Koalisi Golkar-PDIP Bikin Tersinggung Sejumlah Parpol
Anwar Khumaini - detikcom
Jakarta - Pertemuan Surya Paloh dengan Taufiq Kiemas dalam acara temu kader bersama antara Partai Golkar dan PDIP pekan lalu di Medan diduga akan berujung pada koalisi kebangsaan dengan berlatar ideologi nasionalis. Namun hal ini membuat parpol lain tersinggung. Kenapa?
"Ada ketergangguan politik dari partai-partai nasionalis dan partai-partai yang mendukung NKRI. Seolah-olah hanya mereka (Golkar dan PDIP) yang nasionalis dan mendukung NKRI. Padahal kita juga," cetus Ketua Fraksi PKS Mahfudz Shiddiq.
Hal ini diungkapkan dia sebelum menghadiri pertemuan pimpinan 8 fraksi DPR di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Selasa (26/7/2007).
Meski Mahfudz tidak secara tegas menyatakan ketersinggungannya, namun pernyataanya tersebut menyiratkan kekhawatiran sejumlah parpol terutama parpol kecil. "Saat ini kita masih dalam tahap awal. Ada dua kekuatan besar yang jika dibiarkan akan menjadi tirani mayoritas," imbuhnya.
Oleh karena itu, untuk merapatkan barisan, pertemuan 8 pimpinan fraksi di DPR minus Golkar dan PDIP ini akan dilanjutkan dalam pertemuan di tingkat pimpinan partai.
"Pertemuan ini tidak ada kesepakatan-kesepakatan untuk menandingi mereka. Namun nantinya pertemuan ini akan dilanjutkan pada level partai, tidak hanya pada pimpinan fraksi saja," ujar mahfudz.
"Kita akan tetap membuka peluang untuk berkoalisi dengan parpol lain agar parpol besar tersebut tidak semena-mena," pungkas Mahfudz.
Djoko/hafiz
Thursday, June 28, 2007
F-PKS Tolak Tambahan Uang Rp 1 Juta
Anggaran Legislasi
F-PDIP dan F-PKS Tolak Tambahan Uang Rp 1 Juta
Kompas, 27 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak usulan Badan Urusan Rumah Tangga tentang penambahan uang legislasi sebesar Rp 1 juta per undang-undang bagi setiap anggota Dewan.
"Kalau anggaran itu akan dipaksakan untuk diterima, kami akan menyatakan dissenting opinion, perbedaan pendapat," ucap Sekretaris F-PDIP Ganjar Pranowo, Selasa (26/6).
Penegasan senada disampaikan Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq. Dia menyatakan secara tegas bahwa fraksinya menolak usulan itu. "F-PKS menilai usulan itu mengada-ada dan menabrak norma kepantasan," ucapnya.
Keduanya menanggapi usulan rapat pimpinan DPR, fraksi, dan BURT, Senin lalu, yang mengusulkan tambahan uang legislasi Rp 1 juta per undang-undang.
Tambahan ini tidak hanya diberikan kepada 50 anggota Dewan yang terlibat dalam panitia khusus rancangan undang-undang, tetapi juga dibagikan kepada seluruh 546 anggota DPR setiap RUU disahkan di paripurna. Uang legislasi yang selama ini dibagikan kepada anggota pansus adalah Rp 5 juta per orang.
"Kalau uang ini untuk meningkatkan kinerja sangat tidak pas. Sebenarnya anggota DPR sudah dapat cukup banyak. Terlalu mahal setiap hadir di paripurna mengesahkan undang-undang kita dapat Rp 1 juta," ucap Ganjar.
F-PDIP berharap uang tersebut nantinya dialihkan untuk meningkatkan kualitas multimedia DPR sehingga masyarakat ataupun anggota Dewan lebih mudah mengakses produk-produk maupun perdebatan yang terjadi di Dewan.
Sikap F-PKS, menurut Mahfudz Siddiq, uang legislasi hanya diberikan untuk anggota yang terlibat langsung dalam pembahasan di pansus atau komisi.
Djoko/hafiz
F-PDIP dan F-PKS Tolak Tambahan Uang Rp 1 Juta
Kompas, 27 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak usulan Badan Urusan Rumah Tangga tentang penambahan uang legislasi sebesar Rp 1 juta per undang-undang bagi setiap anggota Dewan.
"Kalau anggaran itu akan dipaksakan untuk diterima, kami akan menyatakan dissenting opinion, perbedaan pendapat," ucap Sekretaris F-PDIP Ganjar Pranowo, Selasa (26/6).
Penegasan senada disampaikan Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq. Dia menyatakan secara tegas bahwa fraksinya menolak usulan itu. "F-PKS menilai usulan itu mengada-ada dan menabrak norma kepantasan," ucapnya.
Keduanya menanggapi usulan rapat pimpinan DPR, fraksi, dan BURT, Senin lalu, yang mengusulkan tambahan uang legislasi Rp 1 juta per undang-undang.
Tambahan ini tidak hanya diberikan kepada 50 anggota Dewan yang terlibat dalam panitia khusus rancangan undang-undang, tetapi juga dibagikan kepada seluruh 546 anggota DPR setiap RUU disahkan di paripurna. Uang legislasi yang selama ini dibagikan kepada anggota pansus adalah Rp 5 juta per orang.
"Kalau uang ini untuk meningkatkan kinerja sangat tidak pas. Sebenarnya anggota DPR sudah dapat cukup banyak. Terlalu mahal setiap hadir di paripurna mengesahkan undang-undang kita dapat Rp 1 juta," ucap Ganjar.
F-PDIP berharap uang tersebut nantinya dialihkan untuk meningkatkan kualitas multimedia DPR sehingga masyarakat ataupun anggota Dewan lebih mudah mengakses produk-produk maupun perdebatan yang terjadi di Dewan.
Sikap F-PKS, menurut Mahfudz Siddiq, uang legislasi hanya diberikan untuk anggota yang terlibat langsung dalam pembahasan di pansus atau komisi.
Djoko/hafiz
Hadapi Golkar-PDI-P, 8 Parpol Jajaki Koalisi
Hadapi Golkar-PDI-P, 8 Parpol Jajaki Koalisi
Agung Laksono Bantah Telah Terjadi Koalisi
Kompas, 27 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Rencana koalisi dua partai besar, yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, langsung memancing reaksi delapan partai menengah dan kecil untuk juga membangun koalisi tandingan.
Mereka mengadakan pertemuan tertutup di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (26/6) malam. Tuan rumah pertemuan adalah Zulkifli Hasan dari Partai Amanat Nasional. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Johny Allen (Ketua Partai Demokrat), Irgan Chairul Muhfiz (Sekjen Partai Persatuan Pembangunan), Ida Fauziah (Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa), Mahfudz Siddiq (Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Bursah Zarnubi (Ketua Umum Partai Bintang Reformasi/PBR), Pastor Saut Hasibuan (Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera), dan Ali Mochtar Ngabalin (Ketua DPP Partai Bulan Bintang).
Menurut Zulkifli, acara ini untuk menyamakan persepsi pembahasan rancangan undang-undang bidang politik. Sedangkan Bursah terang-terangan mengaku, "Ini penjajakan koalisi."
Partai Golkar dan PDI-P tidak diundang dalam pertemuan itu. "Kita yang menengah dulu saja," ujar Mahfudz. Ia juga menegaskan, koalisi ini untuk mencegah dominasi dua partai besar.
Ketua PBR Ade Daud Nasution menambahkan, gabungan partai menengah dan kecil itu bisa menandingi koalisi Golkar-PDI-P di DPR karena koalisi kedua partai pemenang Pemilu 2004 itu hanya memiliki 238 kursi. Sementara partai lain berpeluang menggabungkan 312 kursi di DPR.
Namun, hingga pertemuan itu berakhir semalam, peserta belum bersepakat membentuk koalisi.
Agung bantah koalisi
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, apa yang dilakukan Surya Paloh di Medan baru sebatas silaturahmi. "Itu bukan sikap partai," tegasnya.
Sikap politik Golkar, katanya, masih sama semenjak musyawarah nasional di Bali, yaitu sebagai pendukung pemerintah yang kritis, obyektif, dan proporsional. Golkar tak mungkin dalam waktu bersamaan bergabung dengan partai oposisi.
Menanggapi penjajakan koalisi oleh delapan partai, diakui Agung, sejak awal ia pun mempertanyakan mengapa yang diajak koalisi hanya PDI-P. Seharusnya semua partai yang menjunjung semangat kebangsaan juga diajak.
Agung menilai apa yang dilakukan Surya Paloh di Medan tak melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, apabila dilihat dari sisi silaturahmi. Namun, apabila dilihat dari fungsi dan peranan yang dimainkan, mengaburkan peran eksekutif di partai. "Kalau penasihat melaksanakan fungsi eksekutif, anggota akan bingung," paparnya.
Namun, Agung membantah di tubuh Golkar terjadi friksi. Apa yang terjadi hanya perbedaan pendapat dan itu biasa terjadi. "Tak pernah koor seperti zaman Soeharto," ungkapnya.
Djoko/Hafiz
Agung Laksono Bantah Telah Terjadi Koalisi
Kompas, 27 Juni 2007
Jakarta, Kompas - Rencana koalisi dua partai besar, yaitu Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, langsung memancing reaksi delapan partai menengah dan kecil untuk juga membangun koalisi tandingan.
Mereka mengadakan pertemuan tertutup di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (26/6) malam. Tuan rumah pertemuan adalah Zulkifli Hasan dari Partai Amanat Nasional. Hadir dalam pertemuan itu antara lain Johny Allen (Ketua Partai Demokrat), Irgan Chairul Muhfiz (Sekjen Partai Persatuan Pembangunan), Ida Fauziah (Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa), Mahfudz Siddiq (Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Bursah Zarnubi (Ketua Umum Partai Bintang Reformasi/PBR), Pastor Saut Hasibuan (Ketua Fraksi Partai Damai Sejahtera), dan Ali Mochtar Ngabalin (Ketua DPP Partai Bulan Bintang).
Menurut Zulkifli, acara ini untuk menyamakan persepsi pembahasan rancangan undang-undang bidang politik. Sedangkan Bursah terang-terangan mengaku, "Ini penjajakan koalisi."
Partai Golkar dan PDI-P tidak diundang dalam pertemuan itu. "Kita yang menengah dulu saja," ujar Mahfudz. Ia juga menegaskan, koalisi ini untuk mencegah dominasi dua partai besar.
Ketua PBR Ade Daud Nasution menambahkan, gabungan partai menengah dan kecil itu bisa menandingi koalisi Golkar-PDI-P di DPR karena koalisi kedua partai pemenang Pemilu 2004 itu hanya memiliki 238 kursi. Sementara partai lain berpeluang menggabungkan 312 kursi di DPR.
Namun, hingga pertemuan itu berakhir semalam, peserta belum bersepakat membentuk koalisi.
Agung bantah koalisi
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, apa yang dilakukan Surya Paloh di Medan baru sebatas silaturahmi. "Itu bukan sikap partai," tegasnya.
Sikap politik Golkar, katanya, masih sama semenjak musyawarah nasional di Bali, yaitu sebagai pendukung pemerintah yang kritis, obyektif, dan proporsional. Golkar tak mungkin dalam waktu bersamaan bergabung dengan partai oposisi.
Menanggapi penjajakan koalisi oleh delapan partai, diakui Agung, sejak awal ia pun mempertanyakan mengapa yang diajak koalisi hanya PDI-P. Seharusnya semua partai yang menjunjung semangat kebangsaan juga diajak.
Agung menilai apa yang dilakukan Surya Paloh di Medan tak melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golkar, apabila dilihat dari sisi silaturahmi. Namun, apabila dilihat dari fungsi dan peranan yang dimainkan, mengaburkan peran eksekutif di partai. "Kalau penasihat melaksanakan fungsi eksekutif, anggota akan bingung," paparnya.
Namun, Agung membantah di tubuh Golkar terjadi friksi. Apa yang terjadi hanya perbedaan pendapat dan itu biasa terjadi. "Tak pernah koor seperti zaman Soeharto," ungkapnya.
Djoko/Hafiz
Thursday, June 07, 2007
Sikap Fraksi di DPR Masih Terbelah
Sikap Fraksi di DPR Masih Terbelah
Kamis, 07/06/2007
Sindo
JAKARTA (SINDO) – Sikap fraksifraksi di DPR masih terbelah. Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Demokrat (FPD) tetap bersikeras Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak perlu hadir dalam rapat paripurna DPR.
Sedangkan fraksi-fraksi minoritas seperti Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) masih menginginkan Presiden hadir. Sementara di internal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih terjadi perbedaan pendapat menyikapi kontroversi tersebut. Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, perdebatan perlu tidaknya Presiden datang ke DPR bukan hal substansial.
Sebab, sesuai aturan Tata Tertib (Tatib) DPR kehadiran Presiden dalam interpelasi, bukan sebuah keharusan. ”Jadi tidak ada dasar yang kuat tentang keharusan Presiden datang ke DPR untuk menjawab interpelasi,” ujar Ferry,kemarin. Seperti diberitakan, rapat paripurna dengan agenda pembacaan jawaban Presiden SBY atas interpelasi DPR terkait sikap Indonesia dalam resolusi PBB Nomor 1747 tentang sanksi untuk Iran, berlangsung dalam suasana hirukpikuk.
Saat itu, terjadi tarik-menarik antara sesama anggota dewan tentang perlu tidaknya Presiden hadir di DPR.Akibatnya,rapat yang dihadiri Menko Polhukam Widodo AS dan enam menteri lain ditunda hingga pekan depan. Menurut Ferry, persoalan substansi dari rapat paripurna tersebut adalah apakah pemerintah bisa menjelaskan semua pertanyaan DPR atau tidak.Karena itu, polemik kehadiran Presiden semestinya diakhiri. Anggota FPG DPR Akil Mochtar menambahkan, di Golkar sudah ada arahan agar seluruh anggota fraksi menerima kehadiran menteri yang diutus Presiden untuk menyampaikan jawaban interpelasi.
‘’Hingga saat ini,kebijakan tersebut belum berubah,’’ kata Akil. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menegaskan sikap Fraksi Demokrat di DPR tidak mempersoalkan hadir tidaknya Presiden menjelaskan interpelasi DPR. Sebab, sebenarnya substansi yang diinginkan DPR dalam persoalan ini adalah jawaban pemerintah. Sikap berbeda disampaikan Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) Jamaluddin Karim. Politikus PBB ini mengatakan, Presiden harus menjelaskan sendiri pertanyaan yang diajukan anggota DPR karena tatib DPR menyebutkan bahwa interpelasi harus dijawab Presiden.
”Nanti kalau ada penjelasan bisa disampaikan kepada menteri terkait,”ungkapnya. Ketua FPKS Mahfud Shidik juga menegaskan bahwa DPR akan menjadwalkan kembali soal kehadiran Presiden.Tanpa kehadiran Presiden, terang dia, DPR belum mau mendengarkan jawaban yang disampaikan pemerintah. ”Yang kami inginkan Presiden datang sendiri dan menyampaikan langsung.Setelah itu boleh diwakilkan jika ada pertanyaan dari anggota dewan,” terangnya.
Jangan Tebang Pilih
Terkait sikap fraksi-fraksi terhadap sidang paripurna yang membahas interpelasi soal Iran, Akil Mochtar mengatakan, DPP Partai Golkar sudah seharusnya menjatuhkan sanksi kepada anggota FPG Yuddy Chrisnandi karena dinilai tidak mematuhi garis partai. Yuddy dinilai ngotot mendesak Presiden SBY datang ke DPR, padahal arahan dari DPP Golkar tidak demikian. Sikap tegas terhadap Yuddy, menurut Akil,harus dilakukan untuk menghapus kesan tebang pilih dalam hal penjatuhan sanksi di internal Golkar. ”Golkar jangan tebang pilih karena Yuddy dikenal dekat dengan Agung.
Ya kalau saya , kebetulan tidak dekat dengan siapa-siapa,” katanya.Akil menegaskan, FPG telah menginstruksikan kepada anggotanya dalam rapat pleno fraksi yang dipimpin Wakil Ketua Umum Agung Laksono pada Senin (4/6), untuk menerima penjelasan pemerintah mengenai sikap terhadap Iran. Sementara itu, Yuddy Chrisnandi mempersilakan DPP PG memberikan sanksi untuk dirinya. (chamad hojin/susi/ant)
Djoko Y
Kamis, 07/06/2007
Sindo
JAKARTA (SINDO) – Sikap fraksifraksi di DPR masih terbelah. Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Fraksi Partai Demokrat (FPD) tetap bersikeras Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak perlu hadir dalam rapat paripurna DPR.
Sedangkan fraksi-fraksi minoritas seperti Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) masih menginginkan Presiden hadir. Sementara di internal Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masih terjadi perbedaan pendapat menyikapi kontroversi tersebut. Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar (FPG) DPR Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, perdebatan perlu tidaknya Presiden datang ke DPR bukan hal substansial.
Sebab, sesuai aturan Tata Tertib (Tatib) DPR kehadiran Presiden dalam interpelasi, bukan sebuah keharusan. ”Jadi tidak ada dasar yang kuat tentang keharusan Presiden datang ke DPR untuk menjawab interpelasi,” ujar Ferry,kemarin. Seperti diberitakan, rapat paripurna dengan agenda pembacaan jawaban Presiden SBY atas interpelasi DPR terkait sikap Indonesia dalam resolusi PBB Nomor 1747 tentang sanksi untuk Iran, berlangsung dalam suasana hirukpikuk.
Saat itu, terjadi tarik-menarik antara sesama anggota dewan tentang perlu tidaknya Presiden hadir di DPR.Akibatnya,rapat yang dihadiri Menko Polhukam Widodo AS dan enam menteri lain ditunda hingga pekan depan. Menurut Ferry, persoalan substansi dari rapat paripurna tersebut adalah apakah pemerintah bisa menjelaskan semua pertanyaan DPR atau tidak.Karena itu, polemik kehadiran Presiden semestinya diakhiri. Anggota FPG DPR Akil Mochtar menambahkan, di Golkar sudah ada arahan agar seluruh anggota fraksi menerima kehadiran menteri yang diutus Presiden untuk menyampaikan jawaban interpelasi.
‘’Hingga saat ini,kebijakan tersebut belum berubah,’’ kata Akil. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga menegaskan sikap Fraksi Demokrat di DPR tidak mempersoalkan hadir tidaknya Presiden menjelaskan interpelasi DPR. Sebab, sebenarnya substansi yang diinginkan DPR dalam persoalan ini adalah jawaban pemerintah. Sikap berbeda disampaikan Ketua Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD) Jamaluddin Karim. Politikus PBB ini mengatakan, Presiden harus menjelaskan sendiri pertanyaan yang diajukan anggota DPR karena tatib DPR menyebutkan bahwa interpelasi harus dijawab Presiden.
”Nanti kalau ada penjelasan bisa disampaikan kepada menteri terkait,”ungkapnya. Ketua FPKS Mahfud Shidik juga menegaskan bahwa DPR akan menjadwalkan kembali soal kehadiran Presiden.Tanpa kehadiran Presiden, terang dia, DPR belum mau mendengarkan jawaban yang disampaikan pemerintah. ”Yang kami inginkan Presiden datang sendiri dan menyampaikan langsung.Setelah itu boleh diwakilkan jika ada pertanyaan dari anggota dewan,” terangnya.
Jangan Tebang Pilih
Terkait sikap fraksi-fraksi terhadap sidang paripurna yang membahas interpelasi soal Iran, Akil Mochtar mengatakan, DPP Partai Golkar sudah seharusnya menjatuhkan sanksi kepada anggota FPG Yuddy Chrisnandi karena dinilai tidak mematuhi garis partai. Yuddy dinilai ngotot mendesak Presiden SBY datang ke DPR, padahal arahan dari DPP Golkar tidak demikian. Sikap tegas terhadap Yuddy, menurut Akil,harus dilakukan untuk menghapus kesan tebang pilih dalam hal penjatuhan sanksi di internal Golkar. ”Golkar jangan tebang pilih karena Yuddy dikenal dekat dengan Agung.
Ya kalau saya , kebetulan tidak dekat dengan siapa-siapa,” katanya.Akil menegaskan, FPG telah menginstruksikan kepada anggotanya dalam rapat pleno fraksi yang dipimpin Wakil Ketua Umum Agung Laksono pada Senin (4/6), untuk menerima penjelasan pemerintah mengenai sikap terhadap Iran. Sementara itu, Yuddy Chrisnandi mempersilakan DPP PG memberikan sanksi untuk dirinya. (chamad hojin/susi/ant)
Djoko Y
Subscribe to:
Posts (Atom)