Thursday, July 19, 2007

Pimpinan DPR Tak Bisa Anulir Putusan BK

Pimpinan DPR Tak Bisa Anulir Putusan BK

Soal Sanksi kepada Penerima Dana DKP
JAKARTA - Pro kontra terhadap sanksi yang dijatuhkan Badan Kehormatan DPR (BK DPR) kepada tiga anggota dewan yang menerima dana DKP berbuntut panjang. Kemarin tiga fraksi yang anggotanya terkena sanksi melayangkan protes kepada pimpinan DPR. Alasan protes itu adalah pimpinan DPR dianggap membiarkan sanksi tersebut.

Tetapi, Ketua DPR Agung Laksono bergeming. Menurut Agung, pimpinan DPR tidak bisa menganulir keputusan BK. "Pimpinan tidak dalam posisi mengubah keputusan BK," katanya usai memimpin rapat konsultasi pimpinan fraksi, BK, dan pimpinan DPR kemarin.

Pertemuan tersebut membahas standardisasi kinerja, hukum acara, dan etika yang dibangun alat kelengkapan dewan pimpinan Slamet Effendy Yusuf tersebut.

Dalam rapat konsultasi tersebut, Agung menyatakan telah menerima surat protes dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Fraksi Partai Golkar (FPG), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP).

Ketiga fraksi menyayangkan keluarnya keputusan BK yang tidak dilaporkan dahulu kepada masing-masing fraksi dan memilih untuk menyiarkan melalui media massa.

Forum rapat konsultasi diharapkan bisa menghasilkan kesepahaman bagi seluruh fraksi di DPR atas keputusan BK. Sebab, sesuai tata tertib, sanksi yang sudah dijatuhkan kepada anggota DPR harus diumumkan melalui sidang paripurna.

Selain itu, pimpinan DPR diminta untuk membacakan usul sosialisasi etika dan kinerja BK di sidang paripurna besok. Namun, rapat konsultasi tidak menghasilkan keputusan apa pun. "Kami akan melakukan pertemuan sekali lagi untuk memutuskan teknis pembacaan sanksi di paripurna," lanjut Agung.

Dalam kesempatan itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera secara resmi menyerahkan nota protes atas penjatuhan sanksi terhadap Fahri Hamzah. Nota yang dilayangkan kepada pimpinan DPR dan BK tersebut dilampiri surat pernyataan dari Rokhmin Dahuri bahwa uang yang diterima Fahry adalah hasil kerja profesional.

Surat tertanggal 17 Juli 2007 tersebut ditandatangani Rokhmin di atas meterai. Isinya, Rokhmin tidak pernah memberkan dana atau fasilitas apa pun kepada Fahri dalam kedudukannya sebagai pejabat negara.

"Pernyataan ini sekaligus membantah semua tuduhan dan kekeliruan tuduhan kepadanya (Fahri, Red). Termasuk, yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan telah menerima dana nonbujeter DKP pada 11 Oktober 2004," ujar Ketua FPKS Mahfud Siddiq membacakan surat pernyataan Rokhmin.

Dia berharap, surat pernyataan tersebut bisa dijadikan bukti baru BK untuk meninjau kembali putusannya atas Fahri. Yakni, Fahri dilarang menduduki pimpinan alat kelengkapan di DPR hingga akhir masa jabatannya itu. Sebab, dengan keputusan itu, BK telah melanggar prosedur dan melampaui kewenangannya sebagai alat kelengkapan DPR.

FPKS juga menyayangkan langkah BK yang mengumumkan putusannya kepada tiga anggota DPR kepada media massa sebelum menyerahkan hasil putusan kepada fraksi yang bersangkutan. "Hampir semua fraksi menyayangkan karena hingga saat ini belum menerima surat putusan dari BK," lanjut Mahfud.

Wakil Ketua BK Gayus Lumbuun, yang hadir dalam forum tersebut, enggan berkomentar banyak soal hasil pertemuan itu. Wajahnya tampak berkeringat kelelahan setelah menerima nota protes dari tiga fraksi besar di DPR. Dia juga tampak tidak percaya diri saat menegaskan bahwa sesuai dengan tata tertib DPR, sanksi yang telah dijatuhkan BK bersifat final dan mengikat. "BK sebagai alat kelangkapan DPR tentunya akan patuh pada keputusan sidang paripurna," terangnya.

Soal surat protes yang dilayangkan FPKS, Gayus berjanji akan mempelajari dahulu. Pihaknya juga tidak bisa menentukan status hukum surat pernyataan Rokhmin dan berita acara pemeriksaan (BAP) mantan Sekjen DKP Andin H. Taryoto.

"Saya belum bisa menentukan mana yang lebih kuat, apakah surat Pak Rokhmin atau BAP Andin. Sebab, kami harus mempelajari secara seksama dan teliti," tandas Gayus.
Sindo, 19 Juli 2007

1 comment:

Mahfudz Siddiq said...

Vote For Adang-dani