Ketua FPKS: Jangan Cuma
Hapus Pensiun DPR, Tapi Semua
Pejabat Negara
Ramdhan Muhaimin - detikcom
Jakarta - Pensiun seumur
hidup bagi anggota DPR
dengan masa kerja 5 tahun
menuai sorotan tajam. Bagi
FPKS, pensiun boleh-boleh
saja dihapus, asalkan
berlaku juga untuk semua
pejabat negara.
"Saya kira tidak masalah
kalau mau ditinjau ulang.
(Kebijakan) itu kan warisan
Orde Baru. Hanya saja harus
berlaku umum untuk seluruh
pejabat negara. Tidak hanya
terhadap anggota DPR," ujar
Ketua FPKS Mahfudz Siddiq
kepada detikcom, Selasa
(21/8/2007).
Mahfudz mengatakan, kebijakan pensiun seumur hidup
bagi pejabat negara dalam undang-undang tidak saja
meliputi anggota DPR, tapi juga anggota DPD dan MPR,
serta presiden dan wakil presiden.
Dia menduga, munculnya usulan agar kebijakan pensiun
anggota DPR dihapus adalah karena beban anggaran
negara. Pensiun anggota DPR diatur dalam UU 9/1953 jo
UU 10/1971.
"Untuk pejabat negara seperti presiden dan wakil presiden
saja, sudah dibebankan dengan anggaran protokoler. Tidak
saja pensiun. Jadi harus menyeluruh," tutur dia.
Mahfudz juga mengatakan, untuk mereformasi kebijakan
pensiun, harus terlebih dulu mengubah undang-undang.
Sepanjang undang-undang yang mengatur pensiun pejabat
negara tidak diubah, setiap pejabat negara tidak terkecuali
masih memiliki hak atas pensiun.
"Karena kan misalnya, ketika seseorang menjadi anggota
DPR, tidak dibenarkan merangkap jabatan di luar DPR.
Sehingga hak-hak keuangan yang selama ini dimilikinya,
harus dilepas. Jadi atas pertimbangan itu sebenarnya
pensiun diberikan," tutur Mahfudz.
Mahfudz mengatakan, pemerintah sebaiknya memberikan
solusi alternatif jika kebijakan pensiun dihapuskan. Alternatif
kebijakan itu misalnya dengan memberikan uang
kehormatan atau purna bakti yang besarannya ditentukan
oleh pemerintah.
"Mengenai bagaimana ukurannya uang kehormatan itu, biar
pemerintah yang mengusulkan. Jangan sampai hak-hak
keuangan pejabat negara ini dihapus semuanya,"
pungkasnya.
No comments:
Post a Comment