By Republika Newsroom, Minggu, 06 September 2009 pukul 15:40:00
JAKARTA -- Jika indikasi masuknya kader PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra, ke kabinet adalah benar, maka koalisi berbasis platform hanyalah isapan jempol. Yang ada hanyalah koalisi pragmatis, dan SBY terindikasi mengalami defisit kepercayaan diri.
''Kabar masuknya PDIP, Golkar, Gerindra, adalah sinyal SBY lakukan politik rekonsiliasi. Tapi juga sekaligus politik pembungkaman oposisi kritis di parlemen,'' ujar peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi, Ahad (6/9). Terutama jika PDIP dan Partai Gerindra diajak masuk ke kabinet, menurut dia SBY sudah bermain api.
Selain ada kemungkinan partai dalam koalisi menolak kehadiran partai non-koalisi dalam kabinet, kata Burhanudin, postur kabinet pun akan terlalu gemuk jika PDIP, Partai Golkar, dan Partai Gerindra masuk dalam kabinet. ''Calon menteri dari kalangan profesional non-partai politik akan sulit mendapat tempat di kabinet,'' imbuh dia.
Jika seluruh partai politik pemilik kursi di DPR masuk dalam kabinet, kata Burhanudin, membuktikan koalisi yang sebelumnya dibentuk adalah koalisi pragmatis dan rapuh. Dengan kondisi ini, sekalipun partai punya wakil di kabinet, kader partai yang sama di parlemen bisa bersikap berbeda. Terutama ketika SBY mengeluarkan kebijakan tak populis.
''(Dan jika benar demikian), koalisi berdasarkan platform seperti yang didengung-dengungkan sebelumnya, hanya isapan jempol,'' kecam Burhanudin. SBY pun terindikasi mengalami defisit kepercayaan diri, sekalipun mengantongi modal politik yang sangat besar pasca Pemilu 2009.
Sebelumnya, LSI merilis hasil survei yang menyatakan 78,3 persen responden berpendapat kabinet harus diisi kalangan yang mengedepankan profesionalitas. Direktur Eksekutif LSI Dodi Ambardi mengatakan hasil survei ini melengkapi modal politik SBY dari sisi sosiopolitik, setelah Pemilu 2009 - baik legislatif maupun Presiden - memberikan kemenangan mutlak untuk SBY dan partai yang mengusungnya.
Pengamat politik J Kristiadi mengatakan hasil survei LSI harus menjadi pemacu bagi partai politik untuk memasukkan kader terbaik dan profesionalnya ke kabinet. Menurutnya, latar belakang partai politik tidak masalah, sepanjang ukuran profesionalitas yang dikedepankan.
Sementara Ketua DPP PKS Zulkieflimansyah mengatakan partainya tak mempermasalahkan masuknya partai non-koalisi dalam kabinet, sepanjang hal itu beralasan (reasonable). Bahkan, imbuh dia ekstrem, sepanjang bertujuan untuk kepentingan negara dan beralasan, partainya tak masalah jika sampai tak mendapat kursi di kabinet. Menurut dia, tantangan bangsa ini ke depan terlalu besar jika hanya mempertimbangkan kepentingan politik dan partai semata.
Meski demikian, Ketua FPKS di DPR Mahfudz Siddiq mengatakan partainya mengantongi kontrak politik dengan SBY. Hal ini menepis pernyataan dari kalangan Partai Demokrat yang menyebutkan tak ada kontrak politik yang jadi dibuat SBY dengan partai dalam koalisi.
Pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Harris mengatakan kontrak politik PKS dengan SBY ini adalah yang kedua kalinya. Kontrak pertama adalah pada Pemilu 2004, dan PKS merupakan satu-satunya partai politik yang memilikinya. ''Maka menjadi penting bagi PKS untuk memastikan SBY konsisten atau tidak dengan kontrak politik itu,'' ujar dia. Jika tak konsisten, menurut dia, terbuka kemungkinan besar PKS akan meninggalkan koalisi SBY.
Sekjen PKB Lukman Edi mengatakan tidak masalah jika partai non-koalisi bergabung di kabinet. ''Asal formulasi proporsional koalisi utama yang disusun Pak SBY tak berubah,'' kata dia. Lukman berkeyakinan - berdasarkan pengalaman 2004 - SBY akan komitmen dan konsisten memegang formulasi tersebut. ann/pur
No comments:
Post a Comment