Thursday, April 26, 2007

IPDN Harus Disesuaikan UU

IPDN Harus Disesuaikan UU
Alumni yang Terlibat Penganiayaan Wahyu Hidayat Harus Dieksekusi
Kompas, 13 April 2007

JAkarta, Kompas - Departemen Pendidikan Nasional mendorong Institut Pendidikan Dalam Negeri dan lembaga pendidikan lain di bawah departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen menyesuiakan diri dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Penyesuaian dengan UU itu harus menjadi pertimbangan dalam menata IPDN. "Kami menyerahkan pada Departemen Dalam Negeri apakah IPDN tetap jadi pendidikan kedinasan. Bila tetap, harus memenuhi Pasal 29 UU Siidiknas. Sekarang ini masih belum sesuai UU," jelas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Satryo Soemantri Brodjonegoro, Kamis (12/4).

Saat ditanya, apakah IPDN lebih baik sebagai pendidikan kedinasan atau pendidikan tinggi di bawah Depdiknas, Satryo menyerahkan pada Depdagri. Depdagri yang paling tahu kebutuhan penyediaan aparatur pemerintahan di seluruh Indonesia.

"Sebenarnya kami sudah berkali-kali ketemu pimpinan IPDN dan Depdagri, membahas masa depan sekolah ini. Depdagri belum memutuskan. Jadi, semua terpulang pada Depdagri. Tetapi kami minta IPDN menyesuaikan dengan UU," katanya.

Dalam UU Sisdiknas, pendidikan kedinasan yang diadakan departemen atau lembaga pemerintah berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai mereka. Lembaga itu berbentuk pendidikan dan latihan (diklat), kecuali yang diprakarsai TNI/Polri.

Sedang Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq mengakui, sulit mempertahankan IPDN dengan kondisi sekarang. Pembenahan total butuh waktu panjang. Karenanya, IPDN sebagai lembaga pendidikan terpusat calon pamong praja mesti dibubarkan, diganti menghidupkan lagi Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di tingkat provinsi.

APDN lebih mendukung kebutuhan otonomi daerah, sehingga kurikulum dan metode pendidikan disesuaikan dengan ciri lokalitas dan kebutuhan daerah. Konsekuensinya, penyiapan infrastruktur APDN dari APBN sementara biaya operasional selanjutnya ditanggung APDB.

Mahfudz juga menegaskan, keberadaan APDN mesti disesuaikan dengan UU Sisdiknas. Dengan demikian, tidak terjadi lagi anomali, termasuk praktik kekerasan. Orientasi APDN adalah pada pencetakan kader birokrat berintegritas moral, kapabilitas profesional, dan kultur pelayanan masyarakat.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali di Pekanbaru, Riau, menyatakan, IPDN sebaiknya ditutup saja. Prajanya dialihkan ke perguruan tinggi negeri yang memiliki Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Gubernur Jawa Timur Imam Utomo juga meminta Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) di daerah diaktifkan lagi. Di Pusat, ada Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) saja.

Di Bogor, Wali Kota Bogor Diani Budiarto dan sejumlah alumni IPDN berpendapat, IPDN tak boleh dibubarkan. IPDN salah arah, karena pemrakarsa peleburan, pembentuk, dan pengurus IPDN, bukan orang yang mengerti IPDN. Mereka membangun IPDN hanya berpatokan pada standar sebuah perguruan tinggi umum strata satu (S1), tak mempertimbangkan karakter sebuah sekolah kedinasan. Contoh sederhana, di IPDN tak ada pemimpin dan pengajar yang pernah menjadi kepala daerah, sehingga mereka tidak paham birokat macam apa yang benar-benar dibutuhkan daerah.

"IPDN jangan dibubarkan. Kalau sekarang masalah gelar kesarjaan IPDN dipermasalahkan, kembalikan saja status awalnya yakni pendididikan nongelar. Sistem golongan kepegawaian kita juga mengakomodasi jejang pendidikan nongelar. Awal didirikan sekolah itu memang bukan mencari sarjana, tetapi kader birokrat yang melayani," papar Diani.

Di Palu, Sulawesi Tengah, puluhan aktivis mahasiswa Universitas Tadulako, Kamis berunjuk rasa menuntut pembekuan proses belajar mengajar di IPDN. Demo serupa juga digelar di Kabupaten Toli-toli oleh puluhan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Toli-toli.

Sementara Pelaksana Tugas Rektor IPDN Johanis Kaloh, Kamis mulai bertugas. Ia melakukan serah terima jabatan I Nyoman Sumaryadi di ruang kerja Sekjen Depdagri Progo Nurdjaman.

Progo mengatakan, penonaktifan Nyoman sebagai Rektor dilakukan untuk obyektivitas evaluasi menyeluruh di IPDN, termasuk penataan sistem pengasuhan praja.

Nyoman menambahkan, ia siap bertanggung jawab secara moral atas semua kejadian kekerasan di IPDN. "Tidak ada upaya menutupi kejadian," tandasnya.

Tiga praja dirawat

Korban dugaan praktik kekerasan di IPDN Jatinangor terus bertambah. Tiga praja masih dirawat di Rumah Sakit (RS) Al-Islam Bandung, yakni Endang Pujianti (22) dari Kalimantan Barat, Dwiki Septiawan (19) asal Riau, dan Julian Pesik (22) dari Sulawesi Utara. Endang dan Dwiki dirawat sejak 5 dan 10 April lalu. Julian masuk rumah sakit hanya berselang tiga jam sebelum jenazah praja asal Sulawesi Utara Cliff Muntu dibawa ke RS itu, 2 April lalu.

Aris Darmoko dari RS Al-Islam belum mau memberi keterangan tentang penyebab sakitnya ketiga praja itu. Julian mengaku, ia terkena hepatitis.

Kamis, rombongan anggota DPRD Sulut mendatangi kampus IPDN. Selain melihat kondisi praja asal Sulut, mereka ingin mengkonfirmasi penyakit yang diderita Julian. Perawatan Julian itu tanpa sepengetahuan keluarga.

Tentang penyuntikan formalin ke jenazah Cliff, Dekan Fakultas Ilmu Manajemen Pemerintahan IPDN Lexie M Giroth menyatakan, itu dilakukan pihak RS Al Islam. Lexie ikut membawa jenazah Cliff ke RS Al Islam.

"Waktu itu, penjaga kamar mayat menanyakan apakah jenazah akan diberi formalin atau tidak. Karena kami kira ini untuk kepentingan medis dan prosedur, ya kami mengizinkan. Disuntik formalin dua liter. Tidak benar kami yang menyuntikkan formalin. Barang ikan tidak bisa sembarangan dimiliki," paparnya.

Polda Jawa Barat memeriksa 14 saksi dalam kasus tewasnya Cliff. Dari hasil pemeriksaan itu, seorang saksi ditetapkan menjadi tersangka. Hingga kemarin sudah 58 saksi diperiksa, delapan orang di antaranya ditetapkan menjadi tersangka.

Menurut Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Sunarko Danu Ardanto, pemeriksaan dilakukan tiga tim. Pemeriksaan dilanjutkan, karena didapatkan fakta baru.

Hingga kini beberapa nama dikantongi Polda Jabar dan akan diperiksa. Mereka adalah pengasuh IPDN berinisial LMG dan CM, serta petugas kamar mayat RS Al-Islam berinisial OB. Ketiganya disangka terlibat dalam penyuntikan formalin ke tubuh Cliff yang dilakukan Supandi.

Menurut Kepala Polda Jabar, IPDN sama sekali tidak bersikap terbuka dan tak melaporkan pada polisi. Selain itu, pengiriman dan pengangkatan jenazah juga dilakukan secara tertutup, serta penyuntikan formalin guna menutupi bekas luka. Itu menandakan adanya upaya menghalangi penyidikan.

"Selain itu, ada rekayasa dalam pengiriman jenazah. Ada dua ambulans dan dua peti di RS. Selain itu, juga ada pembentukan opini publik yang merupakan kebohongan. Sebelumnya Cliff dikatakan tewas akibat penyakit liver akut," kata Sunarko.

Terpidana belum dieksekusi

Di Bandung, Pemkot Bandung menyatakan tidak akan menghalangi proses eksekusi empat terpidana kasus pembunuhan praja IPDN Wahyu Hidayat yang kini bekerja di lingkungan Pemkot Bandung. DPRD Kota Bandung mendesak agar keempat pegawai negeri sipil itu dinonaktifkan.

Sekretaris Dearah Kota Bandung Edi Siswadi menjelaskan, pihaknya masih menunggu proses hukum selanjutnya. "Sementara ini kami tidak tahu pasti bahwa empat praja yang sudah divonis hukum itu ada di sini," ujarnya, Kamis.

Kepala Subdinas Humas Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Bandung Enceng Subarna membenarkan adanya empat terpidana pembunuhan praja Wahyu Hidayat yang bekerja di Pemkot Bandung. Mereka adalah Hendi Setiyadi, kini staf di Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Dena Rekha Febrianto staf di Kelurahan Antapani Tengah, Kecamatan Antapani, Bangun Robinson Napitupulu staf di Kelurahan Margasenang, Kecamatan Buah Batu, dan Oktaviano Minang staf di Kelurahan Sekejadi, Kecamatan Buah Batu. Semuanya berpangkat Pengatur Muda II-A.

Mereka bekerja di Pemkot Bandung sejak Februari 2006, padahal Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi mereka beserta enam terpidana lainnya pada tahun 2004, dan keluar Mei 2005.

Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung A Riantono akan memanggil staf Bagian Kepegawaian dan Asisten III Kota Bandung untuk menindaklanjuti kasus ini. "Menurut saya, ini bentuk kecerobohan karena ada orang yang bermasalah dengan hukum tetapi lolos menjadi pegawai," katanya.

Terpidana lain dalam kasus meninggalnya Wahyu Hidayat, Yayan Sophian, kini menjadi PNS di Kabupaten Sukabumi. Setelah berpindah-pindah instansi di Kabupaten Sukabumi, Yayan kini bertugas sebagai ajudan Bupati Sukabumi Sukmawijaya.

Kenyataan ini membuat berang Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi Yusuf Fuadz. "Kita menyayangkan kalau ini terjadi di Kabupaten Sukabumi. Kita tidak tahu prosedurnya kenapa dia bisa bekerja di Pemkab Sukabumi," kata Yusuf Fuadz.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sukabumi Suherman mengatakan, Yayan Sophian menjadi PNS di Kabupaten Sukabumi sejak awal tahun 2006, sebelumnya staf Badan Kepegawaian Daerah, staf Bagian Umum, dan kini ajudan Bupati Sukabumi Sukmawijaya.

Menurut Suherman, Yayan menjadi PNS di Sukabumi setelah ditempatkan sementara oleh Gubernur Jabar sambil menunggu kasusnya berjalan. "Karena statusnya ditempatkan sementara oleh gubernur, kami segera mengembalikannya kepada gubernur kalau vonisnya sudah memiliki kekuatan hukum tetap," katanya. Yayan menjadi PNS di Kabupaten Sukabumi dengan bekal ijazah SMA, karena ijazah IPDN belum bisa digunakan terkait kasus hukum terhadap dirinya.

Sementara Decky Susandi Irmansyah (25), yang juga terpidana kasus kematian mahasiswa Wahyu Hidayat, saat ini bekerja sebagai staf Bidang Diklat Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat Kabupaten Purwakarta.

"Saya tidak mengetahui secara jelas latar belakang Decky, tetapi dia memang bekerja di lingkungan Pemkab Purwakarta sejak tahun 2006," ujar Kepala Bidang Diklat Badan Kepegawaian Daerah dan Diklat (BKDD) Purwakarta, Sulaiman Wilman.

"Ia sudah meminta izin meninggalkan kerja kemarin (Rabu) sore," ujar Wilman. Decky diketahui pergi ke Bandung untuk memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Sumedang. Sedangkan Ridwan Efendi (47), ayah Decky mengaku tidak tahu ke mana anaknya pergi sejak Rabu sore.

"Saya jarang ketemu dia. Bahkan ketika dia menikah dua bulan lalu, saya tidak bisa menghadirinya karena keterbatasan biaya," ujar Ridwan yang juga staf di Sekretariat DPRD Purwakarta.

Terkait kematian Wahyu Hidayat itu, sebanyak 10 praja yang sudah divonis diberi waktu hingga Selasa (18/4) guna memenuhi surat panggilan Kejaksaan Negeri Sumedang. Sebanyak 9 terpidana dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan, sedangkan seorang praja dijatuhi hukuman tujuh bulan penjara.

Sepuluh praja itu adalah Bangun Robinson, Dena Rekha, Hendi Setiadi, dan Oktavian Minang. Keempatnya sekarang bekerja di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung. Gema Awal Ramadhan dan Dadang Hadisurya bekerja di Pemerintah Kabupaten Sumedang, Dekky Susandy bekerja di Pemkab Purwakarta, Yayan Sofyan di Pemkab Sukabumi, Sandra Rahman saat ini nominasi calon ajudan Gubernur Jabar, serta Yopi Maulana. (rul/bro/rei/egi/ina/jon/aha/-mkn/mhf/che/osa/SIE/eln/dik/rts)

Djoko Y

No comments: