Koalisi Partai Sulit Diharapkan
Senin, 23 Maret 2009 | 19:15 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi partai-partai politik dalam Pemilu 2009 tidak bisa diharapkan akan mencapai pada titik strategis. Seperti kesamaan untuk membangun sistem politik nasional yang lebih demokratis, atau kesamaan untuk menata kembali lembaga-lembaga ketatanegaraan yang memperkuat sistem presidensial, atau juga sistem ekonomi yang nonkapitalis.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Chozin Chumaidy di Jakarta, Senin (23/3). "Karena kehidupan politik saat ini sudah terjebak dalam pragmatisme politik, yang tidak memikirkan kepentingan kebangsaan, orientasinya hanya jangka pendek yaitu kekuasaan," ujarnya.
Karena tujuannya hanya kekuasaan itu, menurut Chozin, ideologi partai yang menjadi basis untuk membangun cita-cita bersama menuju tatanan masyarakat dan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal, menjadi terabaikan.
"Maka dapat dipahami kalau partai-partai Islam atau yang berbasis Islam sulit untuk berkoalisi, walaupun memiliki ideologi dan platform politik yang sama," ujarnya.
Kondisi yang sama, menurut Chozin, juga dialami partai-partai nasionalis atau kebangsaan dan sekuler. Partai nasionalis juga sulit berkoalisi untuk mencapai kesepahaman dalam mencita-citakan tatanan masyarakat yang ideal atas dasar kesamaan paham ideologinya.
Chozin menawarkan, itu sebabnya parpol memang harus merestrukturisasi diri dan jumlah partai yang besar perlu dikurangi dengan sistem multipartai sederhana. Langkah kedua, parpol juga harus meninjau ulang ideologinya.
"Reideologisasi partai politik, agar partai dapat mengimplementasikan cita ideal tatanan masyarakat dalam kehidupan politik, ekonomi, keamanan dan peradaban.
Secara terpisah, Ketua Tim Pemenangan Pemilu Nasional Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq mengatakan, Pemilu 2009 harus menghasilkan parlemen yang reformatif . Dengan demikian, kepercayaan masyarakat pada partai politik akan membaik. Dan kalau itu bisa diwujudkan maka pemerintahan koalisi yang baik juga akan lebih mudah dibentuk.
"Itu sebabnya, anggota legislatif yang sungguh-sungguh punya komitmen anti-korupsi dan representasi kepentingan rakyat banyak, perlu diberikan kesempatan untuk tampil," ujarnya.
Ke depan, menurut Mahfudz, sistem kerja parlemen yang transparan, partisipatif dan memiliki prioritas pembangunan jelas harus menjadi prioritas. Itu sebabnya, pola relasi kekuasaan yang seimbang antara legislatif dan eksekutif, berdasarkan prinsip check and balance juga harus dipikirkan secara serius.
"Ancaman terbesar terwujudnya parlemen yang reformatif pada Pemilu 2009 adalah biaya politik yang tinggi yang dikeluarkan para caleg, dan banyaknya partai peserta pemilu yang sebagian besarnya akan ada di luar lingkaran kekuasaan eksekutif. Sehingga motif untuk membuyarkan impian bangunan demokrasi dengan prioritas ideal tersebut sangat besar. "Solusinya, kekuatan-kekuatan reformatif harus bersatu padu menyatukan kesepahaman dan komitmen, dan menjadi embrio koalisi besar pada pilpres dan pada pembentukan pemerintahan," ujarnya.
No comments:
Post a Comment