Jakarta (ANTARA News) - Minggu, 27 September 2009 15:33 WIB
Loyalitas Dr. Hidayat Nur Wahid MA terhadap partai yang sejak awal dibidaninya, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tidak perlu diragukan lagi.
Loyalitas terhadap partai yang merupakan representasi wujud perjuangan berjamaah itu dilakukannya sejak ikut mendirikan Partai Keadilan (PK) pada 1998. Sebagai Ketua Dewan Pendiri, Hidayat Nur Wahid langsung terlibat aktif membesarkan partai berlambang bulan sabit kembar yang kini telah berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), hingga menjadi partai menengah seperti saat ini.
Ia terpilih menjadi Presiden Partai Keadilan (PK) dalam Munas I menggantikan Dr. Ir H Nur Mahmudi Ismail MSc yang memilih mundur untuk tetap sebagai PNS. Pemilihan itu berlangsung lancar dan dalam suasana yang sejuk, tidak seperti pemilihan ketua beberapa partai yang berlangsung panas dan penuh intrik.
Sejak awal Munas, nama Hidayat memang sudah masuk dalam daftar nominasi, maka tidak mengherankan bila dalam sidang Majelis Syuro PK, ia terpilih dengan mengantongi suara lebih dari 50 persen.
Di kalangan PK sendiri, sosok Hidayat Nur Wahid sangat disegani. Ia dalam "embrio" PK adalah Ketua Dewan Pendiri. Ketika partai itu akan dideklarasikan, ia sempat didaulat untuk menduduki kursi presiden partai namun ia menolak karena merasa belum saatnya menduduki posisi itu.
Namun, dalam kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat PK sebelumnya, ustaz yang sering memberikan siraman rohani di sejumlah stasiun televisi itu tak dapat menolak permintaan untuk menjadi Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) sekaligus Ketua Dewan Syura partai.
Ia mengaku tidak pernah bermimpi akan dipilih oleh rekan-rekan untuk menjadi Presiden PK. Karena itu, ia tidak mempunyai perasaan gembira yang berlebihan atas terpilihnya menjadi Presiden PK. Ketika PK berubah menjadi PKS, ia pun kembali dipercaya secara aklamasi sebagai Presiden PKS.
Karir politik pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 8 April 1960, itu semakin cemerlang sejak terpilihnya sebagai Ketua MPR periode 2004-2009 yang dinilai sangat fenomenal, bukan hanya dalam konteks Hidayat Nur Wahid pribadi dan PKS, tetapi bahkan juga politik Islam.
Padahal, ketika itu Hidayat didukung hanya oleh kekuatan-kekuatan "minoritas" dalam DPR, fraksi-fraksi yang terdiri dari parpol-parpol "lapisan tengah" dalam jumlah kursi yang mereka peroleh dalam pemilu legislatif 5 April 2004 yang kemudian membentuk "Koalisi Kerakyatan".
Koalisi itu yang kemudian didukung sebagian anggota DPD, berhasil mengantarkan Hidayat ke posisi Ketua MPR dengan mengungguli "Koalisi Kebangsaan" yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar dan F-PDIP yang merupakan "lapisan pertama" dalam jumlah kursi yang dimiliki di DPR.
Dalam voting, Hidayat hanya unggul dua suara yakni 326 berbanding 324 untuk Sutjipto dari PDI Perjuangan, calon dari Koalisi Kebangsaan. Tugas sebagai Ketua MPR pun telah dilaksanakannya dengan baik, sebagai bukti ketaatannya dalam menjalankan amanah yang diberikan padanya.
Bintang Mahaputra pun telah diterimanya sebagai penghargaan atas rekam jejaknya sebagai Ketua MPR yang dianggap baik.
Dicalonkan lagi
Masa jabatan Hidayat sendiri sebagai Ketua MPR periode 2004-2009 akan berakhir pada akhir September 2009. Seiring dengan pemilihan ketua MPR periode 2009-2014, nama Hidayat yang terpilih kembali menjadi anggota DPR periode 2009-2014 disebut-sebut bakal menduduki jabatan itu untuk kedua kalinya.
Sekretaris Jenderal DPP PKS Anis Matta menyatakan, partainya akan mengusung kembali sosok Hidayat Nur Wahid untuk menjadi kandidat Ketua MPR RI periode 2009-2014.
"Secara internal, PKS sudah setuju dan menetapkan Hidayat Nur Wahid untuk maju kembali sebagai calon Ketua MPR periode 2009-2014," ungkap Anis.
Jika Hidayat yang saat ini menjabat Ketua MPR akan maju kembali, kemungkinan dia akan menjadi pesaing terberat Taufiq Kiemas (Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan) yang sebelumnya digadang-gadang menjadi kandidat terkuat Ketua MPR periode mendatang.
Anis mengungkapkan, pertimbangan untuk mengajukan kembali Hidayat karena anggota Majelis Syuro DPP PKS itu dianggap telah mampu memimpin dengan baik lembaga MPR periode 2004-2009. Selain itu, Hidayat juga mendapatkan bintang Mahaputra sehingga rekam jejaknya dianggap baik.
Apalagi, katanya, posisi MPR saat ini dinilai tetap mempunyai peran penting karena berwenang dalam menentukan amendemen konstitusi. Jadi, fungsi fundamental MPR masih sangat krusial meski fungsi hariannya tidak terlalu mencolok.
Anis menegaskan, pengajuan kembali Hidayat juga tidak akan terganggu dengan keinginan PDIP mengajukan Taufiq Kiemas sebagai calon Ketua MPR. "Tiap orang kan punya hak. Dan posisi Ketua MPR ini juga sifatnya kompetisi," tuturnya.
Sedangkan Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan, pengajuan nama Hidayat sebagai calon Ketua MPR sudah pernah dikomunikasikan dengan mitra koalisi, termasuk Partai Demokrat.
Saat ini, PKS memberi dua opsi bagi Hidayat, yakni sebagai Ketua MPR atau masuk dalam kabinet mendatang.
Sesuai dengan pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, jumlah pimpinan MPR terdiri dari lima orang yang terdiri dari satu ketua berasal dari DPR dan empat wakil ketua berasal dari masing-masing dua anggota DPR, dan dua anggota DPD.
Mekanisme pemilihan ketua MPR dilakukan secara terbuka dalam rapat paripurna MPR. Namun, aturan itu bisa saja berubah seandainya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan lima anggota DPD yang mengajukan uji materi Pasal tersebut. DPD menilai klusul itu bertentangan dengan UUD 1945 karena menutup peluang anggota DPD menjadi ketua MPR.
Siap laksanakan amanah
Bagi Hidayat Nur Wahid, jabatan bukanlah suatu tujuan melainkan merupakan amanah berat yang harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh.
Saat ditanya tentang sikap PKS yang kembali akan mencalonkan dirinya sebagai Ketua MPR periode mendatang, Hidayat dengan tangkas menjawab secara diplomatis.
"Saya meyakini partai sudah mempertimbangkan dengan matang. Itu hak partai," kata pria yang dikenal murah senyum dan rendah hati itu.
Ia pun menuturkan, jabatan Ketua MPR yang saat ini didudukinya bukan bagian dari keinginannya, melainkan permintaan anggota.
"Jadi kalau dicalonkan lagi, maka saya akan melaksanakan amanah itu," tegasnya.
Menanggapi adanya kesepakatan antara PKS dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Hidayat mengatakan, masalah itu dilakukan oleh pimpinan partai. Partailah yang berkomunikasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Saya tidak tahu, saya akan fokus melaksanakan tugas secara maksimal, jika memang diberi amanah itu," katanya.
Penyandang gelar Doktor dari Universtitas Islam Medinah, Arab saudi itu seolah tidak ingin menanggapi masalah itu lebih lanjut. Pria yang pada 15 April 2009 lalu baru saja bergemberia karena dikaruniai putra kembar, Daffa dan Daffi Muhammad Hidayat, dari isterinya dr. Diana Abbas Thalib.
"Tanggapan saya nanti saja setelah dilantik menjadi anggota DPR/MPR RI pada 1 Oktober 2009 mendatang. Saya akan menjawabnya setelah 30 September. Saya akan memberikan jawaban konkret terkait usulan partai ini," katanya sambil menambahkan bahwa siapa pun anggota legislatif berhak mencalonkan diri menjadi ketua MPR. (*)
1 comment:
assalamu'alaikum
Terkadang kita menaruh belas kasihan, kepada kader-kader da'wah terbaik. Yang mengemban jabatan publik. Setingkat Ketua MPR, Menteri, Gubernur, Wali Kota, Bupati, Anggota Legislatif, dll.
Diantara mereka ada yang mengikuti tradisi protokoler berlebihan. Sehingga terkesan feodalistis, jauh dari semangat egaliter. Dalam bergaul dengan kader atau masyarakat umum.
Sehingga disebagian hati-hati hanif para kader, mulai lemah jalinan cinta. Yang sebelumnya rekat dalam keseiringan, di jalan da'wah yang mulia ini.
Esok atau lusa, kita berharap para pengemban jabatan publik, dari kader terbaik. Melalukan perbaikan :
1. Keteladanan hidup sederhana
2. Meneruskan tradisi egaliter dalam bergaul
3. Menjauhkan tradisi koruptif para pemegang jabatan publik
4. Memaksimalkan Jabatan Publik untuk semaraknya Da'wah ini.
Kita orang awam, tak minta lebih, kok...
Post a Comment