Pemerintah sejak Semula Ceroboh
Revisi PP Pemekaran Masih Sinkronisasi
Kompas, 25 Agustus 2007
Jakarta, Kompas - Maraknya pemekaran daerah otonom baru, yang
akhirnya justru membebani keuangan negara, tak terlepas dari
kecerobohan pemerintah sendiri sejak awal. Jika pemerintah, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah sejak semula tegas
pada standar yang dipakai untuk memekarkan daerah otonom, negara tak
perlu menanggung beratnya beban keuangan.
Demikian diutarakan peneliti Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syarif Hidayat, di Jakarta, Jumat (24/8).
Ajakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada DPR dan DPD
untuk menghentikan pemekaran daerah (Kompas, 24/8), dinilai tidak fair
dan cuma upaya menimpakan kesalahan pemerintah dan lembaga negara
kepada publik.
Pemekaran daerah seharusnya dilakukan dengan hati-hati dan mematuhi
syarat kualifikasi terbentuknya daerah otonom baru. Jika dalam evaluasi
setelah dimekarkan dinilai tidak layak, pemerintah tidak perlu ragu untuk
menggabungkannya kembali dengan daerah induk.
"Penghentian pemekaran daerah tak fair karena banyak calon daerah
otonom yang benar-benar memiliki potensi ekonomi, sosial, dan politik
kuat, tetapi belum sempat dimekarkan," kata Syarif.
Syarif mengusulkan pemekaran daerah tidak dilakukan secara langsung,
tetapi bertahap seperti pada masa Orde Baru. Sebelum resmi menjadi
daerah otonom, sebuah wilayah yang akan dimekarkan dari daerah induk
dapat dijadikan pemerintahan administratif dahulu. Jika dalam rentang
waktu tertentu dinilai berhasil, daerah itu dapat dimekarkan. Jika dinilai
gagal, wilayah itu kembali ke daerah induk.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Tommi A
Legowo, mengatakan, kemampuan pemerintah dalam menyediakan
sumber daya dan instrumen untuk memverifikasi syarat pemekaran dan
mengevaluasi kelayakan daerah pemekaran baru memang terbatas.
Selama ini, hasil verifikasi pemekaran daerah dan evaluasinya tak
dipublikasikan terbuka. Akibatnya, pemekaran daerah lebih banyak
ditentukan berdasarkan negosiasi politik antara pengusul dan pemerintah
pusat.
Jika pemerintah tak lekas menetapkan standar jelas pemekaran daerah
serta itikad kuat untuk mematuhi aturan yang ada, Tommi yakin anggaran
negara makin berat akibat banyaknya daerah otonom baru yang
menggantungkan keuangannya kepada pemerintah pusat.
Tahap sinkronisasi
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri
Saut Situmorang, Jumat, menjelaskan, draf revisi Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 129 Tahun 2000 yang mengatur tentang pemekaran masih
dalam tahap sinkronisasi di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
(HAM). "Kira-kira satu atau dua bulan lagi PP keluar," katanya.
Draf revisi PP No 129/2000 itu disusun Depdagri sejak dua tahun lalu.
Namun, hingga kini drafnya masih dalam pembahasan. Di sisi lain,
pembahasan pemekaran daerah tetap dilakukan DPR dan pemerintah.
Wakil Ketua Komisi II DPR Sayuti Asyathri dan Ketua Fraksi Partai
Keadilan Sejahtera DPR Mahfudz Siddiq, secara terpisah, Jumat,
menyebutkan, komitmen pemerintahlah yang lebih menentukan
pemekaran daerah.
Menurut Sayuti, selama ini pemerintah lamban mengevaluasi daerah
otonom baru. Revisi PP juga macet sehingga DPR tak memiliki pilihan
menyikapi usul pembentukan daerah otonom baru.
No comments:
Post a Comment