Tuesday, December 30, 2008

PKS: Koalisi Pilpres Terlalu Sempit

29/08/2008 - 19:21
PKS: Koalisi Pilpres Terlalu Sempit
Samsul Maarif

INILAH.COM, Jakarta - Koalisi partai untuk Pilpres 2009 dipandang Ketua Fraksi FPKS Mahfudz Siddiq sebagai wacana sempit. Menurutnya, masih ada yang terpenting. Apa itu?

Menurut Mahfudz, PKS belum terpaku pada capres dan cawapres. Saat ini yang terpenting, kata Mahfudz, adalah agenda-agenda strategis bangsa ke depan. Dan sikap PKS jelas, koalisi Pilpres setelah Pemilu legislatif 2009.

"Memang 2009 tidak akan ada satu parpol pun yang akan jadi mayoritas walaupun mayoritas sederhana. Partai yang bisa dapat 30 persen itu sangat luar biasa. Sehingga kalau kita mengacu pada agenda pembangunan maka ada potensi membangun koalisi yang lebih permanen apapun istilahnya. Tapi jangan hanya sebatas koalisi pilpres saja karena ruangnya terlalu sempit," kata Mahfudz.

Hal itu dikatakan dia saat diskusi bertema Koalisi Permanen Menjelang 2009 di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/8).

Mahfudz menjelaskan, saat ini bukan saatnya membicarakan koalisi yang bertujuan menuju pilpres ataupun cawapres. Sebab jika berbicara koalisi capres, setiap partai sudah mempunyai calon sendiri. Dan dijamin kesepakatan tidak akan terjadi sampai kapanpun.

Oleh karena itu, dia mengungkapkan upaya strategis koalisi lebih efektif bila menemukan kesepakatan untuk rencana yang lebih strategis semisal agenda bersama dalam penguatan di lembaga legislatif dan dukungan rakyat.

"Bagaimana mau koalisi kalau masing-masing punya calon sendiri? jadi kalau mau ya tinggalkan dulu kalau tidak sampai kiamat juga tidak bakal terwujud. Jadi yang efektif itu bagaimana upaya lebih strategis ini harus jelas dasarnya," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Mahfudz juga menegaskan jika sikap PKS akan menentukan koalisi capres maupun cawapres setelah hasil pemilu legislatif diketahui. Berdasarkan itu, dia mengungkapkan peta kekuatan suatu partai dapat terlihat.

"PKS akan bicarakan koalisi pilpres setelah Pemilu legislatif 2009, ibarat kalau kita mau jalan sama-sama petanya sudah jelas duluan," tuturnya.

Menanggapi adanya rencana revisi UU No 10 tahun 2008 pasal 214 oleh sebagian partai yang dulunya menentang dan sekarang mendukung, Mahfudz menyatakan ini merupakan tindakan inkonsistensi partai dalam mengawal jalannya pemilu 2009.[L8]

2 comments:

Anonymous said...

Tadz....

kelihatan sekali kl partai anda tidak memihak rakyat... terlihat do koment anda di

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/12/29/NAS/mbm.20081229.NAS129120.id.html

salam

Unknown said...

Anismisme & Gusdurisme: Evaluasi Sebuah Fase Da’wah di Suatu Negeri
Mukadimah
Tulisan ini tidak membahas seorang individu melainkan fenomena yang melanda segelintir orang, namun karena mereka berada pada level strategis maka efek yang ditimbulkan sangatlah besar. Tulisan ini merupakan salah satu evaluasi terhadap sebuah Gerakan Da’wah yang menginjak fase mihwar siyasi di Indonesia. Allohuma inna na’uzubika min annusyrika bika syai’an na’lamuhu wanastaghfiruka lima la na’lamuhu.
Salah satu Rujukan Anismisme
Anismisme adalah pemikiran ust AnisM dalam buku 'Dari Qiyadah untuk Para Kader'. Salah satu artikel dalam buku itu membahas Pandangan Islam terhadap Harta, artikel ini juga disampaikan dalam ceramahnya di Riau dimana rekaman dan artikel ceramah tersebut sudah beredar di beberapa blog internet. Bab ini tidak bermaksud menghakimi sebuah pemikiran dari AnisM melainkan mencoba mengambil hikmah atas pemikiran yang telah menjadi legitimasi sejumlah orang untuk melakukan berbagai manuver. Artikel tersebut sudah banyak dikritisi para asatidz, diantaranya ustadz Daud Rasyid dan Farid Nu’man. Berikut ini beberapa point yang sering disoroti:
“Kalau kita melihat mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik-baik lalu berdoalah … saya lewat di depan sebuah rumah besar halamannya luas. Saya usap-usap itu temboknya. Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya.”
“Apabila saudara antum punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan tanya uangnya dari mana. Jangan tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap-usap mobilnya.”
“Saya pernah naik private jet punya Abu Rizal Bakrie waktu itu jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah di rumahnya. … Enak juga naik private jet. Saya berdo'a juga disitu. Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga saja kita pinta apalagi seperti ini. … Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang, Saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu paling enak di muka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak.”
“Muraqib Am ditanya oleh kader … “Ustadz Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju semuanya.” Di jawab oleh Ustadz Hilmi mereka tidak borju cuma menyesuaikan penampilan dengan lingkungan pergaulannya.”
“Saya punya 1 halaqah anak-anak LIPIA. Mereka dari kampung, dari pesantren semuanya. Saya tahu mereka ini membawa background, psikologi orang kampung. Saya tanya nanti setelah selesai dari LIPIA mau kemana? Mereka bilang InsyaAllah kita mau pulang kampung mengajar Bahasa Arab di Ma'had. Suatu hari saya ajak mereka, hari ini tidak ada liqa', tapi saya tunggu kalian di Hotel Mulia. Mereka datang pakai ransel diperiksa lama oleh security. Karena penampilannya sebagai orang miskin dicurigai membawa bom. Saya lihat dari atas. Itu masalah strata, kalau antum datang pakai jas dan dasi tidak ada yang periksa antum di situ. Kira-kira 2 jam mereka saya suruh di situ, mondar-mandir di lobby. Minggu depan saya tanya apa yang antum lihat disana. Orang lalu lalang, jawab mereka. Saya tanya, apakah ada satu orang yang lalu lalang yang antum lihat yang mukanya jelek, dia bilang tidak ada. Semuanya ganteng-ganteng semuanya cantik-cantik. Jadi ada korelasi antara wajah dan kekayaan, Makin kaya seseorang makin baik wajahnya.”
“Sering-seringlah datang ke tempat-tempat mewah … Jadi antum kalau punya waktu-waktu kosong jalang-jalanlah ke mall, lihat-lihat orang kaya tidak usah belanja, lihat-lihat saja dulu, memperbaiki selera. Datang ke showroom mobil, datang ke pameran mobil, lihat-lihat pegang-pegang. … Bergaullah dengan orang kaya.”
“Orang seperti Bill Gates punya kekayaan lebih dari 500 Trilyun. Itu hampir sama dengan 1 tahun APBN Indonesia. Orang seperti George Soros itu bisa memiskinkan 200 juta penduduk Indonesia. … Maka kita perlu memahami bahwa ada tiga panggung: panggung negara, panggung civil society dan panggung pasar. Dari 3 panggung ini, pasarlah yang mempunyai mekanisme bekerja paling efektif apabila dibandingkan mekanisme negara maupun mekanisme civil society. Itu sebabnya negara mengalami reduksi pada otoritas-otoritasnya disebabkan oleh tekanan pasar. … Kita lihat daerah kekuasaan kita, dakwah ini ke depan hanya bisa menekan, menguasai, mengendalikan situasi kalau kita punya orang yang terdistribusi secara merata, memimpin negara, memimpin civil society, dan memimpin pasar.”
Seorang dai harus mewarnai umatnya dengan sibghatullah bukan malah terwarnai. Ketika manusia menjadikan kekayaan sebagai orientasinya maka mereka dapat menghalalkan semua cara agar kaya, membelanjakan dengan bermewah-mewah, dan memandang hina orang miskin. Harta adalah alat penunjang kehidupan dan dibutuhkan dalam perjuangan. Islam diturunkan bukan untuk mengajari mencintai harta. Hanya syetan yang mengajarkan cinta harta. Tanpa diajaripun, harta secara naluri sudah dikejar manusia. Kedatangan Al Qur'an untuk mengingatkan manusia bahwa harta dapat melalaikan manusia dari Allah dan melupakan tujuan hidupnya yang hakiki, yakni akhirat. “Apakah kamu lebih suka pada kehidupan dunia ketimbang akhirat, maka tidaklah kesenangan hidup dunia di akhirat melainkan hanya sedikit” (At Taubah: 38). “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (At Takaatsur: 1). Yang seharusnya diajarkan kepada manusia adalah bagaimana mendapatkan harta dengan cara yang benar, dan bagaimana mengelola harta dengan cara yang benar agar tidak berubah menjadi fitnah.
Tidak ada ayat atau hadits yang menggesa manusia untuk mengejar harta dan kenikmatan dunia, apalagi dengan mengatakan "jangan tanya darimana sumbernya". Ucapan itu biasa muncul dari golongan 'Ahlud Dunia' yang menutup mata terhadap subhat dan halal-haram. Saat Abu Hurairah ra diangkat menjadi wali (gubernur), beliau memiliki tabungan harta yang banyak. Mendapatkan informasi tentang hal itu, Amirul Mukminin Khalifah Umar bin al-Khaththab ra memanggil sang Gubernur ke Ibukota Negara Khilafah, Madinah. Sesampai di Madinah al-Munawwarah, Khalifah Umar ra berkata kepada sang Gubernur: “Hai musuh Allah dan musuh Kitab-Nya! Bukankah engkau telah mencuri harta Allah?” Gubernur Abu Hurairah ra menjawab: ”Amirul Mukminin, aku bukan musuh Allah dan bukan pula musuh Kitab-Nya. Aku justru musuh siapa saja yang memusuhi keduanya. Aku bukanlah orang yang mencuri harta Allah.” Khalifah Umar ra bertanya kepadanya: ”Lalu dari mana engkau mengumpulkan harta sebesar 10.000 dinar itu?” Abu Hurairah ra menjawab: ”Dari untaku yang berkembang pesat dan dari sejumlah pemberian yang berturut-turut datangnya.” Khalifah Umar ra berkata: “Serahkan hartamu itu ke Baitul Mal kaum Muslim.” Abu Hurairah ra segera memberikannya kepada Baitul Mal. (Abdul Mu'im Khafaji, Al-Islam wa an-Nazhariyyat al-Iqtishadiyyah. Beirut: Daar al-Kitaab al-Lubnani, 1973).
Tidak ada perintah untuk kaya, yang ada adalah memberi. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali 'Imran: 92). Memberi tidak berarti harus menjadi kaya. Dari Abu Hurairoh bahwa Rasululloh saw pernah ditanya: sedekah apa yg paling mulia? Beliau menjawab: sedekah orang yang tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas orang yang banyak tanggungannya (HR Ahmad dan Abu Dawud, shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim).
Tidak ada perintah untuk kaya, yang ada adalah peringatan agar jangan terpesona oleh kemewahan orang kaya. “Karun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar". Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar".” (Al Qashash: 78-80).
Allah melarang hamba-Nya melirik kekayaan orang lain. “Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendahdirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Al Hijr: 88). Memperhatikan kesenangan orang lain, kemudian menginginkan kekayaan yang dimiliki orang lain, berdasar perspektif Qurani adalah perbuatan tercela dan merusak muru'ah. Kalau ada orang menceritakan dirinya mendambakan punya rumah mewah, kendaraan mewah, atau apa saja yang menyenangkan dari dunia, sebenarnya dia sedang menceritakan kelemahan dirinya, sekaligus menyingkap keruntuhan ma'nawiyahnya di hadapan orang lain. Apa lagi mengelus-ngelus mobil mewah dan rumah orang.
Kalau dibiarkan berlarut-larut, bukan tak mungkin manusia mengganti Tuhannya dari Allah menjadi hawa nafsu. Mengganti alhaq menjadi albatil. Terjemahannya dalam politik praktis: mengganti calon kepala daerah yang soleh tapi dananya terbatas, dengan calon yang koruptor asal uangnya banyak. Seperti logika yahudi yang meremehkan orang miskin menjadi pemimpin. “Nabi mereka mengatakan kepada mereka, Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu. Mereka menjawab, Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak? Nabi berkata, Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 247).
Jika pola pikir seperti ini tak pantas ada pada mukmin biasa, apalagi pada level seorang pemimpin (qiyadah). Seharusnya nasihat seorang pemimpin yang istiqomah ialah seperti nasehat Nabi saw kepada shahabatnya, Rasululloh saw bersabda: Demi Alloh, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka (HR Muslim). Nabi saw lebih khawatir umat ini terkena bahaya harta dan dunia daripada bahaya kekurangan dan kemiskinan.
Kompas.com pada Agustus 2008 memberitakan ‘Gara-gara Rp 20.000, Balita Meninggal.’ Balita itu bernama Nazar (anak dari Syafaruddin, Ketua Ranting PKS Barabaraya) meninggal di Puskesmas Barabaraya, Makassar. Nazar terlambat mendapat penanganan medis karena orangtuanya tidak sanggup menyiapkan Rp 20.000 untuk jasa medis di tempat tersebut. Sementara ada ikhwah da'iyah yang hidupnya lebih dari cukup. Itu baik dan tidak masalah, karena kita pun tidak membahas sepatu dan jam tangan yang harganya jutaan. Namun jadi masalah jika ia mengiklankan kemewahan, mengilustrasikan keunggulan mewah dan bukan sekedar bercerita kekayaan. Ia hiasi dengan berbagai dalil dan alasan untuk melegitimasi perilakunya sendiri. Membicarakan pentingnya kaya, harta, kemewahan, dengan alasan maslahat da'wah dan sebagainya, karena ia sudah merasakannya. Kenapa hal itu tidak disampaikan di masa lalu ketika keadaan dia belum seperti sekarang. Alangkah baiknya jika kita diajarkan bagaimana menjadi hamba yang bersyukur terhadap kekayaan, bersabar atas kesulitan, agar kita menjadi pribadi yang mukhlis, bukan pribadi yang mengikuti kedudukan dan status sosial.
Islam tidaklah menganjurkan malas dan miskin. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al Qashash: 77). Nabi saw punya rumah untuk berteduh, kendaraaan untuk berda’wah, baju zirah dan pedang untuk berperang. Nabi memilih yang sesuai kebutuhan dan tidak sekedar memenuhi keinginan. Sunnah Nabi kita ialah kaya tapi memilih untuk menyumbangkannya demi kejayaan Islam dan bukan mempertontonkannya dan bermewah-mewahan. “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al Israa': 18).
Khadijah seorang wanita kaya, kekayaannya ia gunakan untuk perjuangan suaminya, bukan dihabiskan untuk kenikmatan hidup. Jangan sekedar melihat besarnya mahar ketika mereka berdua nikah, tetapi lihatlah buat apa dan dikemanakan mahar tersebut, mahar tersebut tidak mengubah Rasulullah menjadi laki-laki yang mewah. Mayoritas sahabat yang mubasyiruna bil jannah adalah orang kaya. Orang kaya yang bersyukur lebih utama dari orang miskin bersabar. Rasulullah saw pun berdoa berlindung dari kekafiran dan kefaqiran. Namun hakikat kekayaan adalah kaya jiwa. Kaya bukanlah mewah, walau ia bersumber dari satu hal yang sama yakni harta, tetapi ia berbeda secara nilai yakni mentalitas. Mentalitas aji mumpung; mumpung ada, mumpung menjabat, mumpung dekat dengan orang kaya. Rasulullah saw memegang kunci-kunci kekayaan, jika ia mau mudah sekali mendapatkannya. Tetapi ia amat sederhana.
Ada sudut pandang simplistis yang biasa dilontarkan manusia yang berideologi kekayaan dan kemewahan. Sudut pandang kesetaraan status dan kepantasan lingkungan, agar penerimaan dirinya di lingkungan yang baru bisa diterima dengan baik. Namun itu adalah sudut pandang materialis kapitalis. Terdapat Izzah dalam kesederhanaan. Kesederhanaan para da'i di lingkungan yang 'tidak sederhana' adalah hal yang istimewa, ia tidak tergoda dunia walau dunia mengejarnya. Ia nampak mampu mengendalikan dunia, dunia ada ditangannya bukan dihatinya. Jika ia anggota dewan, pejabat, petinggi Partai Da'wah, dahulunya adalah da'i yang sederhana, dan ia tetap sederhana di lingkungan yang 'tidak sederhana', maka ia seperti cahaya di tengah kegelapan, ia seperti keteladanan di zaman yang minim keteladanan. Allah akan mencintainya, dan manusia pun mengaguminya. Inilah sudut pandang yang seharusnya. Bukan justru latah, ikut-ikutan, sehingga tak ada bedanya dengan hamba dunia yang telah menzhalimi banyak orang.
Ketika melihat hegemoni kekuatan panggung pasar, orang yang tertipu dunia segera menyimpulkan agar bergabung dalam mekanisme pasar yang nota bene kapitalis liberal. Benar panggung pasar telah mereduksi otoritas negara, dan lihat akibatnya yang menimbulkan kesenjangan sosial yang sangat tinggi. Sebuah penelitian PBB pada tahun 2006 menyatakan bahwa 2% orang terkaya menguasai lebih dari 50 % kekayaan dunia. Laporan yang dikeluarkan Institut Penelitian Pembangunan Ekonomi Dunia Universitas PBB menulis bahwa setengah populasi dunia hanya memiliki kurang dari 1% kekayaan global. Yang seharusnya dikedepankan adalah dekonstruksi sistem pasar yang kapitalis liberal, dan bukan malah terpukau latah hendak mengekor. Islam menolak pasar bebas, dan mendukung otonomi pasar. Otonomi pasar bukanlah pada invisible hand versi Adam Smith, melainkan pada stabilitas alat tukar (dinar-dirham), perputaran uang pada sektor riil, terjaganya sektor/komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak dari penguasaan segelintir orang/golongan, serta adanya regulasi yang memberi koridor bagi pelaku usaha agar tidak saling menindas.
Contoh yang jadi rujukan pun orang-orang kaya bermasalah, seperti penghutang Lapindo. Orang kaya yang menunda-nunda (mengulir-ulur waktu) pembayaran hutangnya adalah kezaliman (HR Bukhari). Kenapa kesederhanaan Abu Dzar, kewara'an Abu Bakar, kezuhudan Umar, kedermawanan Utsman, dan keteguhan Ali, tidak menjadi rujukan. Kewibawaan mereka tidak berkurang, justru melambung tinggi. Itu mereka dapatkan bukan karena kekayaan dan kemewahan, tetapi keikhlasan, kesederhanaan, dan pengorbanan. Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya, kalian tidak akan mampu menguasai manusia dengan harta kalian, tetapi kalian bisa menguasai mereka dengan wajah yang bersahaja dan akhlak yang baik" (HR. Abu Ya'la, dishahihkan Al Hakim, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab Al jami', Bab Targhib fi Makarimil Akhlaq, Cet 1, 2004m/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah).
Seorang utusan Romawi tatkala melihat Khalifah Umar bin Khattab tidur di bawah pohon tanpa istana dan pengawalan, berkata: "Kamu telah berlaku adil, maka kamu aman dan kamu bisa nyenyak tidur." Khalifah Umar bin Khattab naik unta bergantian dengan pembantunya ketika berangkat ke Palestina untuk menerima kunci Baitul Maqdis, sehingga ketika sampai di pintu gerbang negeri itu, orang-orang malah mengelu-elukan pembantunya yang sedang dapat giliran naik unta sementara Umar yang menuntunnya. Ketika terjadi musim paceklik (tahun ramadah) pada 18H, banyak penduduk kelaparan sehingga amirul mukminin Umar ra membagikan uang dan makanan dari baitul mal sampai kosong. Beliau tidak makan makanan enak seperti lemak dan susu, beliau hanya makan minyak dan cuka sampai warna kulit beliau kehitaman dan tubuhnya menjadi kurus (baca detailnya di Al Bidayah Wan Nihayah, bab tentang Umar).
Dari Aisyah: “Tidak pernah keluarga Muhammad saw makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Madinah hingga wafatnya” (HR Muslim).
Umar menemui Rasul saw yang sedang berbaring diatas sebuah tikar sehingga terlihatlah bekas tikar tersebut di tubuh beliau saw. Di kamar beliau saw hanya terlihat segenggam gandum sekitar satu sha dan daun penyamak kulit serta sehelai kulit binatang yang belum selesai disamak. Umar menangis sehingga membuat Rasul saw bertanya. Jawab Umar: “Bagaimana aku tidak menangis, tikar itu membuat bekas di tubuhmu, dan kamar ini tidak kulihat yang lain selain yang telah kulihat. Sementara kaisar Romawi dan kisra Persia bergelimang buah dan sungai, sedang engkau adalah utusan Alloh dan hamba pilihanNya berada dalam kamar pengasingan seperti ini.” Rasul saw bersabda: “Wahai putra Khattab, apakah kamu tidak rela jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka” (HR Muslim).
Ketika Hasan Al-Banna berpergian untuk berdakwah, ada orang yang mengenalinya naik kereta kelas tiga. Sebagai pemimpin tertinggi jamaah Islam yang besar, rasanya tak pantas beliau naik kereta kelas kambing. Orang itu bertanya, mengapa naik kelas tiga? Beliau hanya tersenyum dan menjawab, karena tidak ada kelas yang lebih rendah lagi.
Para sejarawan sering membahas keunikan fenomena Ascetisme, bagaimana orang-orang yang memiliki keterbatasan materi mampu melakukan perubahan bersejarah, seperti Nabi saw dan Gandhi. Banyak definisi tentang Ascetisme, namun ada tiga kata yang mempertemukan semua definisi tersebut, yaitu kesederhanaan, disiplin, dan kejujuran. Istilah yang sering diidentikkan dengan Ascetisme ialah Zuhud. Zuhud bukanlah anti kaya, melainkan anti kemewahan. Zuhud bukanlah cinta miskin, melainkan cinta kesederhanaan. Dari Sahl bin Sa'ad ra dia berkata: "Datang seorang laki-laki kepada Nabi saw, dia berkata: "Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku amal yang jika aku lakukan maka Allah dan manusia akan mencintaiku. " Maka Ia bersabda: "Zuhudlah pada dunia niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa-apa yang ada pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu" (HR Ibnu Majah, sanadnya hasan. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab al Jami' Bab Zuhd wal Wara', Cet 1, 2004M/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah).
Beberapa contoh masalah terkait Anismisme
a.) Bergeser dari visi dan asholah da’wah
Dalam risalah "Bayna al-Ams wa al-Yaum", Imam Al-Banna mengatakan: "Ingatlah! Kalian mempunyai dua sasaran utama yang harus diraih: Pertama, membebaskan bumi Islam dari semua bentuk penjajahan asing. Kedua, menegakkan di Negara yang dimerdekakan itu, berupa Negara Islam Merdeka, yang bebas melaksanakan hukum-hukum Islam, menerapkan sistem sosial, politik, ekonominya, memproklamirkan Undang-Undang Dasarnya yang lurus, dan menyampaikan da'wah dengan hikmah. Selama Negara Islam belum tegak, maka selama itu pula seluruh umat Islam berdosa, dan akan dimintai tanggung jawabnya di hadapan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Disebabkan keengganan mereka menegakkan syari'at dan Negara Islam, serta ketidakseriusan mereka dalam upaya mewujudkannya."
Dalam risalah Al-Ikhwan Al-Muslimun "Di bawah bendera Al-Qur'an": "Tugas besar kita adalah membendung arus materialisme, menghancurkan budaya konsumerisme dan budaya-budaya negatif yang merusak umat Islam. Materialisme dan konsumerisme menjauhkan kita dari kepemimpinan Rasulullah saw dan petunjuk Al-Qur'an, menghalangi dunia dari pancaran hidayah-Nya, dan menunda kemajuan Islam ratusan tahun. Seluruh faham dan budaya tersebut harus dienyahkan dari bumi kita, sehingga umat Islam selamat dari fitnahnya. Kita tidak berhenti sampai di sini. Kita akan terus mengejarnya sampai tempat asalnya, dan menyerbu ke markasnya, hingga seluruh dunia menyambut seruan baginda Rasulullah saw, kemudian dunia ini terselimuti ajaran-ajaran Al-Qur'an, dan nilai-nilai Islam yang teduh menaungi seisi bumi. Pada saat itulah sasaran dan target kaum Muslimin tercapai."
Ust Abu Ridho mengatakan apabila ada aktifis da'wah yang menyatakan bahwa partai da'wah ini tidak akan memperjuangkan syari'at Islam dengan alasan apapun, politis maupun diplomatis, berarti jelas telah menyimpang dan menyeleweng dari sasaran gerakan da'wah yang utama. Mestinya mereka justru menyebarkan opini tentang kewajiban menegakkan syari'ah bagi setiap muslim, secara massif, bukan malah menyembunyikannya. Apalagi di era reformasi yang setiap orang bebas bicara karena dilindungi Undang-Undang.
Beberapa elit partai mulai phobia dengan kata Islam. Mereka takut dicap fundamentalis, revivalis, ekstrimis garis keras, militan, puritan, dan menganut politik aliran. Beberapa tokoh bahkan mengeluarkan statement Tidak akan Menerapkan Syariat Islam (Presiden PKS, Ka DPW DKI dan Ka DPW di beberapa wilayah dalam pilkada) atau NKRI dan Pancasila adalah Kesepakatan Final (pk-sejahtera.org, November 2008). Hal ini menimbulkan kesan bahwa karakter khos Islam bertentangan dengan kemajuan (progresifitas) dan kemajemukan (pluralitas, beda dengan pluralisme). Jika kader da’wah menjaga idealisme Islam, memiliki karakter khos yang kokoh dan produktif (terus beramal), maka citra akan terbentuk (sebagai bagian pertolongan Alloh) dan manusia akan berbondong-bondong bergabung (lihat QS An Nashr).
Pada 1999 popularitas Amien Rais sangat tinggi. Namun Amien Rais lebih memilih mengikuti saran pakar dari luar negeri dengan membentuk PAN yang nasionalis dan terbuka. Harapannya adalah dapat meraup suara sebanyak-banyaknya di "segmen tengah" yang dipercaya merupakan segmen terbesar. Amien mencoba merangkul semua golongan dan meninggalkan kelompok-kelompok Islam yang cenderung konservatif. Hasilnya Amien Rais justru ditinggalkan oleh kalangan Islam, dan tidak bisa meraih suara signifikan dari kalangan nasionalis.
Menjadikan politik sebagai panglima adalah pola Partai Politik Sekuler. Mereka menitikberatkan faktor kuantitas pendukung (bukan kualitas), dengan tujuan mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu. Hal ini dapat membuat gerakan da'wah ini dimasuki orang-orang yang berambisi kekuasaan dan harta. Orang-orang yang gemar melakukan lompatan-lompatan yang tidak syar'i untuk meraih ambisi-ambisi pribadinya.
Politik hanya salah satu sayap jamaah. Seharusnya Jamaah tidak terobsesi dengan pemilu, melainkan membangun landasan dan pilar peradaban Islam dalam bidang ekonomi, seni, teknologi, kedokteran, hukum, dan lain sebagainya melalui misi Ittihadul Ummat. Seharusnya PKS dapat memfasilitasi pakar-pakar ekonomi syariah (seperti Syafei Antonio dan lainnya) guna merumuskan Grand Design penerapan Ekonomi Islam. Seharusnya PKS dapat memfasilitasi potensi FPI, HTI, MMI dan lainnya guna merumuskan Grand Design penerapan Hukum Islam. Seharusnya PKS dapat memfasilitasi berbagai pakar dan lembaga Islam guna merumuskan Grand Design penegakan Khilafah Islamiyah.
Namun yang terjadi saat ini adalah seruan beberapa qiyadah untuk rekonsiliasi dengan individu yang pernah menzhalimi gerakan-gerakan Islam dan membuka kekayaan negeri agar dihisap korporasi asing. Akibatnya PKS semakin meninggalkan dan dijauhi oleh gerakan-gerakan Islam yang shohih.
b.) Berkembangnya Gusdurisme
Gusdurisme adalah fenomena figur paternalistik dalam suatu lembaga. Figur tersebut dapat memimpin seumur hidup, sangat berkuasa, didukung anggota-anggota yang taklid, dan terdapat aturan tidak tertulis yang melarang untuk mengkritik sang qiyadah karena maqomnya lebih tinggi daripada jundi-jundi yang ‘belum teruji amalnya’.
Dulu Mursyid 'Am Ikhwanul Muslimin diangkat untuk seumur hidup dan baru diganti apabila berhalangan tetap (meninggal dunia). Sejak Asy-Syaikh Musthafa Mashur, Kepemimpinan Umum Ikhwanul Muslimin dibatasi dua periode. Pemimpin umum tingkat nasional (Muraqib 'Am) Ikhwanul Muslimin di setiap negara juga dibatasi dua periode, kecuali Indonesia yang tidak mengikuti Nizham Asasi Ikhwanul Muslimin di Tanzhim 'Alami.
Sebelum Munas 2005, dalam jama'ah, setelah Majelis Syuro (MS) pimpinan tertinggi adalah ust Hilmy Aminuddin sebagai ketua MS yang berfungsi sebagai Muraqib 'Am (MA) dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan strategis MS. Muraqib 'Am tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan atau kegiatan operasional jama'ah atau partai, dengan masa jabatan maksimal 2 periode. Dalam partai, setelah MS pimpinan tertinggi partai adalah Presiden, yaitu Ketua DPP sebagai pelaksana keputusan MS dengan masa jabatan maksimal 2 periode. Dalam melaksanakan keputusan MS, Presiden membuat program kerja, dan pelaksanaan program kerja tersebut diawasi secara internal oleh Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dan dipandu dalam koridor syar'i oleh Dewan Syariah (DS).
Dalam Munas 2005, ust Hilmy memanggil seorang anggota MS yang juga ketua DPW untuk meloby ketua DPW yang lain agar mengusulkan ust Hilmy tampil kembali memimpin MS. Walaupun di depan sidang beliau mengatakan akan melakukan taurits dan lengser, tetapi berhubung beberapa ketua DPW di sidang tersebut mengusulkan agar beliau tampil kembali memimpin MS (sebagai MA), maka dengan "sangat terpaksa" beliau menerima amanah tersebut. Agar tidak melanggar AD/ART, maka tim amandemen AD/ART dipanggil untuk menghapus periode jabatan dalam AD/ART. Sebelumnya, sewaktu ust Hilmi menyampaikan pidato iftitah di Majelis Syuro 2004, dia mengatakan: "Saya akan melakukan taurits kepada generasi yang lebih muda, dan sudah cukup banyak yang muda-muda yang memiliki kemampuan memimpin yang lebih bagus dari saya". Ust Abdul Hasib mengatakan: "Kalau ust Hilmi Aminuddin mengatakan ke utara itu berarti mafhum mukhalafahnya adalah ke selatan".
Lihat AD/ART sebelum Munas 2005: AD Bab 4 Pasal 9 Masa Jabatan Pimpinan: Batas maksimal jabatan Ketua Majelis Syuro, Ketua Majelis Pertimbangan Partai, Ketua Dewan Syariah Pusat dan Ketua Umum Partai adalah 2 (dua) periode. Bandingkan dengan AD/ART pasca Munas 2005, yang tidak terdapat sama sekali pasal atau ayat yang membatasi masa jabatan pimpinan. Hal ini memberi celah ust Hilmi Aminuddin untuk menjadi MA seumur hidup.
Agar MA dapat ikut beraksi sambil bernegosiasi dan menjadi korlap, maka dibentuklah MRA (Maktab Riqabah 'Ammah) sebagai pelaksana keputusan MS. Ketua MS sebagai Muraqib 'Am merangkap ketua MRA, terlibat langsung dalam pelaksanaan atau kegiatan operasional partai. MRA adalah lembaga suprastruktur yang punya kekuasaan luar biasa di PKS. Kebanyakan keputusan dilakukan oleh MRA, bukan MS. MS hanya membuat keputusan prinsip, sedangkan keputusan strategis yang menjadi sikap PKS di mata publik, bukanlah domain MS melainkan MRA. Seperti mengesahkan kepengurusan partai di pusat, penetapan caleg, cagub, cawagub, sikap partai terhadap berbagai permasalahan, penempatan kader di lembaga lain (seperti BUMN), dan seterusnya. Ketua MRA melakukan manuver, lobby, dan bargaining, dengan tokoh-tokoh eksternal yang akan dicalonkan sebagai Presiden RI, Wapres, Menteri Kabinet, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, Direksi atau Komisaris BUMN, dan jabatan strategis lainnya. Presiden Partai hanya bertugas mem-follow up-i hasil loby MRA, dan bertanggung jawab menghadapi pertanyaan wartawan dan publik internal maupun eksternal. Presiden Partai tidak berhak membuat keputusan strategis partai sebagai penerjemahan keputusan MS, tetapi hanya mengurusi hal teknis dan administratif hasil keputusan MRA. Sekjen PKS yang merangkap Aminul ‘Am MRA jadi jauh lebih berkuasa dari Presiden Partai.
MRA dalam terminologi AD/ART pasca Munas 2005 adalah Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP). DPP adalah Pengurus bukan pimpinan, sehingga namanya adalah Dewan Pengurus Pusat dan seterusnya ke bawah. DPTP (MRA) berfungsi sebagai Badan Pekerja Majelis Syura, diketuai Ketua MS; beranggotakan: Ketua MPP, Presiden Partai, Ketua DSP, SekJen DPP, dan BendUm DPP. AD bab V pasal 11 ayat 2, terlihat bahwa penetapan anggota DPTP itu oleh MS atas usul ketua MS. Jadi siapapun anggota DPTP yang lima itu, merupakan orang yang ‘disukai’ ketua MS.
MPP pasca Munas 2005 berubah fungsi menjadi Majelis Pengamat Partai. Lihat AD/ART sebelum Munas 2005; Bab 6 MPP Pasal 14 Tugas MPP: Majelis Pertimbangan Partai adalah lembaga pelaksana harian tugas-tugas Majelis Syuro, dalam hal mengawasi jalannya partai agar sesuai dengan tujuan-tujuan Partai, Ketetapan-Ketetapan yang telah dikeluarkan oleh Majelis Syuro dan Musyawarah Nasional. Bab 12 Pasal 25 ayat 3: Majelis Syuro adalah lembaga yang berwenang memutuskan koalisi partai dengan partai atau organisasi lain. ART Pasal 9 ayat 5: MPP yang berwenang melegalisir calon-calon partai untuk DPR/MPR. Pasal 14 ayat 1: DPP menyusun program dan anggran tahunan untuk DPP dan lembaga-lembaga strukturalnya dibawahnya kemudian mengajukan ke MPP. Pasal 15 ayat 3: DPP berhak mengusulkan daftar nama caleg sementara kepada MPP.
Bandingkan dengan AD/ART pasca Munas 2005; AD Bab IV Pasal 10: Struktur organisasi Partai di tingkat pusat adalah Majelis Syura, Dewan Pimpinan Tingkat Pusat, Majelis Pertimbangan Pusat, Dewan Pengurus Pusat, dan Dewan Syari’ah Pusat. Bab V Pasal 11 ayat 2 sub ayat (b): MS mempunyai tugas dan wewenang yaitu: Atas usul Ketua Majelis Syura, menetapkan: Ketua MPP; Presiden, SekJen, dan BendUm DPP; Ketua DSP; dan Beberapa orang tertentu sebagai Anggota MPP, DPP, dan DSP. Sub ayat (l): MS menetapkan pasangan CaPres dan WaPres RI atas rekomendasi DPTP. Bab VI DPTP Pasal 12 ayat 2 dan 3: DPTP diketuai oleh Ketua Majelis Syura dan beranggotakan: Ketua MPP, Presiden Partai, Ketua DSP, SekJen DPP, dan BendUm DPP. Ayat 4: DPTP mempunyai tugas dan wewenang: sub ayat (d) Mengesahkan rancangan struktur dan kepengurusan Partai di tingkat pusat, sub ayat (e) Membuat kebijakan Partai berkenaan dengan pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, pasangan calon gubernur/wakil gubernur, dan pemilihan lainnya yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang berlaku, serta jabatan strategis lainnya, sub ayat (f) Merekomendasikan nama-nama calon yang akan ditempatkan pada posisi jabatan-jabatan sebagaimana yang disebut pada huruf e, sub ayat (i) Menunjuk utusan untuk mewakili Partai yang akan ditempatkan pada sebuah lembaga/organisasi, atau yang akan mengikuti konggres/seminar baik yang diadakan di dalam maupun di luar negeri. ART Pasal 19 ayat (g) tugas DPP: Menetapkan daftar calon tetap anggota DPR RI atas rekomendasi DPTP. Ayat (j) Menetapkan calon kepala daerah/wakil kepala daerah tingkat provinsi atas rekomendasi DPTP.
Berbagai fungsi strategis Majelis Syuro telah diambilalih oleh MRA (DPTP). Sebelumnya, pada pilpres 2004 saat para ikhwah bertanya siapa yang didukung ust Hilmy, beliau berkata bahwa siapapun yang dipilih oleh Majelis Syuro maka ia akan mensahkan. Tapi ketika Majelis Syura memutuskan untuk mendukung Amien Rais sebagai capres, justru Muraqib 'Am sebagai pimpinan Majelis Syura menolak dan menyuruh mengulangi lagi sampai lebih dari tiga kali. Setelah akhirnya Amien Rais ditetapkan sebagai capres, Anis Matta and the gangs (dengan back up ust Hilmy) tetap mendukung Wiranto, sehingga ada DPW yang secara terbuka mendukung Wiranto sebagai capres. Dalam hal koalisi, MS memutuskan untuk berkoalisi dengan partai yang memiliki kesamaan ideologis, visi,dan misi, tetapi MA beserta pendukungnya melangkahinya, dan berkoalisi dengan partai-partai yang tidak jelas ideologi dan misinya.
c.) Pengelolaan dana Jamaah (akuntanbilitas pemasukan dan pengeluaran)
Sebagai contoh ialah pembangunan gedung DPP yang baru di jalan TB Simatupang. Lahan gedung itu merupakan tanah wakaf sedangkan pembangunan gedung dibiayai pengusaha pemilik Bank Mega dan Trans TV (salah satu obligor BLBI yang bermasalah). Supaya tidak kena audit maka status bangunan dibuat milik "Yayasan Markaz Da'wah" dalam akte notarisnya, dan PKS menyewa ke yayasan itu.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Wahai manusia, Allah itu baik, dan oleh karena itu hanya menerima dari yang baik-baik (Shahih Muslim, kitab Zakat).
Adanya "Mahar Politik" dalam Pilgub, pilkada, pilpres, pengusulan calon menteri kabinet, dan direksi/komisaris BUMN. Jihad dalam Islam itu "Biamwalikum wa anfusikum", bukan "biamwalihim wa anfusikum". "Tenaga kita dan duit kita", bukan "tenaga kita, duit mereka". Apalagi dengan konsep Strategic Partnership versi AnisM yang akan melepas sekian persen ‘saham dakwah’ ke luar. Sehingga akan ada sebagian aleg dari luar PKS karena mereka ‘membeli saham’ kepada (segelintir qiyadah) PKS.
Jangan karena alasan menjaga keikhlasan maka sumber-sumber pemasukan dari luar partai tidak ditransparansikan, akibatnya penggunaannya pun tidak dapat diaudit mana yang sudah digunakan untuk partai dan mana yang dihabiskan untuk kepentingan pribadi.
d.) Koalisi tanpa berdasar kesamaan visi dan ideologi
Syekh Mustafa Masyhur dalam buku "Thariqu al-Dakwah baina al-Asholat wa al-Inhiraf" mengatakan bahwa salah satu penyimpangan dari asholah da’wah ialah Musyarokah dengan pemerintahan yang tidak berhukum dengan hukum Allah. Jika terbuka peluang, Musyarokah harus berdasarkan analisa syar'iyyah yang amat teliti. Musyarokah tidak lain hanya langkah sementara untuk menuju sebuah pemerintahan Islam secara menyeluruh. Masalah ini tidak boleh diserahkan kepada ijitihad individu (pemimpin). Jika kesepakatan tersebut diingkari (oleh pihak yang kita bermusyarokah dengannya) atau terjadi pergeseran niat (dari pihak kita), maka segera tinggalkan musyarokah, agar kita tidak terjebak pada tipu muslihat dan memalingkan dari target-target besar kita dan rela hanya dengan jalan tengah (kompromi) tanpa melahirkan solusi yang mendasar dan fundamental.
"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, walaupun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan ke dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap Allah. Mereka itulah Hizbullah (Partainya Allah). Ketahuilah bahwa sesungguhnya Partai Allah itulah yang akan memperoleh kemenangan." (QS. Al-Mujadalah:22)
Pertimbangan musyarokah tidak lagi dengan partai yang memiliki nilai perjuangan yang sama, tetapi lebih pada kemungkinan untuk menang dan memiliki banyak uang. Karenanya musyarokah bisa dengan siapa saja, PDS, partai Nasionalis, Koruptor, dan sebagainya. Dalam Pilkada banyak dimunculkan tokoh-tokoh eksternal sebagai calon kepala daerah yang tidak jelas visi, misi dan track recordnya, dan mengesampingkan kader-kader internal atau bahkan calon lain yang memiliki kedekatan ideologi. Lihat koalisi dalam pilkada di Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Maluku Utara, dan lainnya. Bahkan PKS keluar dari Koalisi Ummat dan tidak mendukung Azis Kahar Muzakkar (ketua Komite Penegakan Syariat Islam Makassar) sebagai gubernur Sulsel, dan malah mencalonkan incumbent dari Golkar.
Belum lagi efek di parlemen. PKS bersama Golkar, PDIP dan Demokrat dalam rapat paripurna DPR Menolak Angket BLBI yang akan mengungkap mega skandal korupsi ratusan triliun rupiah para konglomerat hitam, yang melibatkan beberapa parpol dan telah meluluhlantakkan ekonomi Indonesia (Kompas, 11/6/2008). Fraksi PKS di DPR RI mengajukan Interpelasi untuk mengganjal hak Angket BBM yang akan menyelidiki kasus kebijakan pemerintah menaikan harga BBM yang terbukti menyengsarakan rakyat. Ini mirip dengan skandal 31-05-2005, dimana PKS menolak Angket untuk menyelidiki kasus kenaikan BBM (Kompas, 18/6/2008).
Ketika Exxon (berafiliasi kepada Zionis) sebuah multi national company minyak raksasa berusaha menjadi operator blok migas terbesar di Indonesia (Cepu). Sebagian dai di FPKS DPR bersuara menolak (lebih memilih blok Cepu dikelola Pertamina), bahkan salah satunya ikut menggagas hak angket untuk menolak MNC tersebut. Kemudian presiden RI memanggil pimpinan partai, setelah itu fraksi tidak menolak lagi. Penggagas hak angket yang bekas tokoh aktivis mahasiswa 98 itu juga ikut menarik dukungannya. FPKS juga ikut mendukung UU liberalisasi migas (kemudian sebagian pasalnya dibatalkan oleh MK), menyetujui UU Ketenaga listrikan (kemudian dibatalkan oleh MK), menyetujui UU liberalisasi Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal (2007), UU BHP. Liberalisasi migas adalah agenda besar yang diusung oleh perusahaan minyak kelas dunia, yang notabene sebagian besar di antaranya adalah financial support bagi zionisme internasional. Belum lagi buku platform PKS yang pro pasar bebas dan sistem ekonomi kapitalis.
Masih dalam hal koalisi, beberapa elit partai sangat suka berdekatan dengan tokoh militer. Ingatlah Ikhwan di Mesir, karena manuver segelintir orang (seperti Ahmad Hasan Al-Baquri, anggota Maktab Irsyad), Ikhwan dianggap mendukung Nasser. Ketika sebagian besar Ikhwan menolak kedekatan dengan Nasser, dan Nasser pun merasa Ikhwan sudah tak dapat lagi dimanfaatkan maka Ikhwan kemudian diberangus. Atau kisah Ikhwan Sudan yang mendukung Jendral Omar Bashir, yang akhirnya berhasil memimpin Sudan dan kemudian memenjarakan murobbinya sendiri, Syaikh Hasan At Turabi, dan berlanjut ke perpecahan Ikhwan di Sudan.
e.) Syekh Mustafa Masyhur dalam "Thariqu al-Dakwah baina al-Asholat wa al-Inhiraf" juga menyebutkan penyimpangan lain terhadap asholah da’wah ialah mengabaikan unsur Tarbiyah dalam semua level anggota. Ciri-cirinya: dominasi aktivitas politik terhadap aktivitas tarbiyah dan dakwah, tidak menyiapkan murobbi yang berkualitas (secara keilmuan maupun amal), aktivitas usroh beralih fungsi atau kurang berfungsi dalam penjagaan akhlaq dan ruhiyyah.
Dampaknya ialah bermunculan kader-kader yang hilang karakter ghuroba-nya, luntur idealisme dan sensitifitasnya. Tradisi keilmuan dan kaderisasi tidak berjalan baik, sehingga yang berkembang adalah generasi yang tidak memahami dakwah Islam secara utuh. Banyak kader yang tidak paham tujuan gerakan da’wah, urgensi Daulah Islamiyah, dan kedudukan demokrasi dalam pandangan Islam. Tumbuh subur pula sikap yes man (asal bos senang), serta memandang rendah gerakan Islam yang shohih lainnya.
Manajemen SDM dibangun di atas sistem nepotisme (orang yang dekat atau tidak kritis). Banyak melahirkan broker-broker dakwah dan politik, rebutan proyek Pemda, potongan komisi proyek, kampanye marak joget dangdut (seperti pilkada Jakarta dan Padang). Termasuk semangat mempertahankan jabatan, dalam AD (pasca Munas 2005) Bab XIV Pasal 20: Setiap Anggota Partai dilarang merangkap jabatan dalam seluruh struktur kepengurusan Partai, kecuali keanggotaan dalam Majelis Syura dan Unit Pembinaan dan Pengkaderan Anggota. Namun ada tokoh-tokoh partai yang tetap memiliki jabatan rangkap di legislatif dan struktur partai, hal ini bukan saja menimbulkan ketidakprofesionalan dan ketidakfokusan dalam memegang amanah, namun juga menghambat kaderisasi dan rentan penyalahgunaan wewenang. Contoh mudah adalah sekjen yang juga anggota legislatif dan ketua TPPN.
Usulan Solusi
a.) Hendaknya setiap da’i menjaga idealisme pribadinya serta orang-orang yang menjadi tanggungjawabnya (keluarga, binaan, serta jundi-jundinya). Karena kita dihisab di Padang Mahsyar nanti sendiri-sendiri, kebaikan kita tidak bergantung pada orang lain. Banyak perubahan sejarah dilakukan sekelompok kecil orang yang idealis. Minoritas kreatif selalu dapat mengombangambingkan silent majority yang cair bagai buih.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: "Islam dimulai dalam kondisi asing, dan akan kembali sebagaimana ia dimulai (sebagai sesuatu yang) asing; maka berbahagialah bagi kaum ghuraba' (orang-orang yang asing tersebut)" (HR. Muslim).
Islam mulai dida’wahkan dalam keadaan asing di kalangan umat manusia, dan Islam nanti akan kembali kepada keasingannya. Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing (ghuroba), dan mereka tetap melakukan gerakan Ishlah (perbaikan) ketika terjadi kerusakan perangai pada keumuman manusia (HR Tirmidzi dalam kitab Al Iman dan Thobrani dalam Ats Tsalatsah).
b.) Lakukan Gerakan Ishlah dan Tajdid secara konstitusional. Para mujadid tidaklah walk out keluar dari Jamaah, pindah ke Jamaah lain, atau membuat Jamaah baru. Gerakan Da’wah ini merupakan aset umat yang sangat berharga, jangan biarkan ia dibajak para hamba dunia. Para mujadid harus tetap berada dalam Jamaah dan melakukan Ishlah dari dalam secara konstitusional. Mekanismenya dapat memanfaatkan Musyawarah Majelis Syuro, Musyawarah Nasional, Musyawarah Istimewa Majelis Syuro, dan sejenisnya.
Sesungguhnya Alloh akan selalu membangkitkan untuk umat ini pada setiap seratus tahun, orang yang melakukan tajdid (mujadid) terhadap agamanya (HR Abu Dawud dalam kitab Al Malahim, Hakim dalam Al Mustadrak, Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Atsar, dishahihkan Al Albani dalam Silsilatul Hadits Shahih). Para mujadid Islam seperti Al Ghazaly, Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab dan lainnya, muncul setiap seratus tahun untuk mengingatkan umat kembali ke Islam yang asholah sesuai dengan Quran dan Sunnah. Sedangkan mujadid harokah tidaklah perlu menunggu seratus tahun, mereka akan bangkit setiap terjadi penyimpangan yang membawa harokah keluar dari asholah da’wah, hal ini sebagai tanda bahwa Alloh masih mencintai harokah tersebut.
c.) Ishlah dan Tajdid yang kontitusional menggunakan koridor saling menasihati. Sehingga ajakan kepada sesama ikhwah untuk kembali ke asholah da’wah bukanlah konteks loby-loby politik untuk mengganti qiyadah semata, melainkan perbaikan secara kaffah.
Rasulullah saw bersabda: Agama adalah nasehat. Kami berkata: Kepada siapa? Beliau bersabda: Kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin dan rakyatnya (HR Bukhori dan Muslim).
Koridor saling menasihati bercirikan menjaga persatuan, mewaspadai rekayasa pihak luar, mengutamakan cara yang halus, relatif tertutup, dan pendekatan personal.
Sekitar awal tahun 2008, sekelompok asatidz dan ikhwah senior (rata-rata sudah mengaji minimal 15 tahun lebih) di Jabodetabek sering berkumpul dan berdiskusi membahas berbagai fenomena jamaah yang menyimpang dari asholah dakwah. Kajian Islam Kontemporer bulanan di Masjid al Hikmah Bangka (diadakan sejak November 2007) kemudian menjadi sarana berkumpul para asatidz yang muktabar di Jamaah ini.
Akhir Maret 2008, beberapa asatidz senior mengunjungi ust Hilmy di Lembang. Mereka memberi masukan secara langsung, diantaranya ialah: qiyadah sudah tidak lagi menjadi qudwah para kader, porsi liqo' yang minim nilai tarbawi dan didominasi masalah politik praktis, ketidaktransparanan dan ketidakjelasan pengelolaan keuangan jamaah/partai, sumber keuangan jamaah tidak jelas dari mana dan dari siapa, pengeluarannya pun tidak jelas untuk siapa atau untuk apa, banyak pejabat struktur PKS (baik di legislatif maupun eksekutif pusat atau daerah) yang terlibat korupsi dan money politik tetapi tidak ada yang dikenai iqab (melainkan dianggap banyak berkontribusi karena sumbangsihnya berupa harta), meminta periode kepemimpinan Ketua MS (Muraqib 'Am) dalam AD/ART Jamaah/Partai dikembalikan ke semula (dibatasi menjadi dua periode). Ust Hilmy hanya menjawab pendek: "Nanti saya akan bicarakan dulu di Maktab Riqabah 'Ammah. Biar MRA yang memutuskan."
Pada 20 Juni 2008, sekitar 150-an kader senior dan asatidz dari Jabodetabek mendatangi FPKS untuk tabayyun langsung mengenai keputusan FPKS menolak investigasi penyimpangan ratusan trilyun dana BLBI melalui hak angket DPR. FPKS awalnya sudah siap untuk dialog, tapi ternyata dibatalkan dengan alasan teknis. Tifatul Sembiring pun diundang, namun beliau tidak hadir karena harus berangkat ke Pangkal Pinang. Acara tabayyun tetap berjalan dengan nara sumber Marwan Batubara yang menjelaskan betapa merugikan serta berbahayanya kasus BLBI ini. Acara ini diketahui DPP, MPP maupun DSP, dan bukan kegiatan pembangkangan seperti yang akhir-akhir ini berusaha disematkan pada forum ini. Forum ini kemudian “diberi nama” Forum Kader Peduli (FKP) oleh ketua fraksi PKS Mahfudz Siddik. Forum ini berusaha menghindari cara-cara yang tidak elegan, seperti sembunyi-sembunyi atau hanya berbicara di belakang. Namun forum ini tetap dapat julukan negatif seperti ‘barisan tidak dapat jatah’, ‘tanzim tandingan’, dan sebagainya. Di dalam FKP juga terdapat para pengurus di struktur partai, dari ketua salah satu Komisi di DPP sampai dengan anggota DSW DKI. Belum termasuk berbagai tokoh struktural dan asatidz senior yang mendukung FKP secara diam-diam.
FKP pernah mengajak dialog untuk membahas keprihatinan mereka atas berbagai inhirof dakwah, antara sekitar 20-an ikhwah FKP dengan perwakilan dari masing-masing lembaga tinggi MPP, DSP dan DPP. Dialognya tertutup, bukan terbuka, tapi siap blak-blakan dengan membawa bukti. Tempat sudah disiapkan di gedung YTKI, namun usul ini akhirnya ditolak oleh qiyadah. Qiyadah menginginkan ikhwah yang mau bertanya datang sendiri ke markaz dakwah.
Menjelang MMS (Musyarawarah Majelis Syuro) 24-26 Oktober 2008. FKP memberikan usulan-usulan penting kepada MS. Walau ada yang mau menerima, tapi dari hasil MMS yang keluar, tidak satupun dari 20-an point usulan itu yang masuk. Karena sulit menyampaikan masukan langsung kepada qiyadah, dan sekaligus untuk memudahkan komunikasi, maka FKP membuat forum SMS. Forum ini berkomunikasi via SMS dan berfungsi seperti mailing list, ada satu nomor moderator, dan setiap anggota yang mengirim SMS akan mengirim ke nomor tersebut, lalu nomor tersebut akan mem-broadcast pesan ke ratusan nomor anggota (paling tidak sekitar 300-an). Yang menjadi member, selain para aktivis FKP tentunya juga qiyadah di struktur baik di pusat maupun di fraksi.
Seiring berjalannya waktu, FKP kemudian menjadi tempat bergabungnya ikhwah-ikhwah yang kecewa terhadap PKS dengan berbagai motivasi. Ada yang memang menginginkan kembali ke asholah da’wah, namun ada juga yang disebabkan kekecewaan berlatarbelakang duniawi. Akibatnya, beberapa aktivis FKP mulai ada yang berlaku ‘ekstrim.’ Baik dari penggunaan kata-kata sampai dengan sikap di lapangan. Hal ini membuat beberapa asatidz dan ikhwah senior memilih untuk menjauh dari FKP walaupun mereka sama-sama melihat PKS telah mengalami banyak pergeseran.
Mereka memilih untuk bergerak silence dari dalam stuktur. Strateginya adalah memasukkan kader-kader ‘anti’ AnisM ke struktur, tidak menyerang orang-orang AnisM yang masih hanif fikrohnya, mendekati caleg-calegnya AnisM supaya berpindah poros. Mereka berprinsip jika menarik diri dari dakwah politik PKS dan pada 2009 PKS menang, maka mereka ‘tidak memiliki saham’ pada kemenangan PKS. Kemenangan itu akan dimanfaatkan penuh oleh AnisM cs sehingga mudah untuk mendepak orang yang berseberangan dengannya.
Mereka antara lain berada di jajaran DPP yang tidak menjabat di TPPN, jaringan Al Hikmah dan NF, jaringan berlatar belakang Muhamadiyah dan Masyumi, jaringan jebolan NU, jaringan Iqro, para loyalis Hidayat Nur Wahid, jaringan berlatar belakang Kafaah Syari, dan beberapa lagi. Namun jumlah mereka sedikit dan tidak terorganisir. Strateginya pun belum menyatu. Ada yang masih mengandalkan loby-loby ke Muraqib 'Am dan membuat proyeksi komposisi kabinet DPTP pasca pemilu 2009, ada pula yang ingin mengeliminasi baik AnisM and the gangs maupun Hilmy Aminuddin.
Hal ini membuat ikhwah-ikhwah yang tidak memiliki jalur ke lingkaran inti menyimpulkan bahwa kekuatan dan jaringan AnisM cs terlalu besar. Sehingga banyak diantara mereka memilih mendukung gerakan 'ekstraparlementer' FKP yang berpotensi menjadi bola liar.
Qiyadah adalah manusia yang juga menjadi objek da’wah. Tidak pernah ada larangan menasihati dan menda’wahi qiyadah. “Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (Al Maa'idah: 78 - 79). Ketaatan pada qiyadah pun memiliki batas. Rasulullah saw bersabda: Seorang muslim harus mendengar dan mematuhi perintah pemimpinnya terlepas dia setuju atau tidak, selama perintah itu tidak bertentangan dengan perintah Allah, jika bertentangan maka dia tidak harus mendengarkan atau mematuhinya (HR Bukhari). Ubadah ibnu Shamit berkata: "Tidak ada keharusan untuk mematuhi siapa pun yang tidak mematuhi Allah" (Musnad Ibnu Hanbal). Dan menjadi keharusan bagi orang-orang yang hendak berda’wah (termasuk menda’wahi qiyadah) untuk juga menjaga ketaqwaan pribadinya.
Khatimah
Ada yang harus dibenahi di PKS, namun tidak bisa serampangan. Peristiwa ini memberi hikmah agar kita terhindar dari sikap perfeksionis kelompok, sehingga tidak shock dan down kalau ada konflik antar-ikhwah. Konflik adalah ujian dan bagian dari hidup, Jama’ah terbaik (masa Rasul saw) pun ada konflik. Semakin besar harokah maka semakin rentan konfliknya, dalam QS Al Hujuraat setelah ayat konflik (49:9) dilanjutkan ayat ukhuwwah (49:10). Konflik dapat menstimulus inovasi dan perbaikan, melahirkan muharik-muharik yang dewasa akan perbedaan yang boleh dan tidak, seperti menggosok pedang tumpul agar tajam kembali.
Mukernas di Bali hampir mengubah ideologi PKS menjadi Nasionalis Pluralis, perubahan itu diusulkan segelintir qiyadah dan ditolak mayoritas anggota MS. Keputusan itu dibatalkan setelah terjadi "keributan" internal yang mengarah pada "za'za'atuts-tsiqah" (krisis/goyah kepercayaan) kepada qiyadah tertinggi. Harapan itu masih ada, masih ada para asatidz yang teguh menjaga asholah da’wah ini. Dan tugas kita adalah membantu mereka mengingatkan ikhwah kita yang lain. Memperbanyak jumlah da’i yang teguh kepada asholah da’wah, dari tataran ranting sampai anggota MS!
“Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak redlai.” (An Nisaa': 107-108).
Ikhwanul Muslimin hanyalah Jamaah Minal Muslimin dan bukan Jamaatul Muslimin. Tidak ada jaminan bahwa Ikhwanul Muslimin yang paling benar dan yang pasti menang. Ikhwanul Muslimin akan membubarkan diri ketika Jamaatul Muslimin berhasil ditegakkan. Ikhwanul Muslimin pun dapat tergantikan kedudukannya saat ini oleh gerakan-gerakan Islam yang shohih lainnya jika Ikhwanul Muslimin tergelincir meninggalkan asholah da’wah sebagaimana telah terjadi pada berbagai gerakan da’wah yang namanya hanya tinggal sejarah.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang meninggalkan agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela” (Al Maa'idah: 54).
Wallohu A’lam Bish-Showab.
Jakarta, 26 Desember 2008
abdullah