Interpelasi Iran
Fraksi Takkan Paksa Kehadiran Presiden
Jakarta, Kompas - Polemik antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat terkait Interpelasi Iran, sudah mulai mendekati "titik temu".
Mayoritas fraksi di DPR meskipun masih berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hadir langsung di Paripurna, tetapi seandainya Presiden tak bersedia, mereka tak akan memaksa.
Di sisi lain, Presiden berkomitmen untuk lebih mengintensifkan rapat konsultasi dengan Pimpinan DPR, Pimpinan Fraksi, dan Pimpinan Komisi agar ada persamaan persepsi, khususnya menyangkut isu-isu strategis.
Dalam Rapat Konsultasi dengan DPR yang berlangsung di Gedung Nusantara IV, DPR, mulai Selasa pukul 19.30 dan berakhir Rabu (4/7) pukul 01.30 dini hari, Presiden menjelaskan berbagai kebijakan politik luar negeri.
Salah satu yang paling menonjol adalah tentang persetujuan Pemerintah RI tanggal 27 Maret lalu atas Resolusi DK PBB No 1747 yang memberi perluasan sanksi pada Iran terkait dengan pengayaan uranium.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, mayoritas fraksi tetap mengharapkan presiden hadir langsung di paripurna untuk menjawab interpelasi. Akan tetapi, intensitasnya sudah mengendur. Mereka sudah berpandangan, seandainya Presiden tetap tidak bersedia hadir, mayoritas fraksi tidak akan lagi memaksakan.
"Akan jauh lebih baik jika presiden datang langsung memberi keterangan. Adapun penjelasan lanjutan bisa diserahkan kepada menterinya," kata Mahfudz Siddiq, Ketua F-Partai Keadilan Sejahtera.
F-Partai Persatuan Pembangunan pun senada. Mereka mengharapkan presiden hadir tetapi kalau tidak bisa, yang terpenting ada penjelasan.
Demikian juga menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa, yang terpenting adalah apa yang dijelaskan bukan siapa yang datang.
F-Partai Golkar lebih lunak lagi. "F-PG menerima siapa pun yang diutus Presiden dan jika Presiden hadir, akan menghormati dan menjaga kewibawaan dan kehormatan Presiden di sidang paripurna," kata Priyo Budi Santoso, Ketua F-PG.
Namun, Penasihat Fraksi PAN Sayuti Asyathri mengatakan, Fraksi PAN tetap menginginkan Presiden hadir dalam paripurna. Kehadiran presiden itu merupakan kesempatan untuk memberikan penjelasan secara terbuka pada rakyat Indonesia tentang substansi interpelasi.
Pelaksanaan Rapat Paripurna untuk mendengarkan penjelasan Presiden, belum dijadwalkan. Namun Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengatakan, kemungkinan besar Paripurna dijadwalkan pada Selasa, 10 Juli 2007.
Tapi, apabila agenda hari itu padat, akan dijadwalkan pada Selasa 17 Juli 2007. "Soalnya, tanggal 20 Juli sudah penutupan masa sidang," ucapnya.
Ketua Fraksi Partai Bintang Reformasi Burzah Zarnubi berharap Paripurna bisa segera digelar agar tidak berlarut-larut.
"Lebih cepat akan lebih baik," katanya.
Akhiri polemik
Di hadapan para peneliti dan undangan di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Rabu (4/7), Yudhoyono mengatakan, ia bisa menerima kritik DPR dengan baik.
Presiden juga menilai rapat konsultasi merupakan forum yang bagus untuk mengembangkan interaksi bersama DPR, sehingga terjalin komunikasi yang sejati dan hasilnya baik bagi masyarakat.
Berbagai kalangan juga menyerukan agar polemik yang berlangsung antara pemerintah dan DPR sejak dijatuhkannya Resolusi DK PBB No 1747 tanggal 27 Maret lalu, segera diakhiri.
Menurut Sekjen Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang, polemik itu bukan saja tidak terkait langsung dengan kehidupan sebagian besar masyarakat, tapi juga masih banyak persoalan lain yang lebih penting diselesaikan saat ini, seperti kasus lumpur panas di Porong, kenaikan harga susu, dan lainnya.
Jika saja Presiden Yudhoyono sejak awal mau menghadiri sidang di DPR, kata Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi yang dihubungi terpisah, polemik ini tak akan berlarut-larut.
Kehadiran Presiden dalam sidang di DPR tidak akan menjatuhkan gengsi lembaga kepresidenan karena hal ini merupakan urusan kenegaraan semata.
"Presiden tinggal datang dan menjawab pertanyaan anggota DPR. Setelah itu, masalah selesai," kata Hasyim.
Djoko
No comments:
Post a Comment