Tuesday, March 27, 2007

Dana Serap Aspirasi, Korupsi Berjamaah

ICW : Dana Serap Aspirasi, Korupsi Berjamaah

Jakarta - Surya Dana serap aspirasi sebesar Rp 35 juta/orang yang diberikan kepada seluruh anggota DPR RI di masa reses dapat dikategorikan sebagai korupsi berjamaah.

Jakarta - Surya

Dana serap aspirasi sebesar Rp 35 juta/orang yang diberikan kepada seluruh anggota DPR RI di masa reses dapat dikategorikan sebagai korupsi berjamaah. Sebab, selain pertanggungjawabannya tidak transparan, penggunaan dana tersebut juga rawan penyimpangan --bisa untuk memperkaya diri bagi para anggota wakil rakyat.

"Praktik di lapangan, pengunaan dana serap aspirasi sulit dipertanggungjawabkan karena selama ini para anggota DPR tidak memiliki tata administrasi yang baik dalam mencatat setiap kegiatannya. Bagaimana nanti pertanggungjawabannya? Apa betul akan transparan," sergah Koordinator Indonesian Corruption Wacth (ICW) Bidang Korupsi Ibrahim Zuhi di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (28/7).

Di Surabaya, Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP PKB Muhaimin Iskandar melarang anggotanya mengambil dana tersebut. Menurut Cak Imin -panggilan akrabnya-- jika ada angota FKB telanjur mengambil, diminta menangguhkan penggunaannya.

“Kami minta anggota FPKB tidak memakai dulu dana itu sebelum ada kepastia mekanisme pertanggungjawabannya,” tegas Cak Imin usai pembukaan Munas dan Konbes NU, Jumat.

Seperti diberitakan, mulai tahun ini anggota dewan memperoleh dana serap aspirasi --alias sangu reses-- masing-masing Rp 35 juta. Namun, keberadaannya memunculkan kontroversi. Sejumlah anggota, termasuk Dradjat Wibowo (FPAN), menolak. (Surya, 28/7).

Namun Ketua FPKS DPR RI Mahfudz Siddiq menyatakan tidak ada

keraguan untuk menerima dana serap aspirasi yang memang telah secara resmi dianggarkan. Dia mempersilakan seluruh anggota fraksinya mengambil dana itu.

"Kami akan gunakan dana Rp 35 juta itu untuk untuk kegiatan masyarakat umum di daerah pemilihan setiap anggota FPKS. Kami akan mempertanggungjawabkan penggunannya --dan siap bila harus diaudit," tegasnya di Jakarta, Jumat.

 (Djoko Y)

No comments: