Monday, September 28, 2009

Mengusik Kawan Lama

Sindo, Monday, 28 September 2009
LANGKAH PDIP yang akan bergabung dengan Partai Demokrat agaknya bakal terganjal sejumlah persoalan besar. Selain penolakan dari internal masing-masing partai yang kurang setuju dengan wacana itu,ganjalan terbesar justru muncul dari partai yang selama ini setia mendampingi Demokrat.


Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), empat parpol yang sudah sejak awal menyatakan dukungannya terhadap SBY justru merasa “terganggu” dengan wacana itu. Sebab, jika PDIP bergabung, apalagi ditambah dengan Golkar,maka secara otomatis jatah anggota koalisi utama bakal berkurang. Protes pun sempat dilontarkan para “kawan lama” Demokrat tersebut sesaat setelah Taufik Kiemas mengungkapkan adanya peluang berkoalisi.

Presiden PKS Tifatul Sembiring, adalah orang pertama yang melancarkan protes keras. Bahkan,Tifatul mengingatkan Golkar dan PDIP untuk menghormati jerih payah parpol koalisi.Artinya, PDIP dan Golkar diminta tidak mengambil keuntungan dari usaha orang lain. “Kalau menurut saya, Golkar dan PDIP jangan bergabung. Jangan berselancar di atas keringat orang lain. Tidak baik dan tidak etis,”tegas Tifatul saat itu. Untuk menyehatkan iklim demokrasi, Tifatul menyarankan agar Golkar dan PDIP mengambil posisi sebagai partai oposisi.

Dia berharap, kekuatan oposisi menjadi penyeimbang pemerintah. Meski demikian, dia tetap menyerahkan sepenuhnya kepada SBY dalam menggunakan hak preogratif sebagai presiden terpilih sesuai amanat Undang-Undang. “Saya menganjurkan PDIP dan Golkar menjadi oposisi agar ada keseimbangan.Tapi,mengenai kabinet sepenuhnya menjadi kewenangan SBY,”paparnya. Penegasan serupa disampaikan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq.Menurut dia, kedua parpol tersebut bisa secara bersama-sama membangun kekuatan penyeimbang di parlemen.

Sebab,selama ini, peran oposisi yang diambil PDIP tak cukup efektif karena berjuang sendirian. “Bagi PKS jauh lebih baik bila Golkar menjadi oposisi,”tegas Mahfudz. Namun, belakangan ini sikap Mahfudz justru melunak. Bahkan, pihaknya mengusulkan Kabinet Rekonsiliasi Nasional yang merangkul semua kekuatan politik di Indonesia. “Rasa-rasanya, partaipartai koalisi SBY juga tidak akan lama-lama menghabiskan energi untuk mempersoalkan apakah oposisi atau koalisi dan di luar kabinet atau di dalam kabinet,” tandasnya.

Ketua DPP PKB Marwan Ja’far juga menolak wacana tersebut.Dia bersikukuh agar Golkar dan PDIP tidak masuk dalam kabinet SBY. Menurut dia, Golkar bersama PDIP,Gerindra,dan Hanura harusnya lebih memperkuat barisan parlemen untuk menjadi kekuatan penyeimbang pemerintah.“Sebaiknya, Golkar di luar saja, memperkuat fungsi check and balance di parlemen. Pemerintah tentu memerlukan kontrol yang baik untuk mengoptimalkan kinerjanya,” tegasnya. Ketua DPP PAN Sayuti Ashatry juga menyatakan keberatan jika Golkar dan PDIP masuk dalam kabinet.

Menurut dia,jika mereka menjadi barisan pendukung pemerintah, justru akan menimbulkan persoalan baru, terutama gesekan dengan anggota koalisi.Dia menyarankan, agar PDIP tetap memainkan peran oposisi yang memberikan koreksi kepada pemerintah. “Sebaiknya PDIP konsisten menjadi oposisi pemerintah.Idealnya, dalam sistem kenegaraan harus ada partai yang berperan sebagai oposisi untuk mengkritisi kebijakan yang diambil pemerintah,” ungkapnya.

Mengenai komitmen PDIP untuk tetap kritis meski duduk di pemerintahan,Sayuti meragukannya. Sebab,menurutWakil Ketua Komisi II DPR ini, ketika sudah masuk ke lingkaran kekuasaan, maka sangat sulit bagi PDIP untuk bersikap kritis. Sayuti berpendapat,tak semua kebijakan pemerintah harus disetujui, termasuk oleh partai peserta koalisi. Karena itu, peran oposisi sangat penting untuk menjaga agar kebijakan pemerintah tidak keluar dari jalurnya. Meski demikian, PAN memaklumi jika Partai Demokrat tetap akan mengajak PDI Perjuangan berkoalisi.

“Itu memang normal, karena Partai Demokrat sebagai pendukung utama pemerintah tentu ingin merangkul semua golongan,” kata Sayuti. Kehati-hatian justru ditunjukkan PPP dalam menyikapi rencana masuknya PDIP dan Golkar dalam kabinet. Partai berlambang Kakbah ini lebih menyerahkan sepenuhnya kepada SBY.Namun demikian, Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin melihat dampak positif bagi pemerintah jika PDIP dan Golkar bergabung.

“Masalah kabinet sepenuhnya kewenangan Presiden. PPP tidak dalam posisi mencegah atau mendorong. Prinsipnya, semakin banyak yang bersama-sama akan lebih baik, lebih mudah menerapkan program kerjanya,”kata Lukman. (ahmad baidowi)

2 comments:

Anonymous said...

Ass.
Waktunya bagi para politisi da'wah untuk memperbanyak sholat istikharah. Merendahkan merendahkan diri, menundukkan hati dihadapan Allah Yang Maha Tahu. Meminta Petunjuk dan Arahan dari Allah Yang Maha Memberi Petunjuk.

Tentang kebaikan Koalisi bagi masa depan Da'wah dan Negeri ini.

Anonymous said...

Assalamu'alaikum

Situasi politik yang begitu dinamis: menguras tenaga dan pikiran, menegangkan urat leher, dan mengobok-obok emosi.

Hendaklah jadi polarisasi kekuatan, kemauan dan motivasi politisi da'wah, untuk merendahkan diri dihadapan Allah, Yang Maha Gagah, Perkasa dan Berkuasa.

Untuk meminta kemenangan atas jerih payah da'wah selama ini. Atau sekedar berharap imbalan pelepas dahaga, peneduh terik Padang Mahsyar. Harap-harap cemas, menanti perhitungan amal.

Sebagaimana rasa penasaran dan penantian yang mendebarkan : tentang masa depan koalisi dan realisasi komitmen SBY.

(Eh...terlalu kecil membandingkan Koalisi dengan Penantian Yaumil Hisab... Maaf Ustadz, ya...)