Monday, May 24, 2010

Mahfudz Siddiq Hormati Keputusan Anggito Mundur

Senayan - Mundurnya Anggito Abimanyu sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal ditanggapi beragam oleh sejumlah kalangan. Ada yang bernada menyayangkan adapula yang mengapresiasi. Salah satu politisi yang mengapresiasi keputusan Anggito adalah Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq.

"Barangkali dengan mengundurkan diri Pak Anggito jauh lebih produktif. Mungkin dengan kembali menjadi dosen dia merasa lebih nyaman. Ya kita hargai. Bisa jadi dia bisa mengembangkan pemikiran-pemikiran yang lebih konstrukstif kalau di kampus," kata anggota Komisi II ini kepada Jurnalparlemen, Jumat (21/5).

Sebelumnya, Presiden SBY pernah mengumumkan pelantikan  Anggito Abimanyu sebagai Wakil Menteri. Namun pelantikan tersebut ditunda karena saat itu Anggito belum memiliki golongan eselon I di Kementerian Keuangan. Dan posisi yang akan ditempati Anggito tersebut diisi Anny Ratnawati yang Kamis (20/5) kemarin dilantik Presiden bersama Agus Martowardojo yang menjabat sebagai Menkeu.

Menurut Mahfudz, dipilihnya Anny sebagai Wamenkeu mungkin tak mengejutkan Anggito. "Tanda-tanda bahwa pak Anggito tidak akan menduduki Wamenkeu kan sebenarnya sudah lama, sejak penundaan itu. Kalaupun sekarang ini Wamenkeunya ternyata orang lain, bukan Anggito, ya itu bukan hal yang mengejutkan," ujarnya.

Mahfudz menilai pengunduran Anggito adalah sebuah pilihan. Karena SBY sudah menjatukan pilihan yang dianggapnya paling tepat menempati posisi tersebut.

"Keinginan Menkeu-Wamenkeu degan kombinasi birokrat dan professional sekarang sudah tercapai. Soal kompetensi antara bu Anny dan pak Anggito, saya kira masing-masing punya plus minusnya, dan presiden lebih tahu," pungkasnya. (kus/bal)

Kusti'ah - Jurnalparlemen.com
Jumat, 21/05/2010 | 12:52

Friday, May 21, 2010

PKS: Siap Mundur, tapi Jangan Kroco yang Minta

Kamis, 20 Mei 2010 pukul 11:41 Republika Online
 
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menanggapi santai wacana perombakan (reshuffle) kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Mereka mau saja kursinya dicopot, asal yang menyampaikan bukan kroco-kroco (anak buah level bawah-Red).

Anggota Fraksi PKS, Agus Purnomo, mengatakan, jika memang akan ada reshuffle kabinet, para penentu kebijakan dari tiap partai koalisi berkumpul satu meja. Kemudian, dalam pertemuan tersebut diputuskan partai mana yang harus mundur dari kabinet.

''Tentukan dalam pertemuan itu, kalau PKS diminta mundur, ya mundur. Tapi, yang ngomong reshuffle jangan kroco-kroco,'' tegas Agus, dalam sebuah diskusi di gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/5).

Agus meyakini posisi PKS di kabinet aman. "PKS ke depannya santai. Menteri sepertinya aman," kata dia.

Perombakan kabinet adalah hak prerogatif Presiden SBY. Karena itu, kata Agus, PKS baru memercayai adanya reshuffle kabinet jika hal itu keluar dari mulut SBY sebagai penentu kebijakan (policy maker). "Policy maker-nya kan SBY, bukan orang seperti Ruhut (politisi Demokrat, Ruhut Sitompul-Red)," tambah Agus.

Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq, optimistis menteri kabinet dari partainya tidak terkena dalam kemungkinan perombakan kabinet. ''Komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjalan baik dan sampai sejauh ini Presiden tidak pernah membicarakan soal kemungkinan reshuffle,'' kata Mahfudz.

Dijelaskannya, indikator kinerja menteri di kabinet ditentukan oleh pencapaian target setelah enam bulan bekerja. Sejauh ini, katanya, evaluasi yang dilakukan internal PKS terhadap empat menteri dari partai tersebut di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II cukup baik.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menambahkan, ada dua kemungkinan yang akan dilakukan SBY terkait reshuffle. Yakni, reshuffle kabinet terbatas dengan mengganti menteri meuangan (menkeu), atau reshuffle besar dengan menggusur menteri dari partai koalisi yang dinilai membangkang.

Menurut Arbi, saat ini SBY memilih opsi reshuffle kabinet terbatas dengan mengganti Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Tujuannya untuk membekukan proses politik kasus Bank Century. Jika nantinya tetap ada partai koalisi yang meneruskan proses politik kasus Bank Century dengan menggalang Hak Menyatakan Pendapat, Arbi yakin SBY tidak akan tinggal diam.

"PPP dan PKS bisa ditendang dari kabinet kalau main prinsip-prinsip saja tidak berpikir pragmatis," tambah Arbi. Pada Selasa (18/5), Ketua DPP Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menyatakan telah meminta Presiden SBY segera melakukan reshuffle kabinet.
andri, ed: sadewo

Thursday, May 20, 2010

PKS: Agus Bankir Bertangan Dingin

Ia dinilai mampu memperkuat reformasi birokrasi di jajaran Kementerian Keuangan.
Kamis, 20 Mei 2010, 10:27 WIB
Ita Lismawati F. Malau

VIVAnews - Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq menilai Menteri Keuangan baru, Agus Martowardojo sebagai sosok yang menjanjikan. Sore nanti, Agus akan dilantik menggantikan Sri Mulyani.

"Agus Marto itu tangan dingin, tegas, dan profesional," kata Mahfudz dalam pesan singkat yang diterima VIVAnews, Kamis 20 Mei 2010.

PKS, kata dia, yakin Agus mampu melakukan terobosan untuk memperkuat reformasi birokrasi di jajaran Kementerian Keuangan. Selain itu, Agus juga dinilai mampu meningkatkan pendapatan keuangan negara serta merekonstruksikan model pengelolaan keuangan negara. "Dengan 3 karakter itu."

Meski demikian, PKS ingin melihat apakah Agus Marto mampu melakukan terobosan kebijakan utang luar negeri. Seperti diketahui, utang Indonesia saat ini mencapai US$65 miliar (data Kementerian Keuangan 2010).

"Juga bagaimana menyeimbangkan penguatan aspek makro (stabilitas fiskal dan moneter) dengan penguatan aspek mikro (sektor riil) yang masih tertinggal," kata dia.

Sri Mulyani hari ini dijadwalkan menghadiri Rapat Paripurna DPR terakhir sebagai Menteri Keuangan. Tiba pukul 10.00WIB, Mulyani mengenakan baju berwarna hijau.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tadi malam menunjuk Agus sebagai pengganti Mulyani. Langkah ini diambil setelah Mulyani mengundurkan diri sebagai menteri karena tawaran posisi Direktur Pelaksana Bank Dunia. (mt)
• VIVAnews

Benarkah Teroris akan Dirikan NII?

8/05/2010 - 11:42
R Ferdian Andi R

(inilah.com/Wirasatria)
INILAH.COM, Jakarta - Upaya terorisme selama 10 tahun terakhir di Indonesia dinilai Presiden SBY sebagai upaya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Sinyalemen ini tidak terlepas dari dokumen yang ditemukan aparat kepolisian saat aksi kontraterosime. Benarkah mereka akan mendirikan Negara Islam?
Sinyalemen Presiden SBY tentang aksi terosisme di Indonesia dikaitkan dengan rencana pendirian Negara Islam Indonesia (NII) seperti memutar memori kelam perjalanan bangsa ini. Khususnya kaitannnya dengan relasi negara dengan agama melalui upaya separatisme dengan simbol agama, tak terkecuali NII.
Ini ditegaskan Presiden SBY menjelang keberangkatannya dalam perjalanan kenegaraan ke Singapura dan Malaysia, Senin (17/5). Menurut SBY, bila sebelumnya sasaran teroris pihak asing, kini terjadi perubahan orientasi dengan menjadikan bangsa sendiri sebagai sasarannya. “Kini mereka menjadikan bangsa sendiri, negara sendiri, pemerintahan sendiri sebagai sasaran,” tandas Presiden SBY.
Presiden menegaskan dirinya tidak mendukung dengan upaya pendirian Negara Islam (NI) yang direncanakan kalangan teroris seperti dokumen-dokumen yang ditemukan aparat. Menurut SBY, meski bukan negara Islam, Indonesia mengadopsi nilai-nilai Islam dalam praktik berbangsa dan bernegara. “Tapi, kelompok ini memaksa mengubah konstitusi kita, tentu ini sesuatu yang tidak bisa diterima,” tandas SBY.
Sinyalemen Presiden SBY tentang upaya kalangan teroris untuk mengubah konstitusi negara jelas menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Karena secara tak langsung, upaya untuk merubah konstitusi tidak bisa dilepaskan dengan sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dengan kata lain, pihak-pihak yang disinyalir Presiden tentang upaya mengubah konstitusi tidak terlepas dari upaya ‘konstitusional’ melalui jalur-jalur politik.
Politikus PPP Lukman Hakiem menilai, pernyataan Presiden SBY tentang rencana pendirian Negara Islam hanyalah upaya menyudutkan umat Islam. Ia menilai, isu yang dilempar Presiden SBY jelas tidak masuk akal. “Itu isu klasik yang bertujuan hanya memojokkan umat Islam,” cetusnya melalui pesan singkat kepada INILAH.COM di Jakarta, Selasa (18/5).
Hal senada ditegaskan politikus PKS Mahfudz Siddiq. Sinyalemen Presiden SBY dinilai gegabah dan berlebihan jika gerakan terorisme mengusung agenda mendirikan Negara Islam dan menjadikan institusi maupun pejabat negara sebagai target operasinya. “Gerakan terorisme di Indonesia tidak dalam kemampuan memadai mengusung agenda pendirian NII,” ujarnya.
Meski demikian, Mahfudz tidak menampik, jika secara ideologis konsep Negara Islam menjadi bagian dari keyakinan dan pemahaman kelompok teroris. Namun, dalam tataran visi, strategi, operasi dan unsur-unsur pendukung, Mahfudz menilai kalangan teroris jauh dari agenda tersebut.
“Karena gerakan terorisme di Indonesia cenderung berpola melawan dan dekonstruksi. Gerakan mereka juga tidak terstruktur secara komprehensif dan integratif. Gerakan mereka mengidap bias agenda yang bertujuan untuk menghancurkan Amerika antek Yahudi,” paparnya.
Menurut Ketua DPP PKS ini gerakan terorisme tidak memiliki agenda spesifik terhadap negara baik institusi maupun pejabatnya. Yang mereka propagandakan menurut Mahfudz, secara lebih konseptual meski masih absurd. “Yaitu menghancurkan sistem kehidupan jahiliyah,” tegasnya.
Namun berbeda pendapat justru ditegaskan pengamat terorisme Al-Chaidar. Ia tidak menampik sinyalemen presiden terkait upaya terorisme untuk mendirikan NII. “Ya memang, terorisme dan perang anti teror merupakan kontestasi antara Negara Pancasila dengan NII yang belum selesai,” ujarnya seraya menyebutkan upaya ini dimulai sejak 1949 hingga kini.
Menurut dia, saat ini NII semakin menampakkan di permukaan dalam wajahnya yang mengerikan. Oleh karenanya, ia menyerukan agar gerakan NII bisa juga dimunculkan dengan wajah yang berbeda. “Harus ada keseimbangan bahwa NII juga bisa muncul dalam wajah yang humanis,” cetusnya. [mdr]
PKS Minta Tembusan 
Partai Golkar Membatasi Diri soal Perombakan Kabinet

Kamis, 20 Mei 2010 | 03:56 WIB

Jakarta, Kompas - Partai Keadilan Sejahtera menilai, sekretariat gabungan koalisi ikut mengevaluasi menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Jika hasilnya menyangkut menteri dari koalisi, tentu juga ditembuskan ke partai koalisi. Partai juga wajib melakukan evaluasi.

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq di Jakarta, Rabu (19/5), menyatakan, dirinya belum mengetahui laporan Ketua Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan Kuntoro Mangkusubroto tentang hasil evaluasi kementerian yang disampaikan di Jakarta, Selasa (Kompas, 19/5). Sebab, laporan itu belum ditembuskan ke partai.

”Pak Kuntoro memang bertugas mengevaluasi kerja kementerian secara periodik. Jika hasilnya menyangkut menteri dari koalisi, tentu juga ditembuskan ke partai koalisi. Sebab, partai juga wajib melakukan evaluasi,” katanya. Dengan adanya sekretariat gabungan, menurut Mahfudz, mungkin hasil evaluasi dilaporkan melalui lembaga itu. ”Namun, kami belum menerima tembusan laporan itu,” ujarnya.

Tentang kemungkinan ada menteri dari PKS yang mendapat nilai merah hingga ada kemungkinan diganti, Mahfudz menjawab, ”Saya tidak mau menduga.”

Namun, Sutan Bhatoegana dari Partai Demokrat menuturkan, soal evaluasi menteri tidak masuk dalam pembahasan di setgab. Sebab, masalah menteri merupakan hak prerogatif Presiden.

Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar menilai, masalah menteri merupakan hak prerogatif Presiden. Golkar pun membatasi diri membicarakan hal itu. ”Jika diminta oleh Presiden, kami akan memberikan masukan,” katanya.

PPP dan PKS terancam ”dikeluarkan” dari kabinet apabila Presiden melakukan perombakan besar-besaran di kabinet. Sikap partai anggota koalisi dalam kasus Bank Century kemungkinan akan menjadi pertimbangan Presiden untuk mengocok ulang para menterinya.

Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, dalam diskusi di Dewan Perwakilan Daerah, Rabu, mengatakan, penyelidikan kasus Bank Century cukup mengganggu stabilitas kekuasaan pemerintah. Karena itu, Presiden rela memberikan pengorbanan politik. Selain mengangkat Aburizal Bakrie sebagai ketua harian setgab, kemungkinan Presiden juga melakukan perombakan kabinet.

Apabila partai-partai koalisi tidak melanjutkan penyelesaian politik kasus Bank Century, kemungkinan Presiden hanya melakukan perombakan terbatas. Sebaliknya, jika partai koalisi masih mempersoalkan proses politik kasus itu, Presiden kemungkinan merombak besar-besaran.

Soal evaluasi berujung perombakan kabinet, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menampik hal itu. ”Oh, enggak-enggak...,” ujarnya.

Meski belum tahu rapor hasil kerjanya, Menteri Perhubungan Freddy Numberi tetap yakin rapornya tidak merah. (nta/day/nwo/har)

PKS Tanyakan Misbakhun ke Kapolri

PKS menilai pertanyaan ini ada relevansi dengan kasus Century.
Rabu, 19 Mei 2010, 11:29 WIB


VIVAnews - Ketua DPP PKS yang juga anggota Tim Pengawas Century DPR, Mahfudz Siddiq mempertanyakan proses hukum yang dilakukan Kapolri terhadap M Misbakhun dalam rapat Tim Pengawas Century.
Misbakhun adalah anggota DPR sekaligus inisiatior hak angket Century dari fraksi PKS yang kini ditahan Polri atas dugaan pemalsuan dokumen L/C di Bank Century.
"Timwas (Tim Pengawas) ingin mendengar bagaimana perkembangan kasus Century yang mengacu pada tindak-tindak pidana umum, tindak-tindak pidana perbankan, serta money laundry (pencucian uang)," kata Mahfudz sebelum rapat dimulai, Rabu 19 Mei 2010.

Ia menambahkan, sekalipun mantan pemilik Bank Century Robert Tantular sudah diproses secara hukum, namun itu dinilai hanya sebagian dari keseluruhan dakwaan yang diungkap oleh panitia angket Century.

Mahfudz menekankan, Timwas ingin mempertanyakan sekaligus mendorong penyelesaian proses hukum Century secara keseluruhan, tidak sekedar parsial. "Pihak-pihak lain yang terlibat kasus Century juga penting untuk diusut, tidak hanya Robert Tantular," tegas Mahfudz yang sebelumnya juga duduk di panitia angket Century.

Terkait niat PKS  menyelipkan pertanyaan soal Misbakhun, menurut Mahfudz, hal ini ada relevansi dengan kasus Century.
Ia menjelaskan, PKS ingin mendengar dari pihak kepolisian, temuan hukum apa yang telah mereka dapatkan terkait Misbakhun. Data ini, lanjutnya, dapat dikomparasikan dengan data yang dimiliki Timwas.

"Dari situ, nanti kami bisa menilai apakah proses terhadap Saudara Misbakhun sudah sesuai prosedur yang ada, atau hanya akal-akalan supaya yang bersangkutan terjerat hukum apapun caranya," ujar Mahfudz.
Kapolri sendiri telah mempersiapkan sejumlah data untuk menjawab berbagai pertanyaan dari Timwas. (umi)
• VIVAnews

Jawaban Kapolri Mengacu Opsi A

SKANDAL BANK CENTURY

Kamis, 20 Mei 2010
JAKARTA (Suara Karya): Penundaan rapat Tim Pengawas kasus Bank Century dengan Kapolri di DPR memunculkan tudingan bahwa penyelesaian skandal bank swasta sebesar Rp 6,7 triliun itu dilakukan setengah hati dan tidak dibongkar secara tuntas.

Tudingan itu muncul menyusul jawaban Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri terkait kasus Bank Century yang mengacu pada opsi A. Padahal, Rapat Paripurna DPR telah memutuskan opsi C.

Akibat acuan yang digunakan Kapolri dalam menjawab tentang perkembangan kasus Bank Century itu, Kapolri mendapat hujan interupsi. Sejumlah anggota Tim Pengawas Century mempertanyakan acuan Kapolri tersebut hingga akhirnya rapat ditunda.

Anggota Tim Pengawas Century dari Fraksi Partai Gerindra Faisal Akbar mengaku bingung pada acuan yang digunakan Kapolri dalam menjawab pertanyaan anggota Tim Pengawas Century.

"Saya agak confuse (bingung --Red), kok Kapolri pakai opsi A, bukan opsi C," kata Akbar Faisal.

Interupsi untuk alasan yang sama disampaikan Ebiyardi Asda dari Fraksi PPP, Gayus Lumbuun dari Fraksi PDI Perjuangan, Fachri Hamzah dari F-PKS, Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar dan lain-lain. Fachri Hamzah bahkan menegaskan, masalah tersebut seharusnya clear karena dasarnya jelas, yakni temuan BPK.

"Seharusnya clear, tidak perlu ada soal konspirasi. Kami tidur di atas dokumen-dokumen selama tiga bulan, kenapa begini," katanya mempertanyakan.

Jawaban Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di depan Tim Pengawas itu lalu memunculkan pertanyaan tentang siapa yang salah. Anggota Tim Pengawas Century, Mahfudz Siddiq, meminta Tim Pengawas mengecek surat yang disampaikan DPR ke Kapolri.

Menurut Mahfudz, pengecekan itu penting untuk memastikan agar Kapolri tidak merasa dikorbankan akibat kesalahan acuan dalam menjelaskan perkembangan kasus Century. Sebab, menurut dia, bisa saja Kapolri mendapat surat berisi opsi A, opsi yang bukan putusan DPR.

"Ini sangat krusial, jangan samai Pak Kapolri merasa dikorbankan," kata dia saat rapat di DPR, Jakarta, Rabu (19/5).

Seakan meragukan pimpinan DPR, Mahfudz menegaskan, pengecekan juga perlu dilakukan terhadap surat kepada Presiden dan lembaga penegak hukum mengenai rekomendasi DPR terkait kasus Bank Century.

"Bukan kita tidak percaya dengan Ketua DPR atau Mensesneg, tapi kita perlu mengecek surat tersebut," kata anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Dia mengingatkan, kesalahan surat-menyurat itu bisa menghambat pengungkapan kasus Bank Century, sebab implikasi kesalahan itu sangat besar. "Jangan sampai itu terjadi. Itu implikasinya sangat besar," kata Mahfudz.

Berbeda dengan Mahfudz Siddiq, Wakil Ketua DPR Pramono Anung dari Fraksi PDI Perjuangan meyakini bahwa surat dari pimpinan DPR untuk Presiden dan Kapolri serta insitusi hukum lain itu tidak salah atau sudah benar. Namun, lanjut Pramono, dirinya tidak yakin bila surat yang diterima Presiden dan Kapolri adalah surat yang berisikan rekomendasi opsi C.

"Itu yang harus kita cek supaya jelas di mana titik kesalahannya," kata dia sambil menegaskan, pihaknya akan melihat apakah Kapolri memberikan data yang sesuai dengan opsi C di pertemuan berikutnya.

Kapolri sendiri di depan tim pengawas mengaku tidak ada unsur kesengajaan dalam pemaparan tersebut. Dia berjanji akan menangani kasus ini sesuai dengan harapan Paripurna DPR. "Ini bukan kesengajaan," kata Kapolri.

Mengenai penjelasan Kapolri yang tidak mengacu opsi C ini, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi menandaskan, surat dari DPR yang ditandatangani Ketua DPR Marzuki Alie tidak menyebutkan sikap DPR tentang opsi C.

"Surat itu tidak menyebutkan opsi A atau opsi C. Tidak ada itu, opsi A dan C hanya dilaporkan di dalam hasil Pansus, tapi apa hasilnya tidak disebutkan. Jadi, Polri hanya menyampaikan apa yang diminta," kata dia di Mabes Polri, Jakarta, kemarin.

Meski demikian, mantan Kapolda Riau dan Kapolda Sumatera Selatan itu menyatakan siap bertanggung jawab atas kelalaiannya dalam penyusunan materi untuk Kapolri di depan Tim Pengawas Century.

Kata Ito, penyusunan materi Kapolri dalam pertemuan dengan Tim Pengawas Century menjadi tanggung jawabnya. Namun, dia mengakui bahwa kesalahan kecil itu bersifat prinsipil. "Itu kurang kontrol, penyiapan materi pertemuan itu saya kan penanggung jawabnya. Mungkin itu (kesalahan) kecil, tapi prinsipil," ujarnya.

Selain soal opsi acuan, ternyata pihak kepolisian juga tidak menerima kiriman dokumen investigasi Pansus Bank Century DPR. Ini merupakan peristiwa serupa saat dokumen investigasi tak diterima Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami menerima berkas yang didasarkan atas Surat Sekneg tertanggal 19 Maret, dan surat Ketua DPR tertanggal 5 Maret. Hanya surat, tanpa data dan dokumen," kata Kapolri.

Kapolri juga menegaskan, Mabes Polri juga tidak berniat merekayasa atau mengubah keputusan Rapat Paripurna DPR atas kasus Century.

Kapolri berjanji, pada waktunya nanti, pihaknya akan memeriksa semua nama yang disebutkan dalam rekomendasi DPR atas kasus Century. "Proses hukum tidak akan keluar dari keputusan dan rekomendasi DPR," ujarnya.

Sementara itu, Tim Mabes Polri dan KPK dipastikan akan bertemu untuk membahas kasus Bank Century, setelah sebelumnya pernah bertemu di Mabes Polri. "Akan ada pertemuan lagi. Akan membahas lebih detail dan masuk soal teknis," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di KPK, Jakarta, Rabu (19/5).

Johan menjelaskan, selain dengan Polri, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung. Koordinasi itu terkait penanganan kasus Bank Century, sehingga bisa saling membantu dan cepat selesai.

Sebelumnya, Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja menyatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam penanganan kasus Bank Century. Keduanya akan saling memberi informasi dan masukan terkait penanganan kasus itu.

Namun, lanjut Ade, pihak KPK hanya akan menangani masalah yang terkait dengan pejabat negara, sedangkan masalah kejahatan perbankan dan pencucian uang diserahkan ke pihak kepolisian.

Di tempat terpisah, Menkum HAM Patrialis Akbar menegaskan, pemerintah masih terus memburu aset-aset milik Bank Century yang berada di luar negeri. Pengejaran aset-aset itu, lanjut Patrialis, terkait mutual legal asisten. Namun, semua masih dalam proses untuk dikembalikan ke Indonesia.

Menurut dia, setidaknya ada 13 yuridiksi yang menjadi kejaran pemerintah terkait aset Bank Century. "Tapi, negara-negara atau yuridiksi itu sedang menunggu putusan pengadilan. Begitu ada putusan pengadilan, uangnya dikembalikan ke kita," kata dia.

Aset Bank Century yang berada di luar negeri yang terpantau baru mencapai Rp 8,7 triliun. Dana sebesar itu tersebar di 13 negara. (Hanif S)

Tim Pengawas Minta Masalah Surat dan Data Century Diusut

Hukum & Kriminal / Rabu, 19 Mei 2010 12:57 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Menurut anggota Tim Pengawas Bank Century dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq masalah surat dan data hasil rekomendasi DPR atas kasus Bank Century harus diusut tuntas. Ia berpendapat, masalah ini sepele, tapi bisa berimplikasi panjang.

Pada pertemuan Polri-Tim Pengawas Bank Century di DPR, Rabu (19/5), Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri memberikan penjelasan perkembangan kasus bank yang merugikan negara sebesar Rp 6,7 triliun tersebut mengacu pada opsi A. Opsi ini menyatakan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek dan Penyertaan Modal Sementara untuk Bank Century tidak bermasalah. Sedangkan, keputusan paripurna DPR memutuskan opsi C untuk kasus Bank Century. Isinya, kebalikan dari opsi A.

Kapolri juga menerangkan, uraian pihaknya mengacu pada surat dari Sekretariat Negara dan Ketua DPR. Tidak ada rekayasa dari Polri untuk mengubahnya. "Yang menarik adalah mengacu pada surat Sekneg 19 Maret dan surat Ketua DPR 5 Maret 2010. Karena itu menjadi penting bagi kita untuk mengecek itu, kesalahan ini yang salah di surat DPR atau Sekneg?" tanya Mahfudz Siddiq.

Di tempat terpisah, anggota Tim Pengawas Bank Century dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno berpendapat, sebenarnya tidak ada alasan bagi Polri untuk menyampaikan hal yang berbeda dengan keputusan DPR. Sebab, DPR telah mengirim surat kepada Presiden dan tujuh lembaga negara atas kasus bank yang berganti nama Bank Mutiara. "Saya kira tidak ada yang salah, Kapolri saja ingin bela diri. Tapi kalau surat diganti Marzuki Alie ini adalah sebuah skandal," cibir Hendrawan.(Andhini)

Jangan Sampai Kapolri Merasa Dikorbankan

Rabu, 19/05/2010 14:22 WIB
Laporan Kapolri Mengacu ke Opsi A

Jakarta - DPR harus mengecek kepastian surat berisi rekomendasi opsi C dari DPR sampai ke tangan Kapolri. Bisa jadi Kapolri mendapat surat berisi opsi A , tanpa tahu maksudnya.

"Ini sangat krusial, kalau Pak Kapolri tidak tahu, jangan sampai Pak Kapolri merasa dikorbankan. Nanti terlalu banyak yang merasa dikorbankan karena kasus Century," kata anggota tim pengawas Century, Mahfudz Siddiq dalam rapat antara Tim Pengawas dengan Kapolri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/5/2010).

Menurut Mahfudz, pengecekan surat berisi rekomendasi DPR yang ditujukan kepada Presiden dan Kapolri serta penegak hukum menjadi sangat penting. Sebab, data yang dibawa Kapolri saja dominan dengan rekomendasi opsi A, padahal sudah ditolak DPR.

"Bukan kita tidak percaya dengan Ketua DPR dengan Mensesneg, kita perlu mengecek surat tersebut," tegas Mahfudz.

Mahfud khawatir pengungkapan kasus Century menjadi buntu kalau benar ada kesalahan tersebut. "Jangan sampai hanya karena surat yang kita tidak ngeh, implikasinya menjadi sangat besar," keluhnya.

Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Pramono Anung. Pramono yakin surat dari DPR sudah benar, namun dirinya tidak yakin apakah yang sampai di tangan Presiden dan Kapolri adalah surat berisi rekomendasi opsi C tersebut.

"Itu yang harus kita cek supaya jelas dimana titik kesalahannya," tutupnya.

Sementara dilakukan pengecekan, Pram menjelaskan, tim pengawas akan melihat apakah Kapolri memberikan data yang sesuai dengan opsi C pada pertemuan mendatang.

"Kalau sudah benar C berarti hanya salah teknis, tapi harus dicermati," tutupnya.

detikNews.com
(van/fay)

Wednesday, May 19, 2010

PKS Optimistis Menterinya Tidak Diganti

18/05/10 23:41

Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq optimistis menteri kabinet dari partainya tidak terkena dalam kemungkinan perombakan kabinet.

"Komunikasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan pimpinan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjalan baik dan sampai sejauh ini Presiden tidak pernah membicarakan soal kemungkinan "reshuffle"," kata Mahfudz Sidiq, di Jakarta, Selasa.

Dijelaskannya, indikator kinerja menteri di kabinet ditentukan oleh pencapaian target setelah enam bulan bekerja.

Sejauh ini, katanya, evaluasi yang dilakukan internal PKS terhadap empat menteri dari partai tersebut di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II cukup baik.

Dengan kinerja yang cukup baik tersebut, Mahfudz optimistis tidak akan ada penggantian terhadap keempat menteri itu.

Empat menteri dari PKS dalam KIB II yakni Menteri Sosial Segaf Al Jufri, Menteri Pertanian Suswono, Menteri Riset dan Teknologi Suharna Suryaparnta, dan Menkominfo Tifatul Sembiring.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Achsanul Kosasih mengatakan, ada kemungkinan Presiden melakukan "reshuffle" atau perombakan kabinet terhadap menteri di KIB II yang dinilai prestasinya kurang memuaskan.

"Ada menteri kerjanya hanya seremonial tanpa ada implementasi," ujarnya ketika ditanya soal kemungkinan dilakukannya "reshuffle" kabinet oleh Presiden.

Namun Achsanul enggan menyebut ada berapa menteri dan menteri apa saja dan menteri dari partai apa.

Menurut dia, hal itu merupakan hak prerogatif Presiden.

Namun, Achsanul tidak membantah adanya beberapa pihak yang melakukan evaluasi terhadap kinerja menteri kabinet.

Wacana pergantian menteri kabinet muncul lagi bersamaan dengan rencana Presiden Yudhoyono melakukan penggantian Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Kamis (20/5).(*)

Tuesday, May 18, 2010

Presiden Bicara, Partai Koalisi Lega

Selasa, 18 Mei 2010 07:17 WIB
Aryo Bhawono

JAKARTA--MI: Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menegaskan bahwa Sekretariat Bersama (Sekber) Koalisi berada di bawah kendalinya cukup melegakan partai koalisi. Pernyataan Presiden itu memberikan kejelasan atas berbagai spekulasi akibat duduknya Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai Ketua Harian Sekber Koalisi.

"Kami menyambut baik bahwa presiden menegaskan sebagai pemilik otoritas utama. Ini menjelaskan prokontra yang terjadi. Sekarang ini clear," ungkap Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq, ketika dihubungi di Jakarta, Senin (17/5).

Ia menyatakan bahwa pidato Presiden Yudhoyono yang menjelaskan bahwa Sekber tidak boleh menjadi forum yang mensubordinasi partai-partai koalisi. Karena koalisi terbangun atas komitmen bersama.

"Sejak awal, partai memiliki komitmen yang sama, jadi kedudukannya juga sama. Sekarang ini clear," jelasnya.

Menurutnya penjelasan presiden dalam pidato tersebut telah memberi arahan kepada Sekber agar bekerja dalam wilayah koalisi politik. Sekber tidak akan memasuki wilayah kewenangan Presiden.

Dengan pemahaman itu maka kerancuan makna koordinasi dan konsultasi antara koalisi dan pemerintahan dapat dihindari. Sekber tidak boleh memasuki wilayah pemerintahan.

Walaupun merasakan kelegaan yang sama, Wakil Ketua Umum PAN Drajad Wibowo mengingatkan bahwa Sekber tetap membawa kerancuan dalam pemahaman koordinasi dan konsultasi. Sebagai lembaga informal, Sekber dapat menjadi sarana koordinasi dan konsultasi. Namun dengan kekuatan koalisi di DPR, maka Sekber dapat melakukan intervensi terhadap pemerintah.

"Jika sekadar membentuk forum kesepakatan antarfraksi di DPR tak masalah. Namun jika sampai ada ancaman dari Sekber ke pihak pemerintah tentang tuntutan yang harus dipenuhi, ini masalah besar," jelasnya. (AO/OL-03)

Monday, May 17, 2010

Ancaman bagi Demokrasi

Yudhoyono Harus Menjelaskan Pembentukan Sekretariat Gabungan Partai Koalisi

Senin, 17 Mei 2010 | 03:46 WIB

Jakarta, Kompas - Pembentukan sekretariat gabungan atau sekgab koalisi partai pendukung pemerintahan SBY-Boediono merupakan ancaman bagi demokrasi. Otoritas Presiden serta peran pemerintah pun terancam melemah karena sekgab berfungsi seperti kabinet bayangan yang bisa mengintervensi kebijakan strategis.

Pendapat itu disampaikan pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (16/5). Ia mempertanyakan peran serta fungsi sekgab koalisi yang diperbolehkan mengintervensi kebijakan-kebijakan pemerintah yang fundamental dan strategis.

”Sekgab ini bertanggung jawab kepada siapa? Kalau pemerintah kan bertanggung jawab kepada rakyat. Ical (Aburizal Bakrie), misalnya, dia bukan anggota DPR, tidak dipilih oleh rakyat, tetapi mendapat peran yang lebih jauh dari pemerintah,” kata Airlangga.

Seperti diketahui, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie adalah ketua harian sekgab koalisi partai pendukung pemerintahan. Adapun posisi ketua sekgab dipegang langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.

Saat ini, partai politik pun memiliki peluang untuk mengajukan syarat atau bahkan sosok pengganti Menteri Keuangan Sri Mulyani. Itu berarti otoritas presiden melemah dan hak prerogatif Presiden untuk memilih sendiri menterinya semakin berkurang. Padahal, dalam sistem presidensial, otoritas penuh berada di tangan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Pemerintah bayangan

Bukan hanya itu, peran pemerintah akan melemah. Kabinet akan menjadi simbol semata karena perannya diambil alih oleh sekgab koalisi. Sekgab menjadi semacam pemerintah atau kabinet bayangan yang memiliki kuasa untuk mengintervensi kebijakan pemerintah.

”Itulah mengapa saya anggap, sekgab ini krisis bagi demokrasi,” kata Airlangga.

Kritik juga dilancarkan peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, dalam diskusi bertema ”Sekber Partai Koalisi, Antara Harapan dan Kenyataan” yang diselenggarakan Radio Trijaya di Jakarta, Sabtu lalu.

Secara psikologis, kata Ikrar, Yudhoyono penakut. Padahal, dengan perolehan suara 60,8 persen pada Pemilu 2009, semestinya Yudhoyono yakin karena posisinya sebagai Presiden kuat. Namun, yang terjadi, Yudhoyono menginginkan koalisi bulat.

Selain itu, Yudhoyono juga tak pernah berhenti berupaya membawa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan masuk koalisi pendukung pemerintah. ”Intinya, koalisi dalam sekgab ini ingin mengamankan posisi sampai 2014. Tapi, konsesinya terlalu besar,” ujar Ikrar.

Dalam diskusi tersebut, politisi senior Partai Golkar, Zaenal Bintang, yang aktif di Forum Indonesia Timur, menilai, pembentukan sekgab berhadapan dengan aturan konstitusi dan etika. ”Oleh karena itu, Presiden Yudhoyono harus segera menyampaikan alasan pembentukan sekgab, termasuk pertimbangan menunjuk Aburizal sebagai ketua harian,” ujar Zaenal.

Ketua Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq, dalam diskusi yang sama, menilai, sekgab sudah terkontaminasi tiga hal, yaitu kasus Bank Century, keinginan Yudhoyono menunjuk Aburizal Bakrie sebagai ketua harian, dan mundurnya Sri Mulyani dari jabatan Menteri Keuangan.

Menghadapi kritik dan pendapat itu, Ketua DPP Partai Demokrat Jafar Hafsah dalam diskusi menyatakan, Aburizal bukan wakil presiden bayangan. Keberadaannya sebagai ketua harian setgab berdasarkan pertimbangan suara terbanyak dan pengalaman sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Koalisi ini dibentuk berdasarkam platform dan program yang ingin dicapai negara dalam lima tahun Kabinet Indonesia Bersatu II.

Secara terpisah, Sekretaris Fraksi Patai Golkar Ade Komarudin menegaskan, sekgab dibentuk bukan untuk menyeragamkan pandangan.

Amankan pemakzulan

Menurut dia, keberadaan Aburizal dalam sekgab koalisi hanya untuk mengamankan persoalan krusial, termasuk menjaga stabilitas pemerintahan dan mengamankan kepala negara dari upaya pemakzulan. ”Kami sejak awal tidak mau negeri ini selalu dihantui oleh konsep dan upaya pemakzulan. Kami ingin menghindari itu,” kata Ade.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Sabtu lalu di Semarang, Jawa Tengah, juga menegaskan, sekgab kemungkinan bisa menjadi contoh kebijakan pemerintahan berikutnya dalam membentuk kebersamaan menjalankan kekuasaan di negara ini. Tuntutan ini nyata, setelah diakui atau tidak, ternyata muncul dua kubu mewarnai kehidupan berbangsa ini.

Dua kubu

Dua kubu itu adalah kubu yang prorakyat serta kubu yang prokekuasaan. ”Sekretariat gabungan ini semakin menegaskan kubu koalisi itu juga prorakyat tidak hanya dalam kata-kata, tetapi juga berbuat. Itu lebih baik dibandingkan kubu prorakyat, tetapi hanya dalam kata-kata saja,” kata Suryadharma.

Masih di Semarang, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto, Sabtu lalu, berharap, sekgab tidak akan mengingkari prinsip dasar pemimpin dalam mengemban tugas. Tiga prinsip dasar itu adalah asas kualitas, keterwakilan publik, dan akuntabilitas.

Partai Hanura, menurut Wiranto, tetap akan menjadi partai yang kritis dan konstruktif terhadap pemerintah. ”Partai Hanura memilih tidak bergabung dalam sekretariat gabungan dan juga tidak memosisikan diri sebagai partai oposisi,” kata Wiranto.

Untuk menandingi sekgab koalisi, berbagai elemen masyarakat sipil akan membentuk sekretariat bersama atau koalisi bersama masyarakat sipil Indonesia. ”Tanggal 20 Mei nanti, rencananya, berbagai elemen masyarakat sipil akan membuat kongres masyarakat sipil Indonesia dan membentuk sekretariat bersama,” kata Effendi Gazali, salah seorang aktivis masyarakat sipil. (DEN/who/idr/fer/nta)

PKS: Sekgab Koalisi Ibarat Bayi Telat Lahir

"Seharusnya Sekgab itu terbentuk sesaat setelah pemerintah terbentuk."
Sabtu, 15 Mei 2010, 11:34 WIB
Umi Kalsum, Eko Huda S


VIVAnews - Lahirnya Sekretariat Gabungan (Sekgab) partai koalisi dinilai terlambat. Sekgab yang belum berumur sebulan seharusnya dibentuk sejak pemerintahan berdiri.

Pendapat itu disampaikan salah satu ketua Partai Keadilan Sejahtera, Mahfud Siddiq dalam diskusi Polemik Trijaya FM dengan tema "Sekretariat Koalisi: Antara Harapan dan Kenyataan" di Jakarta, Sabtu 15 Mei 2010.

"Seharusnya Sekgab itu terbentuk sesaat setelah pemerintah terbentuk. Bukan setelah sembilan bulan (terbentuknya pemerintahan), seperti bayi telat lahir, minum air ketuban. Jadi sudah terkontaminasi, ketika lahir sudah biru-biru," kata Mahfud.

Menurut dia, setidaknya terdapat tiga kontaminasi politik yang melatarbelakangi lahirnya Sekgab. Pertama, Sekgab lahir setelah munculnya kasus Bank Century di DPR.

Kedua, saat Presiden SBY meminta Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie sebagai ketua hariannya, dan ketiga Sekgab lahir setelah mundurnya Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan.

Dalam kondisi seperti ini, Mahfud berpendapat harus ada proses detoksifikasi. "Supaya sekgab tidak teracuni. Agar tidak terjadi permasalahan politik setelahnya," kata dia.

Pengamat politik Ikrar Nusabakti di tempat yang sama mengakui, dari kondisi yang terjadi, kelahiran Sekgab tidak terlepas dari proses politik sebelumnya, seperti mundurnya Sri Mulyani. "Pasti ada hubungannya dengan Sri Mulyani. SBY pasti bilang, tuh dia sudah mundur, sekarang apa yang bisa kamu berikan. Kenapa rapat-rapatnya setelah Sri Mulyani mundur," ujar dia.

Sementara politisi Partai Golkar, Zainal Bintang, berharap Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie membicarakan masalah Seskab kepada seluruh elemen Golkar.

"Saya senang Golkar dipercaya sebagai ketua harian Sekgab, persoalannya ketua umum harus membicarakan dengan semua elemen," kata Zainal.

Konsolidasi internal sangat diperlukan mengingat track record SBY yang selalu membentuk lembaga ad hoc untuk menyelesaikan permasalahan. (umi)

PKS: Penyidik KPK Harus Independen Biar Tak Tergantung Jaksa dan Polisi

Sabtu, 15 Mei 2010 | 12:41 WITA

JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM - Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq mendukung ditempatkannya penyidik independen di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu penting dilakukan untuk meminimalkan ketergantungan KPK terhadap penyidik dari kepolisian dan kejaksaan agung.

"Setuju saya, untuk meminimalkan ketergantungan KPK terhadap personil polisi dan jaksa yang di BKO kan ke KPK, " ujarnya saat ditemui usai acara diskusi polemik di Warung Daun, Jakarta, Sabtu(15/5/2010).

Selain itu, menurut Mahfudz, penyidik independen juga bermanfaat untuk meminimalisasi konflik kepentingan di internal KPK. Karena itulah, KPK harus serius memikirkan tentang rencana tersebut.

"KPK harus serius memikirkan langkah strategis penyidik independen, "jelasnya.

Tidak hanya itu, Mahfudz mengatakan jikalau diperlukan KPK bisa membuat program pendidikan khusus bagi penyidik independen di KPK.

"Kalau perlu ada program khusus pendidikan bagi penyidik, " tandasnya.

Mahfudz juga berjanji akan membahas hal tersebut di Dewan Perwakilan Rakyat dalam agenda revisi Undang-Undang KPK. "Segera akan kita bahas dalam agenda revisi UU, hal itu kita masukkan sebagai salah satu agenda revisi, " tandasnya.

Sebelumnya, mantan Ketua Plt KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan penyidik independen dapat direalisasikan untuk ditempatkan di lembaga anti korupsi tersebut. Salah satu caranya adalah dengan fatwa hukum dari mahkamah agung. (*)

PKS Minta Susno Buka Kasus DPT dan IT KPU ke Publik

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
Tribunnews.com - Sabtu, 15 Mei 2010 12:34 WIB

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera meminta mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji untuk mengungkap kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan sistem IT di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada publik.

"Kalau Susno punya data, silahkan buka, itu kan kewajiban dia," ujar Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq saat ditemui seusai acara diskusi Polemik di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (15/5/2010).

Menurut Mahfudz, Susno yang menjabat sebagai Kabareskrim Polri saat terjadinya kasus di KPU pastinya memiliki data akurat. Namun, saat itu mantan Kapolda Jawa Barat tersebut enggan membukanya.

"Itulah yang juga harus dijelaskan, apa alasan dia tidak membuka hal tersebut waktu itu? Apa karena situasi yang tidak memungkinkan atau apa?" kata Mahfudz.

Kisruh DPT dan IT di KPU tersebut, lanjut Mahfudz sangat penting untuk dibuka. Pasalnya, kasus tersebut, sangat dibutuhkan untuk melakukan audit secara menyeluruh di KPU agar tidak terulang lagi kejadian serupa.

"Ini penting untuk audit di KPU, agar nanti hal tersebut tidak terulangi di masa depan," jelasnya.

Sebelumnya, Susno Duadji berencana membuka kasus terkait Daftar Pemilih Tetap dan IT di KPU. Susno juga menyatakan siap membuka tabir misteri kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, yang menyeret mantan Ketua KPK Antasari Azhar.(*)

Friday, May 14, 2010

PKS Tak Takut Golkar Ambil Jatah Menteri

KORAN TEMPO
Jumat, 14 Mei 2010

JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera menyatakan tak khawatir Partai Golkar akan meminta jatah kursi tambahan di kabinet.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq mengatakan lebih percaya kepada keterangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa informasi perombakan kabinet akan disampaikan secara langsung. "Saya percaya kepada kata-kata Presiden," kata Mahfudz kemarin.

Partai-partai koalisi pada Kamis pekan lalu lalu sepakat mendirikan Sekretariat Gabungan Partai Koalisi, dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ketua dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai ketua harian.

"Tidak ada kekecewaan. Pilihan Yudhoyono sebagai ketua koalisi untuk memilih Aburizal tetap kami hormati," kata Mahfudz.

Kendati begitu, dia menegaskan tetap mewaspadai manuver-manuver politik Partai Golkar. Mahfudz mengaku belum mendengar isu reshuffle. "Kalaupun itu beredar, isu tersebut sengaja diembuskan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan," ujarnya.

Mahfudz pun percaya tetap ada keseimbangan kekuatan dalam Sekretariat Gabungan. Sebab, Sekretariat bukan hanya berisi dua partai, Demokrat dan Golkar. "Ada enam partai yang bisa saling mengingatkan," ujar Mahfudz.

Adapun Golkar membantah anggapan mengincar tambahan kursi menteri di kabinet. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menilai kekhawatiran itu tak beralasan, karena koalisi dibentuk bukan untuk ajang transaksi kekuasaan. "Koalisi bukan untuk transaksional, tapi berdasar visi dan ideologi," ujar Idrus kemarin.

Menurut dia, Golkar terlibat dalam koalisi semata-mata untuk menjaga stabilitas politik dan dukungan kuat bagi pemerintah. Idrus menegaskan, koalisi bukan untuk jangka pendek dan bagi-bagi kekuasaan. "Jangan terperangkap hal-hal yang pragmatis."

Dalam nota kesepahaman partai koalisi, Idrus melanjutkan, tercantum bahwa Presiden dapat meminta masukan dari partai koalisi tentang hal-hal penting, termasuk pembentukan kabinet.

Sejauh ini, Presiden Yudhoyono belum meminta Golkar menyiapkan kadernya untuk kursi tambahan di kabinet. Kendati begitu, kata Idrus, "Itu kan hak prerogatif Presiden. Bisa saja dia tidak minta masukan dari anggota koalisi."PUTI NOVIYANDA | BUNGA MANGGIASIH | SUKMA

PKS Tak Khawatir Golkar Minta Jatah Kursi di Kabinet

Kamis, 13 Mei 2010 | 15:38 WIB


TEMPO Interaktif, Jakarta - Mahfudz Siddiq , politisi Partai Keadilan Sejahtera menyatakan tidak khawatir apabila Partai Golongan Karya meminta jatah kursi tambahan di kabinet. “Saya percaya dengan kata-kata Presiden SBY yang bilang bahwa informasi reshuffle kabinet akan disampaikan langsung,” kata Mahfudz kepada Tempo, Kamis (13/5).

Menurut Ketua fraksi PKS di DPR ini, dia belum mendengar isu pergantian susunan kabinet. “Kalaupun beredar isu tersebut, itu adalah isu yang dihembuskan masing-masing pihak yang memiliki kepentingan,” ujarnya.

PKS bersama lima partai lain, termasuk Partai Demokrat dan Partai Golongan Karya, sepakat membentuk Sekretariat Gabungan Partai Koalisi. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono duduk sebagai ketua, sedangkan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie terpilih sebagai ketua harian.

“Pilihan SBY memilih Aburizal tetap kami hormati,” kata Mahfudz. Namun, dia tetap mewaspadai kemungkinan adaya manuver politik dari Aburizal Bakrie bersama Golkar. Setgab dibentuk untuk memperlancar komunikasi dan koordinasi antar partai koalisi secara kolektif kolegial.

Mahfudz yakin, di dalam Setgab akan ada keseimbangan kekuatan. Sebab Setgab bukan terdiri dari dua partai, Demokrat dan Golkar saja, "Ada enam partai yang bisa saling mengingatkan,” ujarnya.

Hubungan antara PKS dan Partai Demokrat yang merenggang akibat kasus Bank Century di DPR. Sikap partainya berseberangan dengan Demokrat, namun ada persamaan sikap antara keduanya yakni, sama-sama ingin ada penyelesaian kasus melalui proses hukum. "Kini hubungan kedua partai koalisi tetap baik-baik saja," kata Mahfudz.

PUTI NOVIYANDA

Thursday, May 06, 2010

Drs. H. Mahfudz Siddiq, M.Si: Dokumen Century Disabot, DPR Harus Klarifikasi

Drs. H. Mahfudz Siddiq, M.Si: Dokumen Century Disabot, DPR Harus Klarifikasi

Dokumen Century Disabot, DPR Harus Klarifikasi

Headlines | Wed, May 5, 2010 at 22:13 | Jakarta, matanews.com

Tim Pengawas Kasus Bank Century DPR meminta pimpinan Dewan segera melakukan klarifikasi terkait belum sampainya rekomendasi soal kasus Bank Century kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Anggota Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Mahfudz Siddiq, mengatakan , pimpinan DPR agar segera melakukan klarifikasi mengapa rekomendasi DPR dan lampirannya hingga saat ini belum sampai ke pimpinan KPK.

“Padahal, rekomendasi DPR itu sudah dikirimkan Setjen DPR setelah DPR memutuskannya melalui rapat paripurna pada 4 Maret lalu,” kata Mahfudz Siddiq, di Jakarta, Rabu.

Dijelaskan Mahfudz, pimpinan DPR harus segera mencari tahu dan memberikan penjelasan mengapa hal ini sampai terjadi dan dokumen tersebut berada di mana.

Mantan Wakil Ketua Panitia Angket Kasus Bank Century ini menegaskan, rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dan lampirannya harus segera sampai pada pimpinan KPK untuk dipelajari agar proses tindak lanjut dari KPK soal kasus Bank Century memiliki kerangka yang sama dan tidak memulai dari nol lagi.

Menurut dia, setelah DPR memutuskan rekomendasi soal kasus Bank Century melalui rapat paripurna pada 4 Maret, masih ada pimpinan DPR yang mempersoalkan rekomendasi itu. “Yang dipersoalkan termasuk apakah perlu atau tidak dibentuk tim pengawas,” katanya.

Kalau merunut dari keputusan DPR itu, kata dia, sejak awal sudah ada pihak-pihak yang mempersoalkannya sehingga kalau kemudian terjadi dokumen yang seharusnya sampai ke pimpinan KPK jadi tidak sampai wajar saja jika di muncul spekulasi yang mencurigai adanya unsur kesengajaan. (*an/ham)

KPK Tetap Periksa Sri Mulyani

05/05/2010 15:05 wib - Nasional Aktual
suaramerdeka.com

Jakarta, CyberNews. Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menduduki jabatan sebagai Managing Director Bank Dunia, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto menyatakan, KPK tetap memintai keterangannya sebagai saksi pada kasus dugaan korupsi Bank Century.

"Sri Mulyani belum menjadi tersangka pada kasus dugaan korupsi di Bank Century, sehinggga KPK bisa meminta keterangan di mana saja," katanya dalam rapat dengan Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century, di Gedung DPR, di Jakarta, Rabu (5/5).

Ditambahkan, meskipun Sri Mulyani berdomisili di luar negeri, KPK tetap meminta keterangan darinya.

Sementara, anggota Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dari Fraksi PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, rencana Sri Mulyani menduduki jabatan baru di Bank Dunia mungkin karena dirinya merasa posisi politiknya sudah tidak nyaman.

"Saya tidak tahu latar belakangnya, tapi soal kasus Bank Century meskipun telah berdomisili di luar negeri tidak akan menghapus proses penyelidikan kasusnya," kata Mahfudz.

Anggota Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai, Sri Mulyani akan sulit menghindar dari kasus Bank Century sehingga memilih menduduki jabatan baru di Bank Dunia.

Pimpinan DPR segera Klarifikasi Rekomendasi Century

Rabu, 05 Mei 2010 18:06 WIB

JAKARTA--MI: Tim Pengawas Kasus Bank Century DPR meminta pimpinan Dewan segera melakukan klarifikasi terkait belum sampainya rekomendasi soal kasus Bank Century kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Anggota Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq di Gedung DPR Jakarta, Rabu (5/5), mengatakan, pimpinan DPR agar segera melakukan klarifikasi mengapa rekomendasi DPR dan lampirannya hingga saat ini belum sampai ke pimpinan KPK.

"Padahal, rekomendasi DPR itu sudah dikirimkan Setjen DPR setelah DPR memutuskannya melalui rapat paripurna pada 4 Maret lalu," kata Mahfudz Siddiq setelah rapat antara Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dan pimpinan KPK.

Dijelaskan Mahfudz, pimpinan DPR harus segera mencari tahu dan memberikan penjelasan mengapa hal ini sampai terjadi dan dokumen tersebut berada di mana.

Mantan Wakil Ketua Panitia Angket Kasus Bank Century ini menegaskan, rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dan lampirannya harus segera sampai pada pimpinan KPK untuk dipelajari agar proses tindak lanjut dari KPK soal kasus Bank Century memiliki kerangka yang sama dan tidak memulai dari nol lagi.

Menurut dia, setelah DPR memutuskan rekomendasi soal kasus Bank Century melalui rapat paripurna pada 4 Maret, masih ada pimpinan DPR yang mempersoalkan rekomendasi itu.

"Yang dipersoalkan termasuk apakah perlu atau tidak dibentuk tim pengawas," katanya.

Kalau merunut dari keputusan DPR itu, kata dia, sejak awal sudah ada pihak-pihak yang mempersoalkannya sehingga kalau kemudian terjadi dokumen yang seharusnya sampai ke pimpinan KPK jadi tidak sampai wajar saja jika muncul spekulasi yang mencurigai adanya unsur kesengajaan.

Anggota Tim Pengawas Rekomendasi DPR soal kasus Bank Century dari Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno juga menegaskan agar rekomendasi dan lampirannya harus segera dikirimkan kepada pimpinan KPK agar komunikasi antara Tim Pengawas dan pimpinan KPK bisa menyambung.

Menurut dia, tidak sampainya dokumen rekomendasi DPR yang banyaknya sekitar satu troli adalah tindakan yang memalukan sekaligus memilukan.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso yang memimpin rapat berjanji akan segera melakukan rapat pimpinan untuk mengklarifikasi persoalan belum sampainya dokumen rekomendasi tersebut.

"Setelah rapat pimpinan secara mendadak, besok akan dilakukan rapat internal Tim Pengawas secara tertutup untuk membahas solusinya," kata Priyo. (Ant/OL-7)

Satu Troli Dokumen Investigasi DPR atas Century Lenyap ?

Rabu, 5 Mei 2010 14:42 WIB
Jakarta, (tvOne)

Pertemuan pertama antara Tim Pengawas Century DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diwarnai insiden mengejutkan. Terungkap bahwa selama ini KPK belum menerima dokumen hasil investigasi DPR atas kasus Bank Century yang banyaknya mencapai satu troli belanjaan.

"KPK hanya menerima surat DPR yang berjumlah lima lembar, tanpa disertai lampiran dokumen," kata pimpinan KPK, Chandra Hamzah, di hadapan forum rapat, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (5/5).

Sontak saja pengakuan Chandra menuai kegemparan di antara para angggota Tim Pengawas. Pasalnya, substansi investigasi DPR atas kasus Century justru terletak pada berlembar-lembar dokumen yang sebanyak satu troli itu, bukan pada surat rekomendasi yang hanya berjumlah lima lembar.

Seharusnya, surat beserta dokumen investigasi satu troli tersebut dikirimkan dalam satu paket kepada KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan Presiden. Surat dikirim usai DPR membacakan hasil rekomendasinya beberapa waktu lalu.

Tim Pengawas pun bereaksi keras dan meminta agar hal ini diusut tuntas, apakah kesalahan terletak pada DPR yang teledor dalam mengirimkan dokumen itu atau pada KPK yang menerimanya.

"Kalau dokumen itu belum diterima KPK, jadi ke mana hilangnya? Lebih lanjut, rapat ini pun jadi dipertanyakan, apakah masih relevan atau tidak, sebab KPK ternyata belum membaca hasil investigasi DPR," ujar Mahfudz Siddiq, anggota Tim Pengawas dari Fraksi PKS.

Fahri Hamzah bahkan secara tegas meminta agar rapat antara Tim Pengawas dengan KPK itu tidak lagi diteruskan. Hal senada dikemukakan oleh Hendrawan Supratikno, anggota Tim Pengawas dari Fraksi PDIP.

"Ini kejadian memalukan dan memilukan. Kami kira selama ini KPK mengeluarkan pernyataan-pernyataan berdasarkan dokumen investigasi DPR yang satu troli itu," ujar Hendrawan. Kemarahan lebih hebat diperlihatkan oleh Bambang Soesatyo, anggota Tim Pengawas dari Fraksi Golkar.

"DPR telah bekerja selama dua bulan dan dibiayai oleh Rp 2,5 miliar uang rakyat. Tapi hasil kerja yang satu troli itu justru tidak diterima KPK. Saya khawatir ini ada unsur kesengajaan," sindir Bambang.

"Padahal DPR kan meminta KPK untuk menindaklanjuti rekomendasi DPR. Jadi apa yang mau ditindaklanjuti kalau dokumen lengkap rekomendasinya saja belum diterima," sambung Akbar Faizal, anggota Tim Pengawas dari Fraksi Hanura.

Melihat suasana rapat makin panas, pimpinan sidang yang juga Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, berusaha untuk menetralisir suasana. Ia mencoba memeriksa fakta pengiriman surat dan dokumen itu kepada kesekjenan DPR. Setelah beberapa lama para anggota Tim Pengawas saling melontarkan kekesalan, akhirnya Priyo memberikan keterangan.

"Dokumen satu troli itu rupanya sudah dikirim lengkap ke Presiden. Tapi ternyata yang dikirim kepada KPK tidak terkopi lengkap," ujarnya. Keterangan Priyo itu tak juga mendinginkan situasi.

Sejumlah anggota Tim Pengawas lantas mulai menyalahkan pimpinan dewan dan kesekjenan DPR atas ketelodoran fatal yang terjadi. Mereka minta agar pihak yang bersalah segera dicopot dari jabatannya.

Sebagai solusi, Priyo menawarkan agar Tim Pengawas menggelar rapat internal dengan menghadirkan pimpinan dewan secara lengkap, sementara pertemuan dengan KPK dapat dijadwalkan kembali setelah penyelidikan administrasi di DPR tuntas.

"Saya menyadari bahwa pimpinan dewan adalah kolektif kolegial. Jadi ini bukan kesalahan perorangan Ketua DPR semata. Kami sepenuhnya bertanggung jawab bersama. Akan kami cek apa yang terjadi," kata Priyo sebelum menutup rapat (VIVAnews).

PKS Setuju Ditunjuk, tapi Bukan PNS

Republika Online Rabu, 05 Mei 2010 pukul 10:30:00

JAKARTA -- PKS bisa menyepakati usulan wakil kepala daerah ditunjuk kepala daerah terpilih, asalkan ada otorisasi dari partai politik kepada kepala daerah. Selain itu, harus ada persyaratan yang lebih ketat dalam pemilukada.

Anggota Komisi II, Agus Purnomo, sepakat dengan wacana wakil kepala daerah dipilih langsung oleh kepala daerah terpilih. Namun, Agus menekankan adanya persyaratan yang ketat dalam pemilihan langsung kepala daerah tersebut dan adanya otorisasi dari partai politik kepada kepala daerah terpilih. ''Ketimbang dari PNS, wakil kepala daerah dipilih langsung harus ada otorisasi dari partai politik,'' kata Agus, di gedung DPR, Jakarta, Senin (3/5).

Menurut Agus, wacana kepala daerah dipilih langsung memiliki untung ruginya sendiri. Untungnya, akan ada penghematan biaya dan tidak akan ada konflik internal dalam pemerintahan. Adapun kerugiannya, adalah adanya risiko pencalonan dalam pemilihan kepala daerah dan biaya kampanye yang makin mahal bagi partai politik.

Terkait wacana ini, Agus mengingatkan istilah pejabat yang dipilih (elected official --Red) dan pejabat yang ditunjuk ( appointed official --Red). Pejabat yang dipilih adalah pejabat politik yang biasa disebut pejabat negara. Sedangkan, pejabat yang ditunjuk merujuk pada birokrat profesional. ''Syarat dan ketententuan masing-masing berbeda,'' tambah Agus.

Adapun anggota Komisi II DPR dari PKS lainnya, Mahfudz Siddiq, menjelaskan, selain keuntungan adanya efisiensi biaya dalam pemilukada, kerugian yang ditimbulkan dari wakil kepala daerah dipilih langsung adalah masalah representasi dan akuntabilitas wakil kepala daerah tersebut. ''Pemerintah harus melakukan kajian khusus yang komprehensif atas usulan wakil kepala daerah dipilih langsung ini.''

Sementara anggota Komisi II DPR, Abdul Malik Harmain, justru lebih menekankan pengaturan otoritas dan kewenangan wakil kepala daerah, ketimbang mendukung wacana wakil kepala daerah dipilih langsung kepala daerah terpilih. ''Perjelas otoritas dan wewenang wakil kepala daerah, atau hapus sekalian jabatan itu,'' tegas Abdul.

Konflik yang muncul antara kepala daerah dan wakilnya, menurut dia, disebabkan tidak jelasnya otoritas dan wewenang mereka. Dalam UU No 32 Tahun 2004, kata Abdul, wakil kepala daerah cuma disebut sebagai pembantu kepala daerah.

Wacana wakil kepala daerah dipilih langsung oleh kepala daerah, kata Abdul, malah menambah masalah pemerintahan daerah. ''Apalagi status wakil kepala daerah berasal dari PNS, tambah kompleks lagi masalahnya,'' ungkapnya.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati, mengatakan, wacana tersebut di atas bisa membuat pemilukada lebih efisien. ''Verifikasi berkas lebih mudah karena harusnya dua, tapi sekarang satu." andri s/rosyid nh, ed: sadewo

Wednesday, May 05, 2010

KPK Terendus Lempar Handuk Skandal Century

Tribunnews.com - Selasa, 4 Mei 2010 17:24 WIB

"Pandangan KPK terakhir kalau gratifikasi ini nggak ada, lalu mau dicari pidananya. Kalau pidana berarti KPK akan melimpahkan ke polisi,"
Mahfudz Siddiq

RIBUNNEWS.COM, Jakarta - Tim Pengawas rekomendasi DPR RI tentang skandal bank Century mengakui adanya perbedaan pandangan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perbedaan tersebut memicu penanganan skandal bank Century bakal berakhir mengecewakan.

Bahkan, KPK terendus akan melimpahkan penanganan skandal bank Century ke tindak pidana umum karena mengutamakan skandal bank Century dari sisi gratifikasi.

"Pandangan KPK terakhir kalau gratifikasi ini nggak ada, lalu mau dicari pidananya. Kalau pidana berarti KPK akan melimpahkan ke polisi," ujar Anggota Tim Kecil Pengawas skandal Bank Century Mahfudz Siddiq di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (4/5/2010).

Mahfudz menjelaskan, informasi perihal pelimpahan penanganan skandal bank Century tersebut bakal dikonfirmasi saat tim pengawas skandal bank Century mengundang KPK pada Rabu (5/5/2010) pagi.

"Ini kan baru info jalanan, kita mau dengar langsung," paparnya.

Mantan Wakil Ketua Pansus Hak Angket DPR RI ini mengemukakan, paripurna DPR RI sama sekali tidak merekomendasikan adanya dugaan gratifikasi dalam skandal bank century.

"Perspektifnya ada kebijakan yang merugikan keuangan negara atau menguntungkan pihak lain secara tidak sah. Ini bisa siapa saja, kita ini belum tahu," sergahnya.

Penulis : ademayasanto
Editor : johnson

KPK Usut Versi Lain Kasus Century

Tim Pengawas DPR
Tim Pengawas akan berusaha untuk mendudukkan kembali penanganan kasus Bank Century.
Selasa, 4 Mei 2010, 19:28 WIB
Ita Lismawati F. Malau, Mohammad Adam

VIVAnews - Anggota Tim Pengawas Tindak Lanjut Rekomendasi Angket DPR terhadap Kasus Bank Century, Mahfudz Siddiq, menduga ada perbedaan pandangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan DPR dalam penanganan hukum kasus itu.

"Sebagai contoh, sampai hari ini kan KPK masih mendalami penyelidikannya itu dari aspek apakah ada pihak yang menerima gratifikasi dalam pengambilan kebijakan FPJP (Fasilitas Pinjaman Jangka Panjang) dan bail out. Itu kan persepktif KPK yang sampai sekarang dikembangkan," kata Mahfudz di DPR RI, Jakarta, Selasa 4 Mei 2010.

Sementara, lanjut Mahfudz, Pansus angket DPR tak melihat dari sisi itu. Pansus menilai ada indikasi kebijakan yang diduga merugikan keuangan negara atau menguntungkan pihak lain secara tidak sah.

"Makanya disitulah kami masuk dari definisi tindak pidana korupsi. Tapi versi KPK, mereka mengejarnya ada atau tidak yang terima gratifikasi," kata Mahfudz.

Meski begitu, Tim Pengawas akan berusaha untuk mendudukkan kembali persoalan dan penanganan kasus Bank Century sesuai versi pansus DPR.

"Yang jelas, Tim Pengawas ini akan melakukan pengawasan berbasis dokumentasi, rekomendasi dan kesimpulan yang ada di panitia angket," kata Mahfudz.

KPK memfokuskan penyelidikan pada pemberian FPJP dan bail out senilai Rp6,7 triliun ke Bank Century pada 2008.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa dua pejabat yang dinilai paling tahu proses penyelamatan bank gagal tersebut. Yakni, mantan Gubernur BI yang kini menjabat Wakil Presiden Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
• VIVAnews

Rekomendasi Angket belum Diterima Penegak Hukum

MEDIAINDONESIA.com
Rabu, 05 Mei 2010 05:10 WIB
Penulis : Kennorton Hutasoit

JAKARTA--MI: Penegak hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, dan KPK sangat mungkin belum menerima rekomendasi angket kasus Bank Century yang diputuskan paripurna DPR RI. Itu nanti akan dipastikan oleh Tim Pengawas DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada rapat kerja di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (5/5) ini.

"Saya cek di Tim Pengawas. Itu kan seluruh proses penanganan hukum diserahkan ke KPK. Hasil penyelidikan panitia angket, ini sudah atau belum diserahkan secara resmi ke ketiga lembaga itu," jelas anggota Tim Pengawas yang juga mantan Wakil Ketua Panitia Angket Kasus
Bank Century Mahfudz Siddiq di gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (4/5).

"Ternyata tidak ada yang bisa jawab. Makanya kita usulkan dengan asumsi DPR belum secara resmi memberikan rekomendasi tersebut. Tim Pengawas ini akan mengagendakan secara resmi menyerahkan dokumen-dokumen itu pada tiga lembaga tersebut," tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Mahfudz mengatakan tugas Tim Pengawas memastikan rekomendasi DPR yang berbasis penyelidikan Panitia Angket, itu bisa berjalan. "Itu juga menjadi acuan juga bagi lembaga penegak hukum," ujarnya.

Tim Pengawasa bukan untuk bedah kasus bertemu dengan KPK, tapi untuk mendengarkan rencana penanganan hukum oleh KPK, itu seperti apa. "Jadi bukan membedah kasus secara hukum, kita juga tidak mau nanti dianggap intervensi," tegasnya.

Menurut Mahfudz, Tim Pengawas itu fungsinya untuk mendudukan kembali versi pansus dengan versi KPK, bedanya dimana. "Panitia Angket berbicara mengenai indikasi ada kebijakan yang diduga merugikan keuangan negara atau menguntunglan pihak lain secara tidak sah. Makanya disitulah masuk dari definisi tindak pidana korupsi. "Tapi versi KPK, mereka mengejarnya itu ada enggak yang menerima gratifikasi," tegasnya.

Inisiator Angket Century Maruarar Sirait mengatakan pentingnya kontrol media massa dan ekstra parlemen terhadap tim pengawas dalam menangani kasus Bank Century ini. "Media massa dan ekstraparlemen sangat berperan ketika Pansus Angket bekerja mengusut kasus Bank Century. Kalau itu terjadi pada Tim Pengawas ini, saya yakin itu bisa berhasil," ujar politisi PDIP yang akrab disapa Ara itu. (Ken/OL-03)

Tim Pengawas Century Tetap Ingin Rapat Terbuka

metrotvnews.com
Polkam / Selasa, 4 Mei 2010 17:45 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta : Meski Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pertemuan tertutup pada esok hari, Tim Pengawas Kasus Bank Century menyatakan tetap meminta rapat terbuka. Tapi tetap saja keputusan ada di tangan forum rapat esok.

"Kita kan bukan bedah kasus. Tapi mendengarkan penjelasan KPK menangani kasus Bank Century," kata anggota Tim Pengawas Kasus Bank Century dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (4/5).

Mahfudz menjelaskan, tim pengawas juga tidak mau mengintervensi penanganan kasus Bank Century. Mereka hanya melakukan fungsi pengawasan. Ditanya apa bedanya dengan tugas Komisi III DPR, Mahfudz mengakui ada tumpang tindih. Namun, perbedaan pengawasan tim pengawas adalah berbasis dokumentasi dan kesimpulan hasil Hak Angket Bank Century.

"Sebagai contoh, sampai hari ini kan KPK itu masih mendalami penyelidikan dari aspek apakah ada pihak yang menerima gratifikasi
dari pengambilan kebijakan FPJP dan bail out. Sementara, di Pansus, kita memang tidak berbicara soal itu," Mahfudz menjelaskan.

Mahfudz mengemukakan, Pansus Bank Century mendalami indikasi adanya kerugian negara dari bail out Bank Century. Selain itu, Pansus Bank Century juga menyelidiki apakah ada pihak yang diuntungkan dari pengucuran uang sebesar Rp6,7 trilun.

"Jadi tim pengawas itu fungsinya untuk mendudukan kembali versi pansus dengan versi KPK, bedanya di mana?,"tandas Mahfudz.(Andhini)

Tuesday, May 04, 2010

Ciri Pemimpin Cacat Moral

Republika OnLine. Jumat, 30 April 2010, 08:14 WIB
Oleh KH Didin Hafidhuddin

Terlepas dari adanya perbedaan pendapat tentang perlu tidaknya kata-kata 'terbebas dari cacat moral' ditulis secara eksplisit dalam Peraturan Pemerintah tentang Persyaratan Calon Kepala Daerah seperti gubernur, bupati atau wali kota, namun sesungguhnya kita semua pasti sepakat dalam hal substansinya. Calon kepala daerah harus memiliki track record perilaku yang baik dan bisa dipertanggungjawabkan, serta tidak melakukan hal-hal tercela, baik dalam pandangan masyarakat maupun pandangan ajaran agama.

Calon kepala daerah yang dikenal sebelumnya sebagai penyanyi, penari erotis yang terbiasa memamerkan aurat tubuhnya, pernah diketahui masyarakat melakukan perzinahan, perselingkuhan, pernah melakukan pembunuhan, ataupun tindakan kriminalitas lainnya, rasanya sulit untuk dijadikan figur utama dalam memimpin daerahnya. Kondisi semacam ini juga berlaku di Amerika Serikat dan Eropa yang sebagian besar masyarakatnya memiliki pandangan hidup yang sekuler. Di negara-negara tersebut banyak calon pemimpin yang mengundurkan diri, dan tidak terpilih karena alasan cacat moral. Bahkan, banyak juga yang jatuh kekuasaannya karena hal perilaku yang buruk.

Masalah moral adalah persoalan universal yang berlaku bagi siapa saja, kapan dan di manapun. Artinya, setiap hati nurani orang, pasti ingin mendapatkan pemimpin yang baik moralnya. Sebab, fitrah manusia ingin mendapatkan ketenangan dalam hidupnya. Kebaikan adalah sesuatu yang menyebabkan ketenangan. Sedangkan dosa atau keburukan adalah sesuatu yang meragukan dalam hati dan akan terasa malu jika diketahui orang lain.

Pemimpin masyarakat ataupun kepala daerah memiliki peran utama untuk menggerakkan masyarakatnya melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam segala aspek kehidupan. Mulai dari pendidikan, ekonomi, politik, budaya, dan juga akhlak serta moralnya.

Pemimpin itu yang dipercaya masyarakat karena ia layak dijadikan panutan dan teladan, akan mampu menjalankan tugasnya itu dengan baik. Karena itu, keteladanan menjadi faktor utama dalam memimpin. Sebab, memimpin itu bukan hanya dengan kata-kata dan instruksi, tetapi juga dengan cinta, kasih sayang, musyawarah, dan contoh yang baik.

Sejarah telah membuktikan bahwa pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu menjadikan dirinya sebagai suri teladan bagi masyarakatnya. Itu pula yang terjadi pada masyarakat Muslim di abad-abad pertama, seperti Umar bin Abdul Aziz dan Umar bin Khathab maupun sahabat dan tabiin lainnya.

Dan itu pula yang ditonjolkan oleh kepemimpinan Rasulullah SAW. ''Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.'' (QS Al-Ahzab [33]: 21). Wa Allahu a'lam.

Harus Ada Syarat Ketat Untuk Penunjukan Wakil Kepala Daerah

Republika OnLine
Senin, 03 Mei 2010, 19:06 WIB

JAKARTA – Anggota Komisi II Agus Purnomo sepakat dengan wacana wakil kepala daerah dipilih langsung oleh kepala daerah terpilih. Namun harus persyaratan yang ketat dalam pemilihan langsung kepala daerah tersebut dan adanya otorisasi dari partai politik kepada kepala daerah terpilih.

“Ketimbang dari PNS, wakil kepala daerah dipilih langsung harus ada otorisasi dari partai politik,” kata Agus, di gedung DPR, Jakarta, Senin (3/5). Menurut Agus, wacana kepala daerah dipilih langsung memiliki untung rugi nya sendiri.

Untungnya, akan ada penghematan biaya dan tidak akan ada konflik internal dalam pemerintahan. Adapun kerugiannya, adalah adanya resiko pencalonan dalam pemilihan kepala daerah dan biaya kampanye yang makin mahal bagi suatu partai politik.

Terkait wacana ini Agus mengingatkan istilah pejabat yang dipilih (elected official) dan pejabat yang ditunjuk (appointed official). Pejabat yang dipilih adalah pejabat politik yang biasa disebut pejabat negara. Sementara pejabat yang ditunjuk merujuk pada birokrat profesional. “Syarat dan ketententuan masing-masing berbeda,” tambah Agus.

Adapun anggota Komisi II DPR yang lain, Mahfudz Siddiq, menjelaskan, wacana wakil kepala daerah dipilih langsung kepala daerah terpilih dalam konteks revisi Undang-undang (UU) No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hingga kini, DPR kata Mahfudz, belum menerima draf revisi UU tersebut dari Pemerintah.

Selain keuntungan adanya efisiensi biaya dalam Pemilukada, kerugian yang ditimbulkan dari wakil kepala daerah dipilih langsung kepala daerah terpilih adalah masalah representasi dan akuntabilitas wakil kepala daerah tersebut. “Pemerintah harus melakukan kajian khusus yang komprehensif atas usulan wakil kepala daerah dipilih langsung ini,” tam bah Mahfudz.