Samsul Bahri Minta tak Dilantik
Anggota KPU terpilih ini minta kasus pidana yang dihadapinya jelas.
JAKARTA --- Polemik anggota Komisi Pemilihan Umum, Samsul Bahri, terus berlangsung. Untuk meredakannya, Samsul mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu berisi permintaan Samsul kepada Presiden untuk tidak melantik dirinya terlebih dahulu sebelum kasus pidana yang sedang dihadapinya jelas.
Selain Presiden, Samsul juga mengirim surat kepada Jaksa Agung, Hendarman Supandji. Isinya meminta klarifikasi atas kasus yang menimpa dirinya. Surat itu diterima Presiden dan Jaksa Agung pada 15 Oktober 2007 itu, ''Atas perkembangan surat ini, Presiden memerintahkan kepada para menteri, terutama kami dengan Mensesneg untuk melakukan komunikasi lebih intensif kepada DPR,'' ungkap Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto, di Kantor Presiden, Kamis (18/10).
Secara khusus surat dari Samsul itu dibahas oleh Presiden SBY bersama Mendagri, Mensesneg, Menkum dan HAM, serta Jaksa Agung, Kamis (18/10). Sehari setelah surat itu diterimanya, Mardiyanto langsung meneruskannya ke Presiden. Menurutnya, surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung juga ditembuskan kepada Presiden. Surat ini selanjutnya akan menjadi bagian pertimbangan Presiden untuk memutuskan nasib guru besar Universitas Brawijaya ini.
Mendagri berjanji akan mencari penyelesaian terbaik untuk semua pihak. Pemerintah tak akan saling menyalahkan dengan pihak lain terkait pada kasus ini. Dalam sisa waktu yang tersedia, para menteri yang ditugaskan Presiden akan menggelar komunikasi intensif dengan DPR.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, batas akhir pelantikan atau penetapan anggota KPU ditentukan 22 atau 23 Oktober 2007. Selain menugaskan dirinya dan Mensesneg, ungkap Mardiyanto, Presiden SBY juga memerintahkan Jaksa Agung untuk mempercepat proses penanganan kasus Samsul Bahri. Dengan percepatan ini diharapkan status hukumnya bisa segera disimpulkan.
Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR, Sayuti Asyhatri, menilai sikap Presiden yang tak segera melantik anggota KPU sebagai bagian dari politik citra. Persoalan KPU merupakan kesalahan pemerintah yang sejak awal tidak cermat dalam mengirim calon anggota KPU ke DPR. ''Kita pahami, di saat sekarang, Presiden perlu pencitraan. Dengan mempersoalkan pertimbangan moral itu akan bagus buat pencitraannya. Sayangnya, ini bukanlah waktu yang tepat,'' katanya.
Seharusnya, menurut Sayuti, pertimbangan moral atas status tersangka Samsul Bahri dilakukan sebelum nama dikirim ke DPR. Saat itu, kewenangan sepenuhnya ada di tangan Presiden. ''Kenapa waktu itu tidak digunakan kewenangannya untuk melakukan pertimbangan moral. Padahal, informasi atas kasus itu seharusnya sudah dipegang pihak kejaksaan,'' paparnya.
Jika Presiden SBY mencoret Samsul Bahri, Sayuti mengingatkan akan munculnya polemik. Komisi II bisa saja meminta dilakukan kocok ulang atas calon anggota KPU. Sebab, calon yang ada di bawah Samsul Bahri, yaitu Saut H Sirait, tidak bisa otomatis langsung naik menggantikan Samsul Bahri. Berbeda dengan Sayuti, anggota Komisi II, Mahfudz Siddiq (FPKS), melihat kasus Samsul Bahri merupakan ujian hukum bagi Presiden. Dijelaskannya, saat ini, dibutuhkan KPU yang anggotanya memiliki kredibiltas tinggi dan tidak punya sandungan hukum.
Supaya tak berlarut-larut, menurut Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Idrus Marham, Presiden cukup melantik enam anggota KPU tanpa Samsul Bahri. Soalnya, waktu bagi KPU untuk mempersiapkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 semakin mendekat. ''Sebenarnya, persoalan ini jangan jadi alasan untuk tidak melantik. Presiden jangan ragu untuk melantik. Kalau memang ada masalah di satu orang, yang enam saja dilantik dulu,'' katanya Dia menyatakan, pelantikan enam orang itu tak ada larangan secara hukum. Demikian pula dengan UU, tak ada UU yang melarang Presiden untuk melantik enam orang terlebih dahulu.
Demikian juga dengan penilaian anggota Komisi II, Agus Condro (FPDIP). Ia mengusulkan agar mengesahkan enam orang saja. `'Kalau Presiden mencoret Samsul Bahri atau DPR menarik kembali tujuh nama itu pasti akan timbul polemik yang panjang,'' katanya. djo/wed/dwo
No comments:
Post a Comment