Tuesday, January 15, 2008

Golkar Ingin Peningkatan Syarat Capres

Republika, Kamis, 03 Januari 2008

Golkar Ingin Peningkatan Syarat Capres

PDIP mengingkan syarat capres sesuai UUD 1945 saja.

JAKARTA - Partai Golkar menginginkan syarat calon presiden di Undang-Undang Pemilihan Presiden (Pilpres) mengalami peningkatan. Meski begitu Golkar tidak ingin terjadi banyak perubahan di undang-undang pilpres tersebut.

Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Agung Laksono. Secara umum, menurut dia, Golkar menginginkan tidak terlalu banyak perubahan di RUU Pilpres. `'Kalaupun ada perubahan kami menginginkan agar ada peningkatan dari waktu ke waktu,'' kata Agung, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (2/1).

Dijelaskannya, Golkar tidak sepakat kalau syarat calon presiden (capres) justru mengalami penurunan.`'Jangan SMA turun ke SMP, turun ke SD. Tapi harus ada progress,'' ungkap Agung. Namun demikian, lanjut dia, Golkar masih perlu membahas secara detail usulan mereka atas RUU Pilpres.

Anggota Fraski Partai Golkar yang terlibat dalam pembahasan RUU Pilpres, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan kalau partainya tidak akan mengusulkan perubahan atas syarat capres di RUU Pilpres mendatang. `'Kita tidak ingin ada kesan menghambat seseorang yang ingin maju di Pilpres 2009,'' katanya.

Dalam RUU Pilpres mendatang, jelas dia, Golkar justru lebih memprioritaskan perbaikan pada mekanisme pemilihannya saja. Mulai usul menaikkan syarat dukungan dalam pencalonan capres oleh parpol, serta sumber dana kampanye. Salah satunya usulan menaikkan syarat dukungan dari 15 persen menjadi 30 -35 persen.

Menurut Ferry, dalam hal usulan syarat capres adalah `sehat dan mampu' seperti yang diusulkan pemerintah, maka masalah itu nantinya tetap ada pengaturan. Dijelaskannya, persoalan kesehatan tidak sebatas adanya cacat fisik saja. `'Bagaimana misalnya kalau orangnya gampang stres? Kan juga repot kalau ternyata orang seperti itu sampai menjadi presiden.''

Penentuan sehat dan mampu itu, lanjut Ferry, nantinya diserahkan pada lembaga yang memiliki otoritas di wilayah tersebut. Sebab, kondisi sehat seseorang itu ada ukurannya, baik dalam hal cacat fisik maupun sakit tertentu. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq, mengatakan usulan syarat pendidikan, umur, maupun sehat secara fisik, seharusnya tidak dimaknai sebagai pembatasan. Langkah-langkah itu semestinya dipandang sebagai upaya untuk mencari format memimpin yang baik.

''Kalau memang pembatasan-pembatasan seperti itu dianggap tidak perlu, semestinya hal-hal lain juga tidak perlu diatur agar tidak ada pembatasan. Semua umur boleh dicalonkan sebagai presiden. Begitu pula orang yang mengalami gangguan jiwapun boleh menjadi calon presiden, kalau memang ketentuan-ketentuan itu dipandang sebagai pembatasan,'' katanya. Gagasan PKS menaikkan syarat pendidikan capres menjadi sarjana, menurut Mahfudz, didorong keinginan meningkatkan kualitas sekaligus simbolisasi keinginan meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat. `'Kalau kita ingin meningkatkan pendidikan kita, semestinya itu tercermin dari presiden kita.''

Disinggung tentang tidak adanya jaminan presiden dari sarjana bisa memimpin negeri ini lebih baik, Mahfudz, mengatakan kalau memang sarjana saja tidak ada jaminan, apalagi kalau pendidikannya di bawah sarjana. ''Bagaimanapun juga pendidikan formal akan lebih membentuk struktur berpikir, maupun hal yang bisa dijadikan parameter kemampuan,'' ujarnya.

Sesuai konstitusi
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Tjahjo Kumolo, menyatakan tidak sepakat dengan usulan menaikkan syarat pendidikan menjadi minimal sarjana. Dijelaskannya, tingkat pendidikan formal tidak bisa dijadikan parameter mengukur kemampuan memimpin. '' Akan lebih baik kalau syarat capres mengacu saja pada ketentuan di UUD 1945. Syarat calon presiden cukup diusung oleh partai politik, berbadan sehat, dan bisa baca tulis,'' katanya.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FKB) DPR, Effendy Choirie, menuding syarat sarjana dimaksud untuk mengganjal calon tertentu. Dia melihat syarat yang ada saat ini sudah cukup baik dan perlu diubah lagi. ''Kalau terus dipersoalkan justru dikhawatirkan akan menjadi polemik berkepanjangan.'' n dwo

No comments: