Friday, December 12, 2008

Lembaga Survei Bisa Rangkap Konsultan

Lembaga Survei Bisa Rangkap Konsultan
Thursday, 11 December 2008
JAKARTA(SINDO) – Rencana pelarangan lembaga survei menjadi konsultan politik ditentang kalangan penyelenggara polling itu.


Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang telah memelopori konsultan politik meminta semua pihak memahami dengan benar kredibilitas dan peran lembaga survei serta konsultan politik yang ada. Menurut dia, fenomena lembaga survei merangkap konsultan di luar negeri tetap diperbolehkan.

”Tak ada salahnya jika kita belajar dari negara-negara yang sudah maju.Di luar negeri peran lembaga survei atau peneliti merangkap konsultan politik sudah menjadi hal yang lumrah,” kata Denny dalam siaran persnya kemarin.

Menurut Denny,di negara demokrasi seperti di Amerika Serikat, banyak lembaga survei yang juga menjadi konsultan politik. Bahkan, lanjut dia, sejak 1969 sudah berdiri lembaga konsultan politik bernama American Association of Political Consultant. Asosiasi konsultan politik yang sudah ada sejak 39 tahun silam itu merupakan asosiasi konsultan politik terbesar di dunia.

Asosiasi ini tak sekadar beranggotakan konsultan politik, tetapi juga pollster (peneliti survei opini publik). ”Seorang Dick Morris adalah konsultan politik yang pernah disewa Bill Clinton, Presiden AS pada 1994–1996, dan ia juga seorang pollster.Selain itu,seorang Mark J Penn adalah presiden dari lembaga riset terkemuka Polling Firm Penn,Schoen and Berland Associates.

Dia adalah konsultan politik sekaligus seorang pollster yang belum lama menjadi konsultan politik Hillary Clinton pada Pilpres AS 2008. Karena itu,dia menilai sesungguhnya tidak ada masalah konsultan politik merangkap pollster.

Namun, pihaknya juga menyadari profesi sebagai peneliti survei opini publik merangkap konsultan politik merupakan tradisi baru di negeri ini sehingga wajar saja jika masih ada pihak yang mempertanyakan. ”Jadi yang menjadi persoalan bukan terletak pada masalah boleh merangkap atau tidak, tetapi lebih pada profesionalisme dan track record lembaga yang menjadi ukurannya,”tandasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi II DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, hendaknya ada penilaian tentang lembaga survei dalam pelaksanaan pemilu.Lembaga survei,katanya, harus objektif dan independen.Namun jika ada lembaga survei yang juga berperan sebagai konsultan pemenangan partai politik, objektivitasnya dipertanyakan.

Menurutnya, jika lembaga survei juga sebagai konsultan pemenangan pemilu,dikhawatirkan hasil surveinya juga dijadikan ajang penggiringan opini publik. Maka, kata dia, KPU perlu mencermati keberadaan lembaga survei dan perlu mengatur lembaga survei. ”Bukan saya melarang, tapi perlu diatur lembaga survei seperti itu (yang berfungsi ganda),”ujarnya. (rahmad sahid/kholil)

No comments: