Monday, March 07, 2005

65 Anggota DPD Tolak Kenaikan Harga BBM * F-PKS Minta Dibatalkan

65 Anggota DPD Tolak Kenaikan Harga BBM * F-PKS Minta Dibatalkan
Jakarta, Kompas - Tekanan kepada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menaikkan harga BBM terus meningkat. Jumat (4/3) kemarin, 65 dari total 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah, yang tergabung dalam Kaukus Penolakan Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak, menandatangani pernyataan sikap menolak keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. Sementara itu, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera meminta Presiden Yudhoyono membatalkan kenaikan harga BBM sampai ada pembicaraan dengan DPR.
Menanggapi tekanan dari parlemen, Presiden Yudhoyono terus turun ke bawah dengan menemui kelompok masyarakat. Jumat subuh Presiden Yudhoyono meninggalkan Istana Negara menuju tempat pelelangan ikan (TPI) di Labuhan, Pandeglang, Banten. Presiden berdialog dengan nelayan, kemudian ke Pelabuhan Merak bertemu dengan penumpang. Siang harinya Presiden kembali ke Istana untuk memberikan sambutan dalam acara silaturahmi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang dipimpin Prabowo Subijanto.
Ditanya pers soal langkah politik dari politisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden mempersilakan anggota DPR menggunakan mekanisme politik yang ada sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan Tata Tertib DPR.
"Kalau itu, urusan DPR. Saya serahkan ke DPR. Penyelenggara negara itu ada aturan mainnya. Silakan mekanisme itu digunakan dengan baik, karena yang dilakukan pemerintah itu jelas arahnya dan untuk apa. Saya persilakan mekanisme politik DPR dan pemerintah yang sesuai dengan undang-udang dan tata tertib. Kami siap berkomunikasi dengan DPR," kata Presiden.
Menolak kenaikan
Dalam pernyataan sikap Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terdaftar 66 nama, tetapi terdapat satu anggota DPD yang dua kali membubuhkan tanda tangan, yaitu Nur Andriyani dari Kalimantan Timur. Dari 65 anggota DPD yang menandatangani pernyataan sikap tersebut, hanya anggota DPD asal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Kalimantan Tengah yang tidak tercantum dalam daftar.
Pernyataan menolak kenaikan harga BBM itu disampaikan dalam jumpa pers di ruang pers Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat siang. Hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua DPD Laode Ida (Sulawesi Tenggara), Marwan Batubara (DKI Jakarta), I Wayan Sudirta (Bali), Muhammad Nasir (Jambi), Nurmawati D Bantilan (Sulawesi Tengah), Muspani (Bengkulu), dan Ruslan Wijaya (Sumatera Selatan).
Dalam pernyataan sikap itu disebutkan sepuluh butir yang mendasari sikap menolak kenaikan harga BBM. Penolakan itu antara lain karena belum tuntasnya pemeriksaan dugaan penyelewengan dan perhitungan harga pokok BBM di Pertamina dan adanya kepentingan neoliberal untuk menguasai bisnis ritel BBM di Indonesia.
Marwan mengakui, sikap menolak kenaikan harga BBM tersebut masih merupakan sikap masing-masing anggota, bukan sikap DPD sebagai sebuah institusi. DPD sendiri belum bersikap secara resmi atas keputusan pemerintah menaikkan harga BBM itu. Keputusan itu baru akan diputuskan pada rapat pleno Senin mendatang.
"Lugas saja. Kalau di rapat paripurna tidak dicapai mufakat, kami voting dengan pilihan: menolak atau menerima kenaikan harga BBM. Pilihannya cuma itu," kata Muspani.
Mereka paham atas keterbatasan kewenangan DPD yang tidak bisa menolak kebijakan pemerintah. Hanya saja, sikap menolak tersebut harus ditegaskan secara terbuka sebagai bentuk upaya mereka memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Secara terpisah, anggota DPD, Ichsan Loulembah (Sulawesi Tengah), secara terpisah menyatakan dukungannya atas keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. Menurut Ichsan, anggota DPD yang mendukung keputusan pemerintah bukan hanya dirinya.
Batalkan
Kemarin Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) meminta pemerintah segera mencabut atau membatalkan kebijakan kenaikan harga BBM sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2005.
F-PKS menilai bahwa secara yuridis kebijakan kenaikan harga BBM ini belum menempuh ketentuan yang sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 27 Ayat (3) huruf a, b, c, dan d, dan juga tidak sesuai dengan UU No 36/2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pasal 16.
Pernyataan sikap F-PKS DPR tersebut ditandatangani Ketua F-PKS Untung Wahono dan Sekretaris F-PKS Mahfudz Siddiq. "Intinya, F-PKS meminta pemerintah mencabut kebijakan kenaikan harga BBM ini secepatnya. Dibatalkan, lebih cepat lebih baik, sampai ada pembicaraan dengan DPR. Kalau perlu mulai besok (Sabtu)," kata Untung, kemarin petang.
Paripurna luar biasa
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi menuntut diadakannya sidang paripurna luar biasa untuk membahas kenaikan harga BBM yang diberlakukan pemerintah sejak tanggal 1 Maret 2005. Selain itu, BEM meminta agar Presiden Yudhoyono segera dipanggil untuk mempertanggungjawabkan kebijakan tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Gari Primananda dalam pertemuan antara wakil BEM se-Jabotabek dan Wakil Ketua DPR Zainal Ma’arif dan Wakil Ketua DPD Laode Ida hari Jumat di Gedung MPR/DPR.
Menanggapi hal itu, Zainal menekankan, DPR tidak buta dan tidak tuli atas aspirasi masyarakat. Memang disesalkan bahwa pemerintahan yang semula diharapkan menjadi "satrio piningit", ketika belum berprestasi justru menaikkan harga BBM yang memancing penolakan masyarakat luas.
Tidak melanggar
Di Istana Wakil Presiden (Wapres), Wapres Jusuf Kalla menjelaskan bahwa apa yang dilakukan pemerintah-dengan mengubah APBN yang saat ini diperkarakan DPR dengan diusulkannya hak angket-bukan sesuatu yang melanggar undang-undang. "Asumsi dalam penyusunan APBN berubah. Harga minyak dunia dihitung 24 dollar Amerika Serikat (per barrel). Sekarang harga minyak dunia 50 dollar AS sehingga pemerintah terpaksa menyesuaikan itu. Jadi, bukan pemerintah yang mengubah, tetapi asumsinya yang berubah. Jangan lupa itu sehingga terjadilah perubahan," ujarnya.
Menurut Kalla, pemerintah tidak risau sama sekali dengan akan diajukannya hak angket dan siap melayani permintaan DPR. Pemerintah, menurut Kalla, mempunyai bahan yang cukup untuk melayani permintaan DPR. "Angket kan untuk mengetahui, apakah langkah pemerintah itu sah atau tidak kan?" ujarnya

No comments: