Selasa, 10/07/2007
Keputusan Badan kehormatan (BK) yang menjatuhkan sanksi terhadap tiga anggota DPR terkait kasus dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) menuai protes dari fraksi dan partai politik (parpol).
JAKARTA (SINDO) –Bahkan, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang salah satu kadernya terkena sanksi,akan mengajukan nota protes terhadap keputusan BK DPR tersebut. Selain itu, PKS mengancam akan membeberkan bukti-bukti penerimaan dana nonbujeter DKP yang diterima sebagian besar anggota dewan yang diberikan selama kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numbery.
Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, langkah ini diambil menindaklanjuti putusan BK mengeluarkan sanksi kepada salah satu anggotanya, Fachry Hamzah. Menurut dia, BK tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan bersalah sebelum ada putusan tetap dari pengadilan.
Seperti diberitakan, tadi malam BK DPR mengeluarkan putusan untuk membebaskan dua dari lima anggota DPR yang diduga melanggar kode etik karena menerima dana nonbujeter DKP, sedangkan tiga lainnya diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Bahkan,seorang di antaranya juga dilarang menjabat pimpinan alat kelengkapan DPR hingga jabatan terakhir.
BK DPR tak bisa menyebutkan nama orang yang terkena sanksi itu karena dilarang dalam Tata Tertib DPR.Wakil Ketua BK Gayus Lumbuun menyatakan bahwa putusan itu diambil secara aklamasi.’’Tidak ada voting,’’ ujarnya.
Lima anggota DPR yang selama ini diperiksa BK terkait dana nonbujeter DKP, yakni Ketua BK DPR Slamet Effendy Yusuf (Fraksi Partai Golkar),Wakil Ketua MPR AM Fatwa (Fraksi PAN), Fachri Hamzah (Fraksi PKS),Awal Kusumah (Fraksi Partai Golkar), dan Endin AJ Soefihara (Fraksi PPP). Berdasarkan informasi, dua nama pertama dibebaskan.
Pertimbangan BK membebaskan mereka karena dana yang diterima tidak besar dan memahami yang bersangkutan mengira uang itu milik mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri bukan dana pemerintah. Itu juga digunakan untuk kegiatan sosial.Tiga yang diteruskan kepada KPK karena ada bukti transfer dan catatan.
Mahfudz melanjutkan, kalaupun akan memaksakan diri mengeluarkan sanksi, tidak sepantasnya diberikan hanya kepada segelintir anggota DPR. Sebab, penerima dana nonbujeter DKP juga diterima anggota Dewan lain.
’’Ini tendensius dan merupakan putusan aneh. Sebab, sejak awal sudah clearbahwa Fachri menerima dana tersebut sebelum dia menjabat sebagai anggota DPR. Lagi pula, uang yang diterima merupakan kompensasi kerja. Semua itu telah diakui Rohmin Dahuri sendiri,” paparnya kepada SINDO,pukul 09.00 WIB,tadi pagi.
Terhadap persoalan ini, Mahfudz meminta BK segera mengklarifikasikan putusan tersebut dan mencabut sanksi terhadap anggota fraksinya. Sebab,putusan tersebut selain mencemarkan nama baik secara pribadi, juga terhadap partai. ’’Dia (BK) harus mengembalikan nama baik kami,”ujarnya.
Saat dihubungi SINDO kemarin, Fachri menduga bahwa BK telah menjadi alat kampanye Gayus Lumbuun selaku Wakil Ketua BK.Fachri yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKS ini mengaku telah mengetahui dari awal agenda yang bermuatan politis ini. ’’Saya tahu dari awal, dia ada masalah,” ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Irgan Chairul Mahfiz. Dia menilai bahwa ada pilih kasih dalam menjalankan tugasnya. Seharusnya, klarifikasi keterangan atas penerimaan dana DKP ini dilakukan terhadap seluruh anggota dewan. Sebab, diduga kuat tidak hanya lima orang, tapi hampir seluruh anggota DPR.
’’BK tidak profesional dalam menjalankan tugas. Anehnya lagi,Ketua BK (Slamet Effendy Yusuf) tidak dikenai sanksi. Padahal, dia mengakui telah menerima dana tersebut. Ini namanya pilih kasih,’’ ungkapnya.
Untuk sementara waktu, ujar Irgan,PPP belum mengambil sikap. Pihaknya akan menunggu langkah BK untuk mengklarifikasi kembali putusan tersebut. ’’Partai tidak akan mengambil langkah apa pun, baik terhadap BK maupun kepada Endin (Endin AJ Soefihara), sebelum ada keputusan hukum tetap dari penegak hukum. Jika tidak terbukti,kami bisa saja melakukan tuntutan balik,”paparnya.
Sementara itu, Direktur Indonesian Court Monitoring Denny Indrayana berpendapat, secara ilmu tata negara,BK tidak mempunyai hak untuk menyatakan bersalah atau tidak terhadap para anggota DPR. Sebab,yang memiliki hak untuk mengambil putusan tersebut adalah pengadilan.’’Apa yang dilakukan tidaklah tepat. Hasil ini juga tidak akan menghalangi langkah KPK mengusut persoalan ini,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat Politik dari LIPI Indria Samego justru mendukung langkah BK.BK harus bisa mengusut secara tuntas penerimaan dana DKP ini. Hanya, dia mengkritisi bahwa putusan itu terkesan pilih kasih. Seharusnya, dalam membuat kesimpulan, tidak didasarkan besar-kecilnya penerimaan dana. ’’Mau menerima Rp15 juta atau Rp100 juta, seharusnya sanksi yang diberikan tetap sama karena itu bagian dari korupsi,”tegasnya
No comments:
Post a Comment