Targetkan 22 RUU Selesai dalam Satu Bulan

Senin, 31 Agustus 2009 | 19:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Rapat Konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi, pimpinan komisi, dan pimpinan panitia khusus memutuskan 22 rancangan undang-undang akan diselesaikan dalam satu bulan ke depan. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, mengatakan, paling lambat 22 rancangan itu sudah disahkan pada 30 September.

“Targetnya seperti itu, realisasinya bisa pas atau kurang,” kata Mahfudz saat dihubungi, Senin (31/8).

Menurut dia, rancangan undang-undang yang ditargetkan selesai antara lain soal pengadilan tindak pidana korupsi, kearsipan, dan pos. Tapi, jumlah rancangan undang-undang yang tak bisa diselesaikan lebih banyak lagi. “Hampir dua kali lipat dari yang ditargetkan selesai,” katanya. Misalnya, Rancangan Undang-undang Rahasia Negara, dan sejumlah pemekaran daerah.

Rapat konsultasi, kata Mahfudz, memutuskan waktu yang tersisa akan dimanfaatkan secara penuh. Jika Komisi tak memiliki agenda, harus digelar rapat pembahasan undang-undang. Bahkan, hari libur Idul Fitri juga akan dipersingkat. “Hari ketiga lebaran, pembahasan sudah dimulai lagi,” ujarnya.

Para pimpinan, kata Mahfudz, optimistis pembahasan 22 rancangan bisa selesai. Apalagi, sejumlah rancangan sudah cukup lama dibahas. Bahkan, ada yang pembahasannya sudah lebih dari setahun. Tapi, penyelesaian 22 rancangan itu bergantung dari fraksi di DPR. “Kalau fraksi mampu mengorganisir anggotanya, pasti pembahasan bisa dipercepat,” ujarnya.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, mengkritik rencana DPR ini. Menurut dia, target 22 rancangan undang-undang tak lebih dari kejar target dan kejar setoran berkaitan dengan uang pembahasan. “Sudah biasa, DPR membuat target bombastis. Justru patut dicurigai, kenapa 22 rancangan itu harus selesai dalam beberapa hari ke depan,” katanya.

Pembahasan itu, dia melanjutkan, kemungkinan besar tak memperhatikan substansi undang-undang. Akibatnya, kualitas undang-undang menjadi menurun. Besar kemungkinan undang-undang tak bisa diterapkan atau dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi. “DPR masih lebih mementingkan jumlah ketimbang kualitas,” ujarnya.

Mahfudz Siddiq membantah, percepatan pembahasan ini merupakan kejar tayang. Pembahasan ini, kata dia, tetap memperhatikan kualitas dari rancangan undang-undang. Lagipula, tiap fraksi bisa memberikan penilaian sendiri terhadap kualitas rancangan yang akan disahkan. “Kalau fraksi menilai kualitas undang-undang jelek, tentu fraksi bisa menolak,” katanya.