Indopos. Sabtu, 19 Jan 2008,
SBY Lamban Putuskan Syamsul
Mahfudz Siddiq: Mubazir Rapat Konsultasi Pemerintah-DPR
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai lamban memutuskan status keanggotaan Syamsul Bahri di Komisi Pemilihan umum (KPU). Karena itu, menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq, rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR yang membahas masalah tersebut Kamis (17/1) malam sia-sia. "Mubazir rapat itu," ujar Mahfudz di Jakarta kemarin (18/1).
Dia menilai rapat itu tidak efektif karena tidak menghasilkan solusi apa pun. "Jika hasilnya masih begitu-begitu saja, seharusnya tidak perlu forum sebesar itu," tambahnya.
Mahfudz juga menilai, pembahasan nasib Syamsul Bahri terlalu sempit kalau harus dibicarakan dengan peserta rapat yang begitu lengkap. Selain Presiden SBY, saat itu hadir Wapres Jusuf Kalla serta beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu.
Seluruh pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan pimpinan komisi II juga mengikuti rapat konsultasi tersebut. "Meski bukan satu-satunya agenda, fokus utamanya tetap di Syamsul Bahri. Jadi, menurut saya, itu memang kurang tepat," tegasnya.
Rapat konsultasi tanpa hasil signifikan seperti yang dilakukan Kamis (17/1) malam itu bukan yang pertama. Rapat konsultasi dengan agenda sama, membahas kejelasan nasib Syamsul Bahri, pernah dilakukan di Istana Negara pada 29 November 2007.
Pada rapat yang berlangsung tertutup selama tiga jam lebih itu, penyelesaian masalah Syamsul masih menunggu putusan hukum di pengadilan tingkat 1 (PN). Diperkirakan, kepastian hukum tersebut keluar pada Maret 2008.
"Saya sulit memahami kenapa bisa berbelit-belit seperti ini. Padahal, semua urusan itu tinggal menunggu ketegasan presiden," ungkap Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti. Menurut dia, energi dan waktu pemerintah dan DPR telah terkuras untuk urusan Syamsul Bahri tanpa penyelesaian yang nyata.
"Saya memahami ada kekosongan hukum, tapi di sinilah seharusnya presiden bisa mengambil peran lebih besar," tegasnya. Dia menyatakan, banyak agenda terkait kesejahteraan rakyat yang menunggu perhatian pemerintah dan DPR. Misalnya, soal kelangkaan kedelai atau yang lainnya. "Bisa dibayangkan, lima menteri sudah diajak untuk ikut membahas, tapi hasilnya tetap tidak ada," tambahnya.
Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyerahkan sepenuhnya penyelesaian masalah Syamsul Bahri ke pemerintah dan DPR. Menurut anggota KPU Endang Sulastri, selama ini, para anggota sudah menyesuaikan pembagian kerja sebagai dampak kekosongan satu kursi tersebut. "Pekerjaan tinggal kami bagi enam saja," ujarnya.
Karena itu, kata Endang, pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan keputusan mengambang antara pemerintah dan DPR dalam rapat konsultasi sebelumnya. "Tidak masalah kalau masih harus menunggu proses hukumnya selesai. Kinerja KPU tidak akan terganggu," tandasnya.
Bahkan, lanjut Endang, kalau pemerintah dan DPR memutuskan untuk mengganti Syamsul dengan calon lain, KPU tidak akan terpengaruh. Sebab, menurut dia, wewenang pengisian anggota KPU yang kosong memang berada di tangan pemerintah dan DPR. "Siapa pun akan kami terima, asal bisa bekerja sama dengan baik saja," tambahnya
Respons positif atas hasil pertemuan antara pemerintah dan DPR itu masih muncul dari beberapa anggota DPR. Mereka sepakat menunggu keluarnya putusan pengadilan atas kasus dugaan korupsi yang melilit dosen Universitas Brawijaya tersebut.
"Awalnya, FPPP memang ingin langsung dilakukan penggantian. Tapi, setelah mendengar komitmen presiden, kami bisa memaklumi," kata Ketua FPPP Lukman Hakim Syaifuddin di Jakarta kemarin (18/1).
No comments:
Post a Comment