Friday, April 27, 2007

Ikut menyetujui sanksi Iran, DPR ancam SBYTanggal : 27 Mar 2007

Ikut menyetujui sanksi Iran, DPR ancam SBYTanggal : 27 Mar 2007
Sumber : Harian Terbit


JAKARTA - Kalangan umat Islam, anggota DPR RI, dan sejumlah pengamat berang dan marah terhadap sikap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mendukung resolusi DK PBB nomor 1747 soal sanksi terhadap pengembangan nuklir Iran. Mereka mengusulkan dan akan menggalang kekuatan untuk mengimpeach dan menginterpelasi SBY. Soalnya, dukungan RI itu melanggar UUD 1945 dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif.

Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) DPR, Djamaludin Karim mengatakan, selain akan memanggil Menlu Hasan Wirayuda dan meminta agar Menlu dipecat, pihaknya akan menggalang kekuatan untuk mengimpeach Presiden SBY. "Kalau benar Indonesia mendukung resolusi DK PBB, otomatis DPR akan menggalang kekuatan untuk meng-impeach Presiden SBY," katanya dihubungi Harian Terbit, Selasa pagi (27/3).

Pada kesempatan terpisah, Ketua Fraksi Partai Keadialan Sejahtera (FPKS) DPR, Mahfudz Siddiq menyebutkan, Presiden SBY harus memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada DPR tentang alasan sikap Indonesia memberikan dukungan terhadap resolusi DK PPB tersebut. Sikap itu jelas sangat melukai hati umat Islam dunia.

"Kalau alasan Presiden SBY dukungan itu karena takut pada AS, maka kami akan mendukung rencana kawan-kawan menggalang interpelasi. Kita tunggu dululah keterangan Menlu," jelasnya.

Penggalangan pengajuan hak interpelasi kepada Presiden juga dilakukan sejumlah anggota Komisi I DPR. Para wakil rakyat ini menilai, sikap dan posisi Pemerintah Indonesia yang mendukung resolusi itu tidak lepas dari sikap pemerintah yang tunduk pada tekanan kekuatan imperalis dunia di bawah Amerika Serikat. Dan seharusnya Pemerintah Indonesia sadar bahwa kedudukan Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB membawa tanggung jawab besar dan terbuka bagi penilaian dunia.

Anggota Komisi I dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Effendi Choirie menilai, sangat beralasan bagi anggota DPR untuk mengajukan interpelasi atau hak untuk meminta penjelasan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Arah anggota DPR melakukan hak interpelasi saya kira sangat beralasan," jelasnya.

Rekannya dari Fraksi PAN, Abdillah Toha menilai, Pemerintah Indonesia telah gagal memanfaatkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada debutnya yang kedua dengan memberikan dukungan atas keluarnya resolusi itu.

Pemerintah Indonesia, kata dia, telah mendukung resolusi yang bertentangan dengan nilai-nilai UUD 1945. Menurutnya, dukungan ini juga telah membuat Indonesia kehilangan kredibilitasnya di hadapan negara-negara dunia ketiga.

Anggota Komisi I dari Fraksi Golkar, Yudhi Krisnandi juga menilai, Pemerintah Indonesia telah melakukan pengingkaran terhadap persahabatan antara Indonesia dengan Iran. Terlebih lagi, tandasnya, antara Iran dengan Indonesia sudah sering saling berkunjung.

Dihubungi terpisah, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPR, Tjahjo Kumolo mengingatkan Presiden SBY agar konsisten kepada kebijakan politik luar negeri Indonesia bebas dan aktif seperti tertera dalam pembukaan UUD 1945.

"Kami meminta SBY memberi penjelasa kepada masyarakat soal dukungan itu. Sebab keputusan pemerintah mendukung resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB nomor 1747, berarti Indonesia sudah masuk aliansi strategis pakta pertahanan AS. Harus diingat, kita tidak setuju dengan cara-cara AS mengintervensi negara manapun termasuk Iran," ungkapnya.

Namun, Tjahjo tidak mau mengomentari langkah-langkah apa yang bakal dilakukan kader PDIP di DPR atas keputusan itu. "Kita minta pemerintah menjelaskan hal ini lebih dahulu kepada rakyat. Setelah itu baru diketahui langkah-langkah yang bakal dilakukan," katanya.

Sikap penyesalan juga disampaikan KH Anwar Sanusi menyanyangkan sikap pemerintah Indonesia yang mendukung pemberian sanksi terhadap Iran itu. "Sikap gegabah pemerintahan SBY itu sudah melukai hati umat Islam Indonesia. Seharusnya, RI mendukung atau setidaknya bersikap abstain. Seluruh ulama jelas menolak sikap RI itu," ujar Anwar Sanusi.

Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Lembah Arafah ini, sikap mendukung resolusi DK PBB itu jelas telah melanggar politik luar negeri yang bebas dan aktif. Sesama negara Islam, seharusnya RI turut merakan kesulitan yang dirasakan umat Islam di Iran, bukan malah menyakiti. Seharusnya juga RI mengecam pengembangan senjata pembunuh massal oleh Israel.

"Jadi sudah jelas, dukungan RI itu semakin membuktikan bahwa pemimpin negeri ini sudah menjadi antek-antek AS dan boneka negara-negara besar lainnya," papar Anwar Sanusi.

Dewan Pimpinan Pusat Pemuda Bulan Bintang [DPP PBB] mendesak Presiden SBY segera membatalkan dukungan pemerintah Indonesia terhadap Resolusi DK PBB No 1747 yang menjatuhkan sanksi terhadap Iran terkait program nuklir untuk kepentingan rakyat sipil di negara tersebut.

"SBY harus segera menganulir keputusan pemerintah yang menyetujui sanksi terhadap Iran. Kalau Indonesia mendukung, ini menunjukkan bahwa Indonesia tunduk dan patuh pada Amerika. Ini sangat disesalkan," tandas Ketua Umum PBB, Muhamad Fauzi dalam pernyataan sikapnya, Selasa pagi.

Sebagai negara muslim terbesar di dunia, tidak pada tempatnya bila pemerintah RI mendukung Resolusi PBB No 1747. "Mengapa cuma Iran yang diberi sanksi? Padahal Iran membuat program nuklir untuk kepentingan sipil bukan untuk perang."

Jika SBY tetap bersikukuh dengan keputusannya, setuju dengan sanksi terhadap Iran, maka PBB mendukung rencana sejumlah anggota DPR yang akan menggunakan Hak Interpelasi dan Hak Angket terhadap SBY.

Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Din Syamsudin mengatakan, seharusnya pemerintah Indonesia berani menolak resolusi PBB itu dan harus berempati kepada Iran. "Dukungan itu membuktikan RI hanya mengikuti kehendak negara adikuasa yang jelas-jelas tidak menginginkan negara Islam maju dan berkembang."

Pakar hukum internasional Winarno Yudho berpendapat, dukungan RI itu akibat Indonesia memang bertentangan dengan politik bebas aktif. Namun dukungan itu membuktikan bahwa RI masih sangat tergantung terhadap negara besar, antara lain AS. "Sikap RI itu karena kepentingan negara-negara besar seperti AS, Inggris dan kepentingan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ada rasa tidak enak RI terhadap negara besar," jelas Winarno. (art/noy/saa/asa/pnb)
Djoko Y

No comments: