Thursday, April 29, 2010

PKS Tuntut Penanganan Century Dipercepat

JPNN - Padang Today
Padang | Rabu, 28/04/2010 06:29 WIB

Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid merasa ada ketidakadilan terhadap proses penetapan tersangka hingga penahanan Misbakhun, politisi asal PKS, oleh Mabes Polri. Menurutnya, kalau kasus Misbakhun bisa diproses begitu cepat, seharusnya kasus Century yang sudah menjadi rekomendasi DPR juga segera diseriusi penanganannya.

"Okelah itu diproses secara hukum. Tapi kalau itu saja diproses, hal-hal lain yang jumlahnya juga sangat besar seperti rekomendasi DPR terkait dengan Century, (harus) ditindaklanjuti lebih segera dan lebih serius, karena itu dampaknya lebih sistemik dan lebih besar dan lebih luas," kata Hidayat.

Menurut Hidayat, penahanan Misbakhun adalah ujian keseriusan dan ketulusan dalam menegakkan hukum. "Kalau yang masih ada bukti dan masih kontroversi ini saja bisa diproses dengan cepat, apalagi yang lain ada yang jauh lebih kongkrit. Ya, ada sesuatu yang dirasa ketidakadilannya," pungkasnya.

Sementara, Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mempersilakan Misbakhun diproses, kalau memang diduga atau dituduh bersalah. Hanya saja, ia meminta agar proses hukumnya dilakukan secara fair, obyektif dan tidak mengada-ada. "Silakan buktikan secara hukum, tapi dengan proses yang fair dan objektif, jangan mengada-ada. Karena tuduhan pertama itu LC fiktif, ternyata tidak terbukti. Dicari-cari lagi sekarang katanya manipulasi dokumen," katanya.

Semua dokumen, kata Mahfudz pula, merupakan hasil kesepakatan antara dua pihak yakni perusahaan Misbahkun dengan Bank Century. "Jadi ini memang murni kasus perdata. Tapi kalau ini memang mau diabaikan, lalu bicara asas pidananya, silakan. Masyarakat juga bisa menilai itu. Nanti kita lihat, bisa dibuktikan di pengadilan," pungkasnya.

Sementara itu, Fachri Hamzah, anggota Fraksi PKS yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR, memprotes penahanan hukum serta pasal yang dikenakan terhadap Misbakhun. Menurutnya, Pasal 263 dan 264 KUHP menyebutkan soal "jika ada kerugian negara". "Dapat menimbulkan kerugian itu, kerugian apa? Kan itu tidak bisa disebut. Kalau anda mencurigai dapat menyebabkan kerugian, ya, suruh lunasi saja sekarang," katanya.

Seperti diberitakan, Misbakhun merupakan pemilik PT Selalang Prima Internasional yang memperoleh fasilitas Letter of Credit (LC) dari Bank Century senilai USD 22,5 juta. Atas tuduhan telah memalsukan dokumen, Misbakhun lantas ditahan di Mabes Polri. Aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhi Massardi juga mempertanyakan sikap kepolisian yang serius mengusut kasus Misbakhun yang dianggap bagian kecil dari 'Centurygate'.

"Kenapa begitu, yang besar diabaikan? Jadi justru kasus Misbakhun yang sekarang ditahan Mabes Polri, semakin membuat kita terpesona. Ini memang ada yang luar biasa di negeri ini," katanya.

Adhi mengatakan bahwa ada kejanggalan dan ketidakadilan dalam proses hukum tersebut, dengan tergesa-gesanya pemrosesan (kasus) Misbakhun sementara kasus Bank Century sangat lamban diproses. "Kita tidak tahu, bukti cukup atau tidak, tetapi kita tahu BPK dan DPR sudah menyatakan cukup bukti (bahwa) Sri Mulyani dan Boediono terlibat menjadi pangkal persoalan Bank Century," katanya. (*)

Rabu Depan, Timwas Century Panggil KPK

CENTURYGATE

Rabu, 28 April 2010, 14:55:43 WIB
Laporan: Ari Purwanto

Jakarta, RMOL. Rabu depan (5/5), Tim Pengawas (Timwas) berencana memanggil keputusan akan memanggil KPK berkaitan dengan penye.

Demikian disampaikan Ketua Timwas, Priyo Budi Santoso kepada wartawan selepas Rapat Timwas di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/4).

"Dalam rapat tadi, Timwas agar segera memanggil KPK yang dijadwalkan rabu depan," seperti yang diucapkan Priyo.

Selain KPK, Timwas juga harus memanggil Kapolri, Kejaksaan, PPATK, BPK, Menhukham, Kemudian pihak-pihak yg dianggap perlu.

Priyo juga menjelaskan ada usulan membentuk tim independen audit.

Dalam rapat perdana tersebut, Timwas kasus Century hasilkan satu keputusan, yakni bentuk tim kecil.

"Rapat kali ini membentukan tim kecil yang bertugas untuk mengatur kerja timwas. Cara kerjanya berawal dari staff ahli lalu di verifikasi oleh tim kecil," ujar Priyo.

Berikut nama-nama tim kecil dari Demorat yakni Didi Irwandy. Dari Golkar, Bambang Soesatyo. Dari PDIP, Gayus Lumbuun. Dari PAN, Catur Sapto Edi. Dari PKS, Mahfudz Siddiq. Dari PPP, Aditya Mukti Arifin. Dari PKB, Nur Yasin. Dari Gerindra, Soepriyatno. dari Hanura, Akbar Faisal.

Masih menurut Priyo, bahwa model rapat yang akan dilakukan oleh timwas bersifat terbuka.

"Dalam keputusannya, sistem rapat dilakukan secara terbuka, kecuali jika dipandang perlu ada hal yang sangat rahasia," imbuh Priyo. [arp]

Wednesday, April 28, 2010

DPR Sahkan Tim Pengawas Kasus Century

DPR Sahkan Tim Pengawas Kasus Century

Suara Pembaruan, 28/4/2010

Jakarta - Dewan Per­wa­kilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan Tim Pengawas kasus Century dalam sidang paripurna DPR, Selasa (27/4) hari ini.

Tim Pengawas berjumlah 30 orang dan akan bekerja selama 60 hari. Komposisi ang­gota pengawas diatur secara proporsional.
Ketua Fraksi PKS Mah­fudz Siddiq mengatakan hal itu kepada SH, Selasa (27/4), menegaskan tugas Tim Peng­awas yang disahkan hari ini oleh paripurna DPR RI adalah memastikan seluruh rekomendasi paripurna DPR yang berkaitan dengan skandal Bank Century dilaksanakan pemerintah.
“Namun, karena keterbatasan waktu sebaiknya fokus pada proses hukum yang seharusnya dijalankan KPK dan Kepolisian. Proses hukum ini harus tuntas agar menjadi landasan keputusan hukum yang berlaku tetap bagi kasus Century ini” ujarnya di Gedung DPR, Selasa (27/4).
Mahfud menjelaskan, masa kerja Tim Pengawas sesuai dengan Tata Tertib adalah enam puluh hari, namun dapat diperpanjang apabila diperlukan.
Untuk mempercepat pe­me­rikasaan KPK pada Boediono dan Sri Mulyani, menurutnya, Tim Pengawas harus segera berkonsultasi dengan KPK untuk mengetahui perkembangan rencana pemeriksaan, mengapa terjadi kelambanan dan mendorong agar KPK segera melakukan pemeriksaan.


Empat Tugas Umum
“Kami berharap proses hukum selesai tepat waktu bersamaan dengan selesainya masa tugas Tim Pengawas” jelas Mahfud Sidiq yang juga menjadi anggota Tim Pengawas dari Fraksi PKS bersama Andy Rahmad dan Fahri Ali, kepada SH menjelang rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa.
Anggota Fraksi PDIP Eva Sundari menegaskan bahwa empat tugas umum Tim Pengawas sesuai dengan rekomendasi paripurna adalah memastikan proses hukum segera berjalan dan memastikan proses recovery Rp 6,7 triliun uang negara yang lenyap dalam skandal Bank Century.
“Juga memastikan nasib para nasabah yang menjadi korban Bank Century, serta melakukan perbaikan legislasi secara menyeluruh. Start awal harus segera mendesak KPK melakukan pemeriksaan kepada Sri Mulyani dan Boediono,” kata Eva.
Tim Pengawas menurut Eva juga harus menyiapkan antisipasi apabila KPK lambat melakukan proses hukum yang seharusnya dilakukan pada Boediono dan Sri Mulyani.
“Karena ada upaya untuk menghambat KPK menjalankan tugas pemeriksaan pada kedua orang tersebut. Walaupun Pak Bibit menjadi tersangka, KPK tetap harus melaksanakan tugasnya memerikasa Sri Mulyani dan Boediono,” katanya.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Chaeruman menegaskan agar Tim Pengawas melakukan kontrol yang kuat agar KPK segera menindaklanjuti rekomendasi hukum Paripurna DPR RI. “Kalau rekomendasi hukum tidak segera dilaksanakan akan membawa akibat politik yang cukup signifikan. KPK bisa segera menindaklanjuti temuan, pendapat, dan rekomendasi DPR sehingga tidak perlu melakukan pemeriksaan awal lagi,” ujarnya.
Ia menegaskan, KPK harus segera memeriksa pelaksanaan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) yang telah memiliki bukti-bukti cukup kuat bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang. “Jadi walaupun Pak Bibit telah jadi tersangka, dia tetap bisa bertugas dan tidak ada alasan untuk memperlambat pemeriksaan Sri Mulyani dan Boediono,” katanya. (web warouw)


Tim Pengawas dipimpin oleh Pemimpin DPR secara bergantian setiap bulan yang terdiri dari Pryo Budi Santoso, Pramono Anung, Marzuki Alie, Anis Matta, dan Taufik Kurniawan.

Anggota Tim Pengawas terdiri dari:

Partai Demokrat yaitu Jafar Habza, Aksa Noor Kosasih, Ignatius Puryono, Sutan Batugana, Sera Febriyanti, Sucipto, Irwadi Samsuddin, dan I Gde Swastika.
Partai Golkar yaitu Ade Komaruddin, Ade Munjar, Bambang Soesatyo, Markus Mekeng, Idrus Markam, dan Samsuddin.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yaitu Gayus Lumbuun, dan Sudarto Danusubroto, Ganjar Pranowo, Trimedia Panjaitan, dan Hendrawan Pratikno.
Partai Keadilan Sejahtera yaitu Mahfud Sidiq, Andi Rahmat, dan Fahri Hamzah.
Partai Amanat Nasional yaitu Azwan, Catur, dan Azgar Umar.
Partai Persatuan Pembangunan yaitu Aditya Mukti.
Partai Kebangkitan Bangsa yaitu Nuryasin dan Iman.
Partai Gerindra yaitu Supriyanto.
Partai Hanura yaitu Akbar Faisal.

Mahfudz: Penahanan Misbakhun Kayak Halilintar

Mahfudz: Penahanan Misbakhun Kayak Halilintar
Mahfudz sendiri tidak tahu apa yang terjadi dibalik proses penahanan Misbakhun.

VIVAnews - Selasa, 27 April 2010, 11:52 WIB
Mahfudz Siddiq, mantan Wakil Ketua Panitia Khusus Angket Bank Century dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai ada yang lucu dalam penahanan M Misbakhun. Prosesnya begitu cepat.

"Lucu saja. Orang-orang yang diperiksa KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) belum diusut. Sementara ini orang yang tidak punya kasus, prosesnya begitu cepat seperti halilintar," kata Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 27 April 2010.

Mahfudz sendiri tidak tahu apa yang terjadi di balik proses penahanan Misbakhun. Tapi dia meyakini, semua pihak yang terlibat dalam Panitia Angket Century menjadi target.

"Semua pihak yang terlibat Panitia Angket termasuk inisiator jadi bidikan," kata anggota DPR dari daerah pemilihan Cirebon dan Indramayu ini.

Menurut Mahfudz, kalau memang diduga bersalah silakan dibuktikan secara fair dan objektif. Jangan sampai mengada-ada. "Pertama, L/C fiktif tapi tidak terbukti, kemudian pemalsuan dokumen. Ini murni kasus perdata," ujarnya.

PKS akan mempelajari pasca-proses penahanan. Misbakhun, inisiator Angket Century yang juga Komisaris PT Selalang Prima Internasional itu ditahan usai menjalani pemeriksaan pertama sebagai tersangka.

"Publik bisa menilai itu. Ini kan inisiator lagi menunggu giliran," ujarnya. (umi)

PKS: Kasus Misbakhun Bak Halilintar

PKS: Kasus Misbakhun Bak Halilintar

INILAH.COM
Jakarta - Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq menilai penahanan M Misbakhun mengada-ngada. Pasalnya, kasus yang menimpa Misbakhun adalah perdata bukan pidana.

"Ya publik bisa menilai itu. Ini kan inisiator lagi menunggu giliran saja," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/4).

Mahfud menyatakan, kecendrungannya semua pihak yang terlibat dalam panitia angket termasuk inisiator menjadi bidikan.

"Menurut saya, lucu saja. Orang- orang yang diperiksa KPK belum diusut. Sementara ini orang yang tidak punya kasus, proses ini begitu cepat seperti halilintar, saya tidak tahu ada apa ini," papar dia.

Prinsipnya, lanjut Mahfudz, kalau memang diduga bersalah silakan dibuktikan dengan proses secara fair dan objektif.

"Jangan mengada-mengada. Apalagi, soal L/C yang diduga fiktif tetapi tidak terbukti, dan kemudian pemalsuan dokumen. Ini murni kasus perdata. Tapi kalau mau dibuktikan, silakan," imbuhnya.

Mengenai bantuan hukum yang diberikan? Mahfudz mengatakan DPP PKS akan mempelajari lebih dalam kasus yang menimpa Misbakhun. [bar]

PKS Bicarakan Penangguhan Misbakhun

PKS Bicarakan Penangguhan Misbakhun
Polkam / Selasa, 27 April 2010 10:40 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta: Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Selasa (27/4) hari ini, akan membicarakan perihal penangguhan penahanan kadernya, Muhammad Misbakhun. PKS akan melakukan koordinasi dengan tim pengacara anggota Komisi VI DPR itu.

Ditemui di DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (27/4), Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mengatakan penahanan Misbakhun memang hak kepolsian. Ia menyayangkan Polri mengesampingkan aspek perdata dan buktinya. Padahal, semua dokumen menjelaskan kasus Letter of Credit PT Selalang Prima Internasional adalah masalah perdata.

"Kita berharap ini bukan proses subjektif. Secara prinsip kami akan menyerahkan pada proses hukum sepanjang objektif," ujar Mahfudz. PKS berharap Polri bekerja tidak di bawah tekanan dan pesanan. PKS akan selalu memonitor kasus Misbakhun hingga ada keputusan pengadilan. "Kalau tidak fair, saya kira kami akan bersikap," kata Mahfudz.

Sejauh ini, PKS merasa lucu dengan proses hukum yang menimpa Misbakhun. Di sisi lain, ada kasus Bank Century yang pelaku dan buktinya sudah jelas tapi tak diproses. Namun, untuk kasus yang tak jelas Polri sangat cepat menindaklanjutinya. "Saya khawatirnya ini bisa menjadi pintu untuk Hak Menyatakan Pendapat," kata mantan Wakil Ketua Pansus Hak Angket Bank Century ini.(Andhini)

Tuduhan Selalu Berubah, PKS Nilai Polisi Mengada-ada

Tuduhan Selalu Berubah, PKS Nilai Polisi Mengada-ada
RMOL, Selasa, 27 April 2010, 13:26:43 WIB


Jakarta, RMOL. DPP PKS menilai bahwa polisi terlalu mencari-cari kesalahan Misbakhun.

Demikian disampaikan Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq kepada wartawan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (27/4).

"Prinsipnya begini, kalau memang diduga atau dituduh Pak Misbakhun bersalah silakan buktikasn secara hukum tapi, dengan proses yang fair dan objektif, jangan mengada-ada," papar Mahfudz

Disebut mengada-ada karena tuduhan yang dilayangkan kepada Misbakhun selalu berubah-ubah.

"Tuduhan pertama itu L/C fiktif ternyata tidak terbukti. Dicari-cari lagi sekarang katanya manipulasi dokumen. Semua dokumen itu hasil kesepakatan antara dua pihak perusahan pak Misbakhun dengan Century. Jadi ini memang murni kasus perdata. Tapi kalau ini memang mau diabaikan lalu bicara asas pidananya silakan. Masyarakat juga bisa menilai itu," terangnya.

Mantan Wakil Ketua Pansus Century ini juga menjelaskan, segera akan ada langkah pembelaaan hukum kepada Misbakhun.

"Kita akan meminta penangguhan penahanan, itu sedang kita pelajari," pungkasnya. [arp]

PKS Sayangkan Penahanan Misbakhun

PKS Sayangkan Penahanan Misbakhun

Gatra, Jakarta, 27 April 2010 11:40

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyayangkan tindakan penahanan anggota DPR Mukhammad Misbakhun oleh Polri, dengan mengabaikan aspek perdata dan bukti-bukti.

Presiden DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/4), mengatakan, prinsipnya menghargai proses penyidikan yang dilakukan kepolisian tapi hendaknya dilakukan secara obyektif.

"Semua dokumen menjelaskan kasus ini perdata, tapi polisi terkesan bersikap subyektif dengan mencari kesalahan," kata Mahfudz.

Dikatakannya, PKS sudah menanyakan hal ini antara di sela acara dengar pendapat antara Komisi III DPR dan Kapolri, Senin (26/4) kemarin, tapi Kapolri tidak memberikan secara jelas.

Mahfudz berharap tidak ada tekanan dari pihak lain dalam kasus anggota DPR dari Fraksi PKS ini.

Sikap PKS, kata dia, akan terus memonitor proses yang dilakukan kepolisian.

"Kalaupun kasus ini sampai dinyatakan memiliki bukti-bukti lengkap dan diajukan ke pengadilan, PKS akan terus memonitornya," katanya.

Dikatakannya, PKS berharap polisi dan lembaga penegak hukum lainnya bersikap obyektif, dalam penegakan supremasi hukum, bukan atas pesanan pihak tertentu.

Komisaris PT Selalang Prima International Mukhammad Misbakhun ditahan di Mabes Polri sejak Senin (26/4) malam setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan selama 12 jam hingga pukul 22.30 WIB.

Sebelumnya Wakil Kepala Divisi Humas Polri Kombes Pol Zainuri Lubis mengatakan, penyidik Polri menahan anggota DPR Mukhamad Misbakhun dengan tujuan untuk memudahkan pemeriksaan.

"Penahanan itu hak dan wewenang penyidik sehingga dipandang perlu untuk menahan agar pemeriksaan berikutnya lebih mudah," katanya.

Lubis mengatakan, alasan lain penahanan adalah ancaman hukuman tersangka adalah delapan tahun penjara.

"Sesuai dengan KUHP, penyidik dapat menahan tersangka yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih," ujar Lubis.

Wakil rakyat dari Kabupaten dan Kota Pasuruan, Jawa Timur itu menjadi tersangka pemalsuan dokumen saat pengajuan "letter of credit" (L/C) Bank Century sebesar 22,5 juta dolar Amerika Serikat.

Nilai L/C yang diterima PT Selalang 22,5 juta dolar Amerika Serikat namun kini tinggal 18 juta dolar Amerika karena Misbakhun telah mencicilnya.

Misbakhun adalah pemilik dan pemegang saham mayoritas PT Selalang Prima Internasional dan Dirutnya Frenky Ongko menjadi tersangka karena diduga memalsukan dokumen kontrak bisnis saat mengajukan L/C ke Bank Century.

Frenky telah ditahan oleh penyidik Mabes Polri dalam kasus itu.

Menurut penyidik, kontrak bisnis PT Selalang dibuat setelah L/C disetujui, padahal seharusnya kontrak dibuat sebelum L/C disetujui.

Kasus itu juga menyeret mantan Dirut Bank Century Robert Tantular sebagai tersangka.

Dalam kasus pidana perbankan lain, Tantutar telah divonis lima tahun penjara. [TMA, Ant]

Misbakhun Ditahan, PKS Tuntut Penanganan Century Dipercepat

Fajar Metro, RABU, 28 APRIL 2010
Misbakhun Ditahan, PKS Tuntut Penanganan Century Dipercepat

Politisi PKS Misbakhun usai melapor di Bareskrim Mabes Polri. (Foto: Ridlwan / Jawa Pos)
JAKARTA -- Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid merasa ada ketidakadilan terhadap proses penetapan tersangka hingga penahanan Misbakhun, politisi asal PKS, oleh Mabes Polri. Menurutnya, kalau kasus Misbakhun bisa diproses begitu cepat, seharusnya kasus Century yang sudah menjadi rekomendasi DPR juga segera diseriusi penanganannya.

"Okelah itu diproses secara hukum. Tapi kalau itu saja diproses, hal-hal lain yang jumlahnya juga sangat besar seperti rekomendasi DPR terkait dengan Century, (harus) ditindaklanjuti lebih segera dan lebih serius, karena itu dampaknya lebih sistemik dan lebih besar dan lebih luas," kata Hidayat di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/4).

Menurut Hidayat, penahanan Misbakhun adalah ujian keseriusan dan ketulusan dalam menegakkan hukum. "Kalau yang masih ada bukti dan masih kontroversi ini saja bisa diproses dengan cepat, apalagi yang lain ada yang jauh lebih kongkrit. Ya, ada sesuatu yang dirasa ketidakadilannya," pungkasnya.

Sementara, Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mempersilakan Misbakhun diproses, kalau memang diduga atau dituduh bersalah. Hanya saja, ia meminta agar proses hukumnya dilakukan secara fair, obyektif dan tidak mengada-ada.

"Silakan buktikan secara hukum, tapi dengan proses yang fair dan objektif, jangan mengada-ada. Karena tuduhan pertama itu LC fiktif, ternyata tidak terbukti. Dicari-cari lagi sekarang katanya manipulasi dokumen," katanya.

Semua dokumen, kata Mahfudz pula, merupakan hasil kesepakatan antara dua pihak yakni perusahaan Misbahkun dengan Bank Century. "Jadi ini memang murni kasus perdata. Tapi kalau ini memang mau diabaikan, lalu bicara asas pidananya, silakan. Masyarakat juga bisa menilai itu. Nanti kita lihat, bisa dibuktikan di pengadilan," pungkasnya.

Sementara itu, Fachri Hamzah, anggota Fraksi PKS yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR, memprotes penahanan hukum serta pasal yang dikenakan terhadap Misbakhun. Menurutnya, Pasal 263 dan 264 KUHP menyebutkan soal "jika ada kerugian negara". "Dapat menimbulkan kerugian itu, kerugian apa? Kan itu tidak bisa disebut. Kalau anda mencurigai dapat menyebabkan kerugian, ya, suruh lunasi saja sekarang," katanya.

Seperti diberitakan, Misbakhun merupakan pemilik PT Selalang Prima Internasional yang memperoleh fasilitas Letter of Credit (LC) dari Bank Century senilai USD 22,5 juta. Atas tuduhan telah memalsukan dokumen, Misbakhun lantas ditahan di Mabes Polri. Aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhi Massardi juga mempertanyakan sikap kepolisian yang serius mengusut kasus Misbakhun yang dianggap bagian kecil dari 'Centurygate'.

"Kenapa begitu, yang besar diabaikan? Jadi justru kasus Misbakhun yang sekarang ditahan Mabes Polri, semakin membuat kita terpesona. Ini memang ada yang luar biasa di negeri ini," katanya.

Adhi mengatakan bahwa ada kejanggalan dan ketidakadilan dalam proses hukum tersebut, dengan tergesa-gesanya pemrosesan (kasus) Misbakhun sementara kasus Bank Century sangat lamban diproses. "Kita tidak tahu, bukti cukup atau tidak, tetapi kita tahu BPK dan DPR sudah menyatakan cukup bukti (bahwa) Sri Mulyani dan Boediono terlibat menjadi pangkal persoalan Bank Century," katanya. (jpnn)

KOMENTAR BERITA "Misbakhun Ditahan, PKS Tuntut Penanganan Century Dipercepat"

Monday, April 26, 2010

Tim Pengawas Kasus Century Emban Dua Tugas Utama

Tim Pengawas Kasus Century Emban Dua Tugas Utama
Republika OnLine, Ahad, 25 April 2010, 11:51 WIB

JAKARTA--Tim pengawas kasus Bank Century menyatakan tidak hanya mengawal proses hukum dilakukan oleh Komisi Pembarantasan Korupsi bersama kepolisian dan penerapan rekomendasi DPR terkait kasus tersebut. Tetapi juga akan mengambil langkah untuk upaya pengembalian aset negara dari kasus Bank Century ini.

Anggota fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mahfudz Siddiq, yang juga anggota tim pengawas ketika dihubungi Republika, Minggu (25/04) menyatakan pengawasan dan upaya pengembalian aset, paling tidak menjadi tugas utama tim pengawasan. "Tapi kita tak akan melakukan intervensi," ujarnya menekankan.

Sedangkan cara untuk mengawasi proses tersebut, tim tersebut bisa memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan. Terutama para penegak hukum yang sedang menjalani proses penanganan kasus Bank Century.

Sebelumnya, Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Kamis (22/4), telah menetapkan pembentukan Tim Pengawas yang beranggotakan 30 anggota DPR. Hasil rapat Bamus tersebut kemudian akan dibawa ke sidang Paripurna untuk disahkan.

Berdasarkan penuturan Mahfudz, tim ini akan bekerja selama 60 hari. "Saya berharap waktu itu bisa efektif dan tim bisa menghasilkan rekomendasi yang solutif," ujarnya. Untuk perincian jadwal kerja dari tim tersebut, rapat internal yang nantinya akan menentukan.

Friday, April 23, 2010

Menjegal Pezina

Menjegal Pezina

Liputan6.com, 22/04/2010 11:06
Jakarta: Fenomena kemunculan para artis dalam bursa calon kepala daerah menjadi perhatian Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. Ia menyatakan bakal merevisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Usulan revisi itu, yakni penambahan syarat wajib mempunyai pengalaman berorganisasi dan tak boleh cacat moral bagi para calon kepala daerah.

Saat ini, sebenarnya sudah ada 16 syarat untuk menjadi calon kepala daerah. Antara lain bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat, berusia minimal 30 tahun, sehat jasmani dan rohani. Syarat lain, tidak pernah dijatuhi pidana penjara paling lama lima tahun atau lebih, tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan, mengenal daerahnya serta dikenal masyarakat di daerahnya, menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan.

Si calon juga tidak sedang mempunyai tanggungan utang secara perseorangan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan, tak pernah melakukan perbuatan tercela, memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri, belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama dan tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah.

Menurut Mendagri, orang yang tak pernah mengenal politik serta pemerintah tidak bisa menjadi kepala daerah. Alasannya, tanpa pengalaman di pemerintahan serta politik, kepala daerah akan sulit menjalankan tugasnya. "Jadi, tidak tiba tiba, misalnya, dia artis terkenal, tidak pernah berorganisasi, tidak pernah memimpin partai, tidak pernah DPRD, tiba-tiba muncul jadi calon gubernur," kata Gamawan. "Coba bayangkan 7,5 juta orang dipertaruhkan nasibnya di situ."

Soal syarat tidak boleh cacat moral, Gamawan mencontohkan orang yang sudah berzina tidak boleh menjadi kepala daerah. "Antara lain terjemahannya orang yang sudah berzina tak boleh menjadi bupati," ucap mantan Gubernur Sumatra Barat ini. "Misalnya, ada video berzina, itu sudah tidak boleh, harus dibatalkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Kontan, dua syarat itu, terutama orang yang sudah berzina tidak boleh menjadi kepala daerah dianggap sebagai langkah menjegal para calon dari kalangan artis, seperti Maria Eva dan Julia Perez. Untuk Maria Eva, kasus rekaman video cabulnya dengan Yahya Zaini, politisi Partai Golkar, yang beberapa tahun silam beredar luas bisa menjegalnya untuk ikut pilkada Kabupaten Sidoarjo. Sementara Julia Perez, gambar atau foto seksi dan seronoknya bertebaran di mana-mana.

Namun, Mendagri membantah jika syarat itu untuk menjegal calon dari kalangan artis. "Nggak, nanti Jupe (Julia Perez) marah sama saya," kata Gamawan. Jupe sendiri menilai selama pernyataan Mendagri belum menjadi aturan, ia tetap bakal maju ke bursa calon bupati Pacitan. Apalagi, setiap warga berhak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. "Setiap warga negara memiliki hak untuk ikut berpolitik," Jupe.

Definisi dan Indikatornya Harus Jelas

Keinginan Mendagri Gamawan Fauzi merevisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah khususnya terkait pemilihan kepala daerah diharapkan tidak menimbulkan kekisruhan baru. Anggota Komisi II DPR Mahfudz Siddiq menilai syarat calon kepala daerah bukan pezina dan sebaiknya memiliki pengalaman organisasi harus memiliki definisi dan indikator yang jelas.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga berharap revisi jangan sampai bertabrakan dengan aturan hukum yang berlaku, seperti hak warga negara untuk berpolitik. Selain itu, jangan pula menjadi alat jegal menjegal bagi sejumlah calon. "Intinya jangan sampai peraturan tergesa-gesa. Jangan sampai menimbulkan kekisruhan hukum. Secara tujuan baik, tapi harus hati-hati," kata Mahfudz.

Ketua DPR Marzuki Alie menilai syarat calon kepala daerah harus bermoral itu bagus. Namun, parameternya harus jelas, seperti tidak terlibat kasus korupsi. Sementara kalo syarat bermoral salah satunya tak pernah selingkuh, hal itu sulit. Sebab, untuk membuktikan seseorang itu selingkuh amat sulit. "Nanti semua orang dituduh selingkuh. Jangan sampai menimbulkan fitnah. Yang paling penting adalah fakta," ucap mantan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat itu.

Direktur Eksekutif Cetro, Hadar Nafis Gumay, setuju klausul syarat tidak pernah berbuat mesum atau berzina bagi calon kepala daerah dimasukkan dalam UU. Meski begitu, syarat cacat moral tersebut harus bisa diukur serta dilaksanakan. "Itu syarat yang penting. Kita juga tidak mau mempunyai pemimpin daerah yang cacat moral. Tetapi harus dipastikan bagaimana mengukur hal itu. Jangan menaruh kriteria yang sulit untuk mengukurnya," kata Hadar.

Pendapat berbeda disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo. Dia menilai klausul mengenai hal seperti itu sudah menjadi pertimbangan partai politik sehingga tidak perlu dimasukkan lagi dalam undang-undang. "Itu sudah menjadi pertimbangan partai politik. Apakah yang seperti itu pantas masuk undang-undang?" kata Tjahjo.

Terlebih, mekanisme penyeleksian di partai politik sebelum mengajukan seseorang atau pasangan sebagai calon kepala daerah ke masyarakat sudah pasti sangat ketat dan mempertimbangkan aspirasi masyarakat. "Saya kira, orang yang secara umum terindikasi tidak baik, kan tidak akan mungkin dipilih oleh masyarakat, tidak akan dipilih oleh partai politik," ucap Tjahjo. Ia menilai faktor berzina harus ada ukuran yang jelas seperti keputusan hukum.

Sependapat dengan Tjahjo, Anas Urbaningrum juga menilai tidak perlu ada syarat tertulis soal pernah berzina bagi calon kepala daerah. "Kan sudah ada syarat berkelakuan baik, jadi tidak perlu dibunyikan seperti itu," tutur Ketua Fraksi Demokrat di DPR itu.

Lagi pula, imbuh Anas, ada kesulitan untuk mengetahui apakah seseorang sudah pernah berzinah atau belum. "Untuk ngetes pernah zinah itu gimana," kata mantan anggota Komisi Pemilihan Umum tersebut. Anas menambahkan, syarat moral sudah ada dalam Undang-undang Pemilihan Presiden, Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, maupun Undang-undang Pemerintahan Daerah. "Itu sudah cukup, sudah merangkum, sehingga tidak perlu penambahan syarat moralitas [lagi]," kata Anas.

Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nurkholis menilai larangan seperti itu dapat melanggar hak asasi. Menurutnya, masalah zina atau mesum merupakan hal yang bersifat pribadi. Dengan demikian, penilaian baik-buruk latar belakang calon kepada daerah seharusnya dilepaskan kepada masyarakat pemilih. "Jadi solusinya, biarkan ini dikontrol oleh publik saja. Biarkan rakyat yang suka memilih, kalau yang tidak suka, ya tidak memilih. Biarkan rakyat yang menilai," kata Nurkholis.

Ketua Umum Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI) Denny J.A. menyarankan pemerintah tidak membuat kebijakan yang membatasi hak warga negara untuk menjadi kepala daerah. Pasalnya, menjadi kepala daerah adalah hak yang dijamin konstitusi UUD 1945 dan hak asasi universal. "Jika tak ingin kepala daerah dipimpin oleh mereka yang tidak berpengalaman atau cacat moral, sebaiknya tidak diatur dalam undang-undang, tapi ajak partai politik atau masyarakat untuk tidak memilih mereka," kata Denny.

Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, juga menilai tidak tepat syarat larangan cacat moral seperti pernah berzina bagi calon kepala daerah. Sebab, setiap orang meski pernah berbuat kesalahan sekalipun, tetap harus dijamin hak politiknya. Analis gender, Jaleswari Pramodhawardani juga mempertanyakan definisi moral. Pasalnya, moralitas adalah wilayah pribadi yang abstrak dan tak perlu ditarik ke ranah publik. Jika [aturan] tidak cacat moral, itu terlalu absurd," jelas Jaleswari.

Politisi PKS Mahfudz Siddiq menawarkan alternatif sebagai revisi undang-undang itu. Yaitu, KPU daerah bisa membentuk tim seleksi yang terdiri tokoh agama maupun kalangan intelektual. Tim ini mempunyai hak untuk menguji dan menggali kompetensi serta integritas si calon, termasuk soal moralnya. "Jadi uji moral di sini bukan sebagai syarat pencalonan, tapi sebagai informasi yang dibuka kepada publik," ujar Mahfudz. "Biarlah rakyat yang menilai soal moral si calon. Jadi, tidak perlu persoalan moral dijadikan instrumen untuk jegal-menjegal pilkada."

Salah Partai

Maraknya artis ikut bursa calon kepala daerah mencerminkan adanya masalah di partai politik. Partai dinilai gagal membangun kualitas kadernya sehingga mengedepankan politik popularitas yang terpresentasikan pada sosok artis. "Akar masalahnya ada di partai, yaitu gagalnya partai melakukan kaderisasi kepemimpinan," tutur anggota Komisi II DPR Mahfudz Siddiq.

Demi memenuhi ambisi kemenangan di daerah, Mahfudz menilai partai terkesan "asal comot" dengan memilih orang-orang yang tidak memiliki akar politik yang kuat dan bekal akademik yang memadai, namun sangat populer. "Menurut saya, orang-orang seperti ini hanya diperalat partai saja," tandas politisi PKS itu.

Arif Wibowo juga berpendapat senada. "Munculnya banyak selebritis di kancah pilkada karena rekruitmen dan kaderisasi di tubuh parpol yang kurang baik," tutur anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP itu. "Juga karena faktor uang." Diakui Arif, selebritas memang memiliki banyak uang sebagai modal. "Tapi tidak semua parpol mau berisiko memajukan selebritis. Ayu Azhari saja tidak kami (PDIP) calonkan karena kami tidak ingin menanggung citra negatif," jelas Arif.

Mahfudz merasa kasihan kepada artis yang jadi sasaran protes karena maju sebagai calon kepala daerah. Menurut dia, hujatan masyarakat kepada para artis salah alamat. Seharusnya, partai yang harus bertanggung jawab.(BOG/ANS/dari berbagai sumber)

PKS Belum Setuju Hak Menyatakan Pendapat

PKS Belum Setuju Hak Menyatakan Pendapat
Oke zone, Jum'at, 23 April 2010 - 01:11 wib

JAKARTA - Kendati usulan untuk menggunakan hak menyatakan pendapat kasus Bank Century terus mencuat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menyatakan sikap. PKS lebih memilih untuk memantau kinerja lembaga penegak hukum melalui tim pengawas DPR.

“Saya dan Fraksi PKS akan melihat tim ini bekerja. Saya berharap laporan tim bagus sehingga tidak menjadi jembatan bagi hak menyatakan pendapat,” kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Jakarta, Kamis (22/4/2010).

Namun, apabila hasil laporan tim menunjukan penanganan kasus Bank Century tidak berjalan, Mahfudz menilai pihaknya baru akan memikirkan hak menyatakan pendapat.

Ditanya apakah PKS akan memberikan sanksi apabila ada kader yang ikut memberikan tandatangan dukungan usul hak menyatakan pendapat, PKS menyatakan tidak seperti itu.

“Anggota Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa menilai usulan hak menyatakan pendapat yang digulirkan sejumlah anggota DPR terkesan tergesa-gesa. Padahal keputusan DPR memutuskan menyerahkan kepada lembaga penegak hukum. Kalau tergesa-gesa menunjukan motif politik kentara,” katanya.

Diketahui, sebanyak 79 anggota DPR sudah membubuhkan tandatangan mendukung usulan menggunakan hak menyatakan pendapat. Sebanyak 69 orang diantaranya berasal dari Fraksi PDIP.
(Adam Prawira/Koran SI/teb)

PKS Kawal Misbakhun soal L/C Fiktif Century

Inilah.com, 22/04/2010 - 17:01

PKS Kawal Misbakhun soal L/C Fiktif Century

INILAH.COM, Jakarta - DPP PKS telah mebentuk tim untuk mendampingi Mukhammad Misbakhun, anggota DPR Fraksi PKS, yang tersandung kasus L/C fiktif Bank Century.

Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, selain didampingi kuasa hukumnya, Misbakhun juga akan dikawal tim bentukan PKS itu agar proses hukumnya bisa dijalankan dengan objektif.

"DPP juga mengirim tim, ini bertujuan agar proses ini dijalankan dengan seobjektif mungkin. Jangan mengada-adakan sesuatu yang tidak ada," kata Mahfudz di sela-sela acara peluncuran buku 'Menyapu Dapur Kotor: Refleksi Perempuan dan Politik Era Reformasi' dan talkshow dengan tema: 'Reformasi Partai Politik, Sebuah Ilusi?' di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Kamis (22/4).

Mahfudz juga mempersilakan proses hukum yang menimpa teman sejawatnya di PKS itu segera dilakukan. Karena, menurutnya, ini merupakan penggambaran warga negara yang patuh pada hukum. "Ya tidak apa-apa, sebagai warga negara, sebagai partai yang patuh pada hukum dan untuk membangun hukum silahkan proses itu dijalani," imbuh politisi PKS ini.

Selebihnya, jika memang ditemukan kejanggalan-kejanggalan, maka pihaknya tak segan-segan akan mengambil tindakan atas proses hukum tersebut. "Kalau disana nanti ada motif-motif politik dan kejanggalan dalam proses hukumnya partai tidak akan berdiam diri," ungkapnya. [mut]

PKS Tunggu Laporan Tim Pengawas Bank Century

PKS Tunggu Laporan Tim Pengawas Bank Century
Oke Zone, Kamis, 22 April 2010 - 15:45 wib

JAKARTA - Fraksi PKS menilai hak menyatakan pendapat bisa dilakukan jika kinerja tim pengawas Bank Century yang akan dibentuk pekan depan, berjalan baik.

“Saya dan Fraksi PKS akan melihat tim ini bekerja dulu. Setelah itu, tim ini ada laporan. Saya berharap laporan tim ini bagus,” ujar anggota Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, dalam diskusi di Hotel Crown, Jakarta, Kamis (22/4/2010).

Mahfudz menyatakan tim pengawas harus bekerja dengan baik sehingga tidak menjadi jembatan dilakukannya hak menyatakan pendapat DPR.

“Tapi kalau laporan dan implementasi dari tim, banyak yang tidak jalan, baru akan menyatakan pendapat,” tandasnya.

Meski demikian, PKS tidak akan memberikan sanksi kepada anggotanya yang ikut menandatangani hak menyatakan pendapat.

“Kalau PKS tidak. Kami open bagaimana nanti tim ini bekerja, kan baru dibentuk. Dan fraksi-fraksi baru menyerahkan nama. Pekan depan baru dibentuk,” ujarnya.

Politisi Baru DPR di Tim Pengawas Century

Politisi Baru DPR di Tim Pengawas Century
JAKARTA, TRIBUN - Jumat, 23 April 2010 | 08:11 WITA

Pimpinan DPR RI, Kamis (22/4), akhirnya mengumumkan Tim Pengawas skandal Bank Century. Tim didominasi muka-muka baru, yang sebelumnya tidak masuk dalam inisiator maupun anggota panitia khusus Bank Century DPR.

Wajah baru umumnya dari dari Partai Demokrat, yang pada putaran Pansus kalah telak melawan Golkar, PDIP, PKS, PPP, Gerindra dan Hanura.
Konsistensi justru terjadi di tubuh Partai Golkar, PKS dan PAN. Golkar mengirim enam politisinya yang selama ini berkecimpung di Pansus.
Langkah serupa ditempuh PKS. Nama Mahfudz Siddiq, Andi Rahmat, dan Fahri Hamzah tetap masuk. Begitu pula PAN. Tidak ketinggalan Hanura tetap mempercayakan Akbar Faisal. (selengkapknya lihat, Nama Anggota Tim Pengawas)
Lalu bagaimana dengan PPP? Untuk sementara PPP memasang Epyardi Asda dan Aditya Mufti Arifin. Kedua nama ini belum secara resmi diusung, lantaran surat penugasan diajukan ke pimpinan DPR, ternyata belum ditandatangani Ketua Fraksi PPP.
"Tadi kami pertanyakan apakah sudah disetujui benar-benar atau tidak. Tapi PPP hanya tertawa, minta waktu lagi," ujar Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/4).
Usai rapat badan musyawarah di gedung DPR RI, Ketua Fraksi PPP Hazrul Azwar menegaskan, kedua nama tersebut masih digodok di internal partai. "Kami ingin menempatkan anggota yang bisa full bertugas, mengikuti masalah, dan melaporkan perkembangan secara confirm ke ketua fraksi," urainya.(Persda Network/ade)

Tak Mau Dibilang Penghambat
KETUA DPR RI Marzuki Alie menyebut, dua fraksi yang belum juga menyetor nama hingga kamis pagi adalah fraksi Gerindra dan Hanura. "Sampai dengan tadi pagi yang belum mengirimkan adalah Gerindra dan Hanura. Tujuh lainnya sudah," ujar Ketua DPR RI Marzuki Alie. Menurutnya, Fraksi Gerindra dan Hanura baru akan memasukkan anggota tim pengawas Kamis siang. "Surat akan di-fax," ucapnya.
Masuknya nama-nama anggota tim pengawas skandal bank Century tidak terlepas dari kesepakatan rapat pimpinan pada 15 April lalu.
Surat kepada seluruh fraksi agar membuat calon tim pengawas sampai dengan 21 April."Jadi saya tidak mau dibilang menjadi penghambat ," paparnya menanggapui anggapan politik dia sengaja menghalang-halangi pembentukan tim pengawas ini.(Persda Network/ade)

==
Tim Pengawas Skandal Bank Century
* Partai Demokrat
- Achsanul Qosasi
- Jafar Hafsah
- Soetan Batoegana
- Ignatius Mulyono
- Vera Febyanthy
- Didi Irawadi
- Sutjipto
- Gede Pasek Suardika

* Fraksi PDI Perjuangan
- Gayus Lumbuun
- Ganjar Pranowo
- Hendrawan Supratikno
- Sidharto Danusubroto
- Trimedya Panjaitan

* Partai Golkar
- Azis Syamsuddin
- Agun Gunandjar Sudarsa
- Ade Komarudin
- Bambang Soesatyo
- Idrus Marham
- Melchias Marcus Mekeng

* PKS
- Mahfudz Siddiq
- Andi Rahmat
- Fahri Hamzah

* PAN
- Asman Abnur
- Tjatur Sapto Edi

* PKB
- Imam Nahrawi
- Nur Yasin

* PPP
- Epyardi Asda
- Aditya Mufti Arifin

* Hanura
- Akbar Faisal

* Fraksi Gerinda
- Soepriyatno

Thursday, April 22, 2010

Ada Upaya Liberalisasi Pertanahan

Suara PEmbaruan, Rabu, 21 April 2010 13:55
Ada Upaya Liberalisasi Pertanahan

OLEH: WISHNUGROHO AKBAR/ WEB WAROUW

Jakarta – Mandeknya pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) No 5 Tahun 1960 ditengarai karena ada upaya untuk memasukkan agenda liberalisasi pertanahan oleh pihak-pihak tertentu yang mendapat dukungan dari Bank Dunia.

Agenda liberalisasi itu akan diupayakan masuk melalui jalur revisi UU PA yang menjadi salah satu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010.
Demikian diungkapkan ang­gota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Gerindra Mes­tariany Habie kepada SH di Jakarta, Senin (20/4). Mes­tariany bahkan mengakui saat ini ada tiga kubu yang memiliki pandangan berbeda dalam menyikapi revisi UU PA.
“Kelompok pertama meng­inginkan UU PA langsung dilaksanakan tanpa harus direvisi. Kelompok kedua meng­inginkan ada revisi untuk me­nyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Indo­nesia, sedangkan kelompok ketiga ingin memasukkan agenda liberalisasi pertanian,” kata Mestariany.
Mestariany mengungkapkan, kelompok yang didukung Bank Dunia itu tidak memiliki kekuatan politik yang cukup kuat untuk mewujudkan agenda tersebut. Sebaliknya, kelompok pertama dan kedua adalah kelompok mayoritas yang memiliki kesamaan pandangan mengenai agenda liberalisasi pertanahan. “Kami akan menjaga agar revisi nanti tidak di­susupkan agenda liberalisasi pertanahan. Mayoritas Komisi II sepakat bahwa seluruh kekayaan yang dimiliki negara, sebesarnya untuk kemakmuran rakyat,” kata dia.
Mestariany menambahkan, pelaksanaan UU PA setidaknya menghadapi dua kendala besar, yakni persoalan tumpang tindih dengan peraturan lain dan persoalan relevansi UU ter­sebut dengan keadaan Indonesia saat ini. Sejumlah peraturan pelaksana juga bertentangan dengan semangat UU PA. Salah satunya adalah Peraturan Pelaksana tentang Pengadaan Lahan untuk Kepentingan Umum. Peraturan pelaksana itu sangat bertentangan ketika dimplementasikan oleh pemerintah.

Perlu Dipertahankan
Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mahfudz Siddiq mengatakan, untuk memastikan akses rak­yat pada tanah, UU PA Nomor 5 Tahun 1960 perlu dipertahankan sebagai UU payung. Sementara itu, UU yang tidak selaras dan bertentangan di bawahnya perlu direvisi. “Un­tuk itu rakyat harus mengawal UU PA ini dan revisi pada undang-undang yang tidak selaras dan bertentangan de­ngan nafas UUPA,” katanya yang dihubungi secara terpisah.
Mahfudz Siddiq mencontohkan, UU yang perlu direvisi adalah UU Penanaman Modal dan UU Sumberdaya Air. UU itu membawa kepentingan kapitalisme global. Namun diakui, saat ini memang ada pro dan kontra tentang UU PA No 5 Tahun 1960 ini. Di satu sisi melihat bahwa UU ini perlu direvisi untuk memenuhi kebutuhan zaman, di sisi lain melihat UU ini sudah memenuhi asas keadilan dan kepentingan nasional.
“Yang mendesak dibutuhkan adalah UU dan peraturan yang dapat melaksanakan UU PA. Rakyat harus ikut mengontrol agar kepenti­ngan rakyat digerus oleh kapitalisme global,” paparnya.
Anggota Fraksi Partai Golkar Nurul Arifin menjamin bahwa DPR pasti akan meng­hitung kepentingan rak­yat di atas segalanya. “Itu sudah komitmen kami, memepertahankan UU PA yang pro rak­yat dan merevisi UU yang bertentangan dengannya,” ujarnya. n

Amerika Pun Memakai Standar Moral

Republika, Rabu, 21 April 2010 pukul 09:38:00
Amerika Pun Memakai Standar Moral

Fenomena maraknya artis yang bersiap ikut bersaing dalam pencalonan kepala daerah, serta pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperhatikan persoalan agar calon tidak cacat moral telah menjadi persoalan yang disorot publik.

Peneliti senior Centre of Electoral Reform (CETRO), Refli Harun, mengatakan, partai bertanggung jawab untuk memunculkan calon-calon kepala daerah yang berkualitas. ''Ada kewajiban parpol untuk melakukan regenerasi dan parpol bertanggung jawab atas calon yang diajukan,'' kata Refli, yang dikutip Antara, Selasa (20/4).

Akan tetapi, lanjut dia, bukan hanya partai yang harus berbenah. Masyarakat juga dituntut untuk lebih kritis terhadap partai dan calon pemimpin yang diajukan. ''Maka, sangat penting bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan politik yang baik. Kalau calon itu tidak baik, rakyat jangan memilih,'' ungkapnya. Pendidikan politik ini menjadi kewajiban dari semua pihak, baik partai politik maupun pemerintah.

Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, integritas moral merupakan hal yang sangat mendesak untuk diterapkan. Ia mencontohkan, di negara sekuler seperti Amerika Serikat (AS) pun, syarat moral tetap diperhatikan.

''Itu tolok ukur di pimpinan AS untuk bersih dari persoalan moralitas,'' katanya.Seperti yang terjadi pada mantan gubernur New York yang terganjal kasus perselingkuhan atau persoalan moral Bill Clinton yang gagal di produk kedua karena terganjal kasus Monica Lewinsky, yang menjadi isu nasional serta menggegerkan AS.

Meskipun begitu, Burhan mengakui, ada kesulitan di Indonesia dalam menurunkan kasus moral tadi dalam bentuk aturan. Namun, secara umum seharusnya masyarakat harus menempatkan moral itu sebagai kriteria utama.

UU No 32/2004 tentang pemilihan kepala daerah mutlak harus direvisi. Apalagi, di dalam UU No 32 Tahun 2004 tersebut hanya disebutkan syarat yang sangat umum, di antaranya bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pendidikan minimal SLTA.

Kemendagri perlu mengundang para ahli mulai dari pakar ilmu pemerintahan, termasuk juga ahli agama dan ahli hukum untuk menentukan rumusan paling tepat, yang mampu mengakomodasi sebagai etika moral dalam aturan, tetapi tidak membatasi dan menimbulkan pertentangan yang terlampau tajam.

Anggota Komisi II DPR, Mahfudz Siddiq (Fraksi PKS DPR), mengusulkan diberlakukannya mekanisme uji kompetensi untuk menyeleksi calon kepala daerah. Uji kompetensi dipandang lebih tepat untuk memastikan seorang calon kepala daerah memiliki kecakapan dan nilai moral yang diperlukan.

''Di dalam uji kompetensi, publik bisa mendapatkan informasi seluasnya atas calon kepala daerah,'' kata Mahfudz. Pelaksana uji kompetensi bisa dilakukan KPU atau KPUD.

Mencuatnya persoalan cacat moral, diakui politikus PKS itu merupakan bagian dari kegagalan partai politik memunculkan kader yang layak menjadi pemimpin. ''Jadi, sebenarnya artis atau orang populer yang diajukan partai politik diperalat saja oleh partai politik,'' ucapnya.

PKS menilai, penguatan aspek moral bagi calon kepala daerah sangat penting. Namun, Mahfudz mengingatkan, agar tidak membuat aturan yang indikatornya tidak jelas. Hal ini karena akan bisa menimbulkan kekisruhan baru.

''Maka, sebaiknya KPU saja membentuk tim seleksi integritas moral,'' katanya.indira r/rosyid nh/yasmina h, ed: sadewo


Bisakah Instruksi Mendagri Dijalankan?

* Anggota Bawaslu, Wirdyaningsih
''Pemerintah perlu membuat peraturan atau tata laksana untuk bisa menjalankan syarat tidak cacat moral ini.''

* Anggota KPU Syamsulbahri
''KPU menunggu peraturan atau UU yang mampu menjelaskan secara detail persyaratan itu. Kecuali, kalau dibuat mandat bahwa KPU bisa menjelaskan syarat itu dalam peraturan KPU.''

* Anggota Komisi II DPR Mahfudz Siddiq
''Uji kompetensi lebih tepat untuk memastikan seorang calon memiliki kecakapan dan nilai moral yang diperlukan.''

* Ketua Umum AKPI, Denny JA
''Kami setuju bahwa sebuah daerah akan berisiko jika dipimpin oleh kepala daerah yang tak cakap, apalagi cacat secara moral. Tapi, mengatasinya tidak dengan membuat peraturan. Mereka bisa dikalahkan dengan memberikan pendidikan politik ke masyarakat.''


Sejumlah foto dan video porno calon kepala daerah yang beredar di publik.


1. Foto bugil calon bupati Kabupaten Tabanan, Bali, Ni Putu Eka Wiryastuti.
- Setelah diselidiki ternyata foto itu rekayasa komputer. Eka sudah lapor ke Polres Tabanan.

2. Beredar video porno mirip calon di Pemilukada Kutai Kartanegara 2010, Rita Widyasari. Video itu beredar di masyarakat dengan judul 'Belum ada judul'.

3. Beredar foto seronok Bupati Pekalongan Qomariyah dan wakilnya Wahyudi Ponco. Foto sudah beredar sejak mereka mencalonkan diri di Pemilukada 2006.

4. Beredar video porno politisi Partai Golkar Yahya Zaini dengan pedangdut Maria Eva (yang dikabarkan siap maju di Pemilukada).


Data: dari berbagai sumber yang diolah oleh sadewo

Tuesday, April 20, 2010

Pertimbangkan Aturan Konstitusi

Pertimbangkan Aturan Konstitusi
Sindo, Monday, 19 April 2010

JAKARTA (SI)—DPR mengingatkan Kementerian Dalam Negeri untuk mempertimbangkan isi konstitusi sebelum menambah syarat pencalonan kepala daerah dalam revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).


Ketua DPR Marzuki Alie mengingatkan jangan sampai ketika revisi UU itu disahkan, kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ketika ada pihak yang mengajukan uji materi. ”Sebelum membuat UU, (mesti) dipikirkan dahulu apakah itu melanggar konstitusi dan hak asasi atau tidak? Hak asasi harus dipertimbangkan karena konstitusi mengatur hal itu,” katanya di Gedung DPR Jakarta kemarin. Marzuki menilai syarat calon kepala daerah harus bermoral itu bagus. Namun, parameternya harus jelas. Misalnya, tidak terlibat kasus korupsi. Menurut dia, kalau syarat bermoral yang salah satunya tidak pernah selingkuh, hal itu sulit. Sebab, untuk membuktikan seseorang itu selingkuh sangat sulit.

”Nanti semua orang dituduh telah selingkuh. Jangan sampai menimbulkan fitnah.Yang paling penting adalah fakta, ” tutur mantan Sekjen DPP Partai Demokrat itu. Terkait syarat pengalaman di bidang pemerintahan, Marzuki menilai hal itu sulit dan seperti membatasi hak orang. Pasalnya, kepala daerah merupakan jabatan politis. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menilai, rencana penambahan syarat calon kepala daerah merupakan hal baik. Meski begitu, kata dia,penerapan aturan itu jangan sampai melanggar prinsip hukum, misalnya hak warga negara dalam politik. ”Harus jelas indikatornya. Jangan juga multiftafsir sehingga nantinya menimbulkan polemik,”kata Mahfudz.

Ketua Umum Asosiasi Konsultan Politik Indonesia (AKPI) Denny JA menyarankan pemerintah tidak membuat kebijakan yang dapat membatasi hak warga negara untuk menjadi kepala daerah. Menurut dia, menjadi kepala daerah adalah hak yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945 dan hak asasi universal. ”Jika tak ingin kepala daerah dipimpin oleh mereka yang tidak berpengalaman atau cacat moral, sebaiknya tidak diatur dalam undang-undang, tapi ajak partai politik atau masyarakat untuk tidak memilih mereka,” kata Denny di Jakarta kemarin.

Menurut dia, niat baik Mendagri sebagai respons atas meluasnya para artis menjadi calon kepala daerah sebenarnya bisa dipahami. Sebab,beberapa artis yang saat ini muncul di media merupakan bintang yang kurang sesuai dengan norma sosial. ”Pengalaman kami di lapangan justru membantu kami untuk tahu bahwa hak warga negara jangan dibatasi, tapi kita tetap bisa mengupayakan agar kepala daerah dipimpin oleh orang yang kompeten dan tidak cacat moral,”jelasnya. Dia mengungkapkan ada beberapa alasan ketidaktepatan usulan pemerintah terkait syarat calon kepala daerah yang diajukan Mendagri Gamawan Fauzi.Pertama,menjadi pemimpin politik seperti kepala daerah merupakan hak setiap warga.Kedua,banyakcontohmereka yang selama ini tidak berpengalaman dalam pemerintahan malah bisa menjadi pemimpin yang baik.

”Pengusaha yang sukses atau seniman yang cerdas awalnya memang bukan politisi, tapi terbukti mereka bisa berubah menjadi politisi yang andal. Thaksin di Thailand (pengusaha) atau Ronald Reagan di USA (seniman) adalah contohnya,”ujarnya. Selain itu, lanjut dia, masyarakat juga jauh lebih cerdas daripada yang diduga. Hal itu terbukti dengan banyaknya artis yang tidak terpilih. (adam prawira/ rahmat sahid)

Monday, April 19, 2010

Mahfudz : Revisi UU 32 Jangan Timbulkan Kekisruhan

Mahfudz : Revisi UU 32 Jangan Timbulkan Kekisruhan
Polkam / Senin, 19 April 2010 14:00 WIB

Metrotvnews.com, Jakarta : Anggota Komisi II DPR RI, Mahfudz Siddiq berharap keinginan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi merevisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah khususnya terkait pemilihan kepala daerah tidak menimbulkan kekisruhan baru. Saran syarat yang diajukan Mendagri agar seorang bakal calon seperti gubernur, bupati hingga walikota bukan penzina dan sebaiknya memiliki pengalaman organisasi, harus memiliki definisi dan indikator yang jelas.

"Soal syarat integritas moral itu bagus, silakan Kemendagri menuangkan dalam draft," kata Mahfudz di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (19/4).

Mahfudz menginginkan, revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 juga jangan sampai bertabrakan dengan aturan hukum yang berlaku seperti hak warga negara untuk berpolitik. Selain itu, jangan pula menjadi alat jegal menjegal bagi sejumlah tokoh maju dalam Pilkada. "Intinya jangan sampai peraturan tergesa-gesa. Jangan sampai menimbulkan kekisruhan hukum. Secara tujuan baik, tapi harus hati-hati,"pinta Mahfudz.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera sendiri setuju ada pengaturan soal moral dan akhlak. Sebab, rendahnya moralitas pejabat negara memang menimbulkan apatisme masyarakat. Hanya saja, FPKS menyarankan agar syarat integritas dan moral seorang bakal calon tidak perlu dilakukan dengan merevisi undang-undang. Lebih baik Komisi Pemilihan Umum melakukan uji kompetensi seorang bakal calon dihadapan publik.

"Silahkan digali suatu isu si bakal calon bahkan calon untuk dibuka kepada publik."ujar Mahfudz.

Ditanya soal kontroversi artis di Pilkada, Mahfudz menyatakan, maraknya selebritas maju di Pilkada terjadi karena partai politik menjadikan mereka alat guna meraup suara pemilih. Hal ini juga menjadi bukti bahwa parpol yang menggaet selebritas tidak menjalankan kaderisasi.(Andhini)

Moral Kepala Daerah Bisa Diuji di Depan

Moral Kepala Daerah Bisa Diuji di Depan
Senin, 19 April 2010 | 12:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Persyaratan moral dinilai tak perlu diformalkan dalam Undang Undang. Terinspirasi dari lagu Iwan Fals, Anggota Komisi II DPR RI Mahfudz Siddiq menilai urusan moral adalah urusan pribadi setiap insan. Karena itu, tak perlu diformalkan.

Namun, politisi PKS ini sepakat bahwa permintaan persyaratan moral wajar diserukan masyarakat karena fenomena rendahnya moral dan akhlak pemimpin selama ini sehingga muncul apatisme masyarakat terhadap para pemimpin.

"Muncul apatisme bahwa pemimpin tak bisa dipercaya lagi moralnya, imbasnya kan bisa ke korupsi. Kalau ingin memperkuat syarat-syarat moral itu harus jelas, jangan menimbulkan kekisruhan baru. Misalnya ponografi sekarang masih perdebatan," tuturnya di lobi Nusantara I Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senin (19/4/2010).

Karena itu, Mahfudz lebih sepakat dengan momen seleksi kompetensi dan integritas. KPU dan KPU Daerah dapat membentuk sebuah tim seleksi yang beranggotakan tokoh masyarakat dan agama untuk menguji integritas dan moral para calon.

"KPU dan KPU Daerah bisa melakukan uji kompetensi secara terbuka di depan publik, silahkan ditanya, digali, diinterogasi, dibuka saja ke publik. Daripada nanti dia jadi pemimpin baru setelah itu dibuka informasinya, lebih enggak enak. Masyarakat kan juga bisa cerdas memilih," ungkapnya.

Namun, soal pengaturan, Mahfudz mengembalikan kepada Mendagri karena revisi UU No. 32 Tahun 2004 tak mungkin diselesaikan dalam waktu dekat. Mendagri bisa saja menuangkan dalam peraturan menteri.

Asal, kata Mahfudz, pengaturan tidak sampai bertabrakan dengan prinsip hukum lain, seperti kebebasan hak warga negara. Selain itu, pengaturan tidak boleh multitafsir dan harus memiliki indikator-indikator yang jelas. "Harus hati-hati perumusannya," tandasnya.

PKS Nilai Baik Pengetatan Calon Kepala Daerah

PKS Nilai Baik Pengetatan Calon Kepala Daerah
TEMPO Interaktif, Senin, 19 April 2010 | 12:11 WIB

Jakarta - Anggota Komisi Pemerintahan dari Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq mengatakan rencana pengetatan syarat calon kepala daerah sebagai sesuatu yang baik. "Secara substansi baik," kata Mahfuzd saat ditemui, Senin (19/4), di gedung DPR, Jakarta.

Namun dia meminta rencana itu jangan sampai melanggar prinsip-prinsip hukum yang lain, seperti hak warga negara dalam ikut berpolitik. Rencana itu juga jangan sampai menimbulkan multitafsir di kalangan
masyarakat sehingga akan menimbulkan polemik yang lebih luas.

Mahfudz menilai rencana revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pilkada itu sebagai upaya penguatan moral calon kepala daerah. Saat ini, kata dia, ada kecenderungan apatisme di kalangan masyarakat tentang merosotnya moral para pejabat. "Secara tujuan baik, tapi harus hati-hati," kata dia.

Karena itu, Mahfudz mengatakan pihaknya akan melihat terlebih dahulu draft revisi Undang-Undang Nomor 32/2004 yang akan diajukan pemerintah.

Sebenarnya, kata Mahfudz, Undang-Undang Nomor 32 sudah cukup memadai. Karena itu, dia mengusulkan, jika ingin ada pengetatan calon, maka itu bisa dilakukan oleh KPU dan KPUD. Nantinya KPU dan KPUD bisa melakukan seleksi terhadap calon kepala daerah dengan mempertanyakan segala kompetensi maupun track record moralnya. "Jadi bukan dijadikan syarat, tapi menjadi informasi yang dibuka di publik, biar nanti publik yang menilainya," katanya.

Jika syarat moral dijadikan syarat administrasi, kata Mahfudz, dia khawatir akan menimbulkan kesan menjegal calon.

Para Artis Korban Partai Politik

Para Artis Korban Partai Politik
Laporan wartawan KOMPAS.com Caroline Damanik
Senin, 19 April 2010 | 12:26 WIB
Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com — Merebaknya fenomena kemunculan para artis dalam bursa calon kepala daerah mencerminkan kegagalan partai politik. Partai politik gagal membangun kualitas kadernya sehingga mengedepankan politik popularitas yang terpresentasikan pada sosok para artis.

"Akar masalahnya ada di partai, yaitu gagalnya partai melakukan kaderisasi kepemimpinan," tutur anggota Komisi II DPR RI Mahfudz Siddiq di Jakarta, Senin (19/4/2010).

Demi memenuhi ambisi kemenangan di daerah, partai politik terkesan "asal comot". Partai politik memilih orang-orang yang tidak memiliki akar politik yang kuat dan bekal akademik yang memadai, tetapi sangat populer. "Menurut saya, orang-orang seperti ini hanya diperalat partai saja," tandasnya.

Jadi, menurut Mahfudz, hujatan masyarakat yang ditujukan kepada para artis justru salah tempat. Mahfudz pun merasa kasihan terhadap mereka karena jadi sasaran protes. Padahal, partai yang seharusnya bertanggung jawab.

Artis di Pilkada, Tanda Partai Bermasalah

Artis di Pilkada, Tanda Partai Bermasalah
Partai-partai politik tidak bisa melakukan kaderisasi kepemimpinan dengan baik.
Senin, 19 April 2010, 13:34 WIB


VIVAnews - Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, melihat fenomena artis ikut pemilihan kepala daerah adalah masalah yang berakar pada partai. Partai, kata anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat itu, gagal melakukan kaderisasi.

"Majunya banyak selebritis dalam pilkada menandakan akar masalah ada di partai. Partai-partai politik tidak bisa melakukan kaderisasi kepemimpinan dengan baik. Lantas, karena ambisi berkuasa, mereka mencomot orang-orang yang tidak punya basis politik tapi mempunyai popularitas signifikan," ujar Mahfudz di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 19 April 2010.

"Jadi, orang-orang yang dicomot semacam itu, sebagian hanya diperalat oleh parpol," kata Mahfudz. "Selebritis-selebritis yang sekarang dihujat dan dipojokkan di media, mereka juga bagian dari korban."

Arif Wibowo, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, juga berpendapat senada. "Munculnya banyak selebritis di kancah pilkada ialah karena rekruitmen dan kaderisasi di tubuh parpol yang kurang baik," katanya. "Juga karena faktor uang."

Selebritis, kata Arif, memiliki banyak uang sebagai modal. "Tapi tidak semua parpol mau berisiko memajukan selebritis. Ayu Azhari saja tidak kami (PDIP) calonkan karena kami tidak ingin menanggung citra negatif," katanya. (ism)

Demokrat: Tak Perlu Syarat Tertulis Soal Zinah

Demokrat: Tak Perlu Syarat Tertulis Soal Zinah
Senin, 19 April 2010 | 13:07 WIB
TEMPO/Fransiskus

TEMPO Interaktif, Jakarta - Fraksi Demokrat menilai tidak perlu ada syarat tertulis soal pernah berzinah bagi calon kepala daerah. "Kan sudah ada syarat berkelakukan baik, tho, jadi tidak perlu dibunyikan seperti itu," kata Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum saat ditemui Senin (19/4) di gedung DPR Jakarta.

Menurut Anas, sebenarnya syarat moral sudah cukup terangkum dalam berbagai undang-undang. Dia menyebut syarat moral sudah ada dalam Undang-Undang Pemilihan Presiden, Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, maupun Undang-Undang Pemerintahan Daerah. "Itu sudah cukup, sudah merangkum, sehingga tidak perlu penambahan syarat moralitas (lagi)," katanya.

Politisi PKS Tak Setuju Moral Jadi Syarat
Soal moral, kata politisi PKS Mahfudz Siddiq, serahkan saja pada masyarakat.
Senin, 19 April 2010, 11:47 WIB

VIVAnews - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Mahfudz Siddiq, berpendapat soal moral tak perlu dijadikan syarat untuk maju dalam pemilihan kepala daerah. Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menilai, soal moral cukup dikembalikan kepada masyarakat.

"Terkait usulan Kementerian Dalam Negeri yang ingin memasukkan unsur moral dalam aturan pilkada, itu boleh-boleh saja," kata Mahfudz. "Tapi pertama, jangan sampai pengaturan itu bertabrakan dengan prinsip-prinsip hukum yang lain," katanya di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 19 April 2010.

Kedua, ujar Mahfudz, norma-norma yang hendak diatur di dalamnya jangan multitafsir. Harus jelas indikatornya, agar tidak terjadi kekisruhan hukum, karena tafsiran antara satu pihak dengan lainnya bisa berbeda.

Penguatan aspek moral memang penting, kata Mahfudz. "Tapi secara umum, aturan UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah sudah cukup memadai," ujarnya.

Mahfudz menawarkan, sebagai alternatif dari revisi UU No. 32, ada tahap seleksi lanjutan dari KPUD untuk menguji kompetensi dan integritas calon pemimpin daerah. KPUD dapat membentuk tim seleksi yang terdiri dari tokoh agama maupun kalangan intelektual. Tim ini mempunyai hak untuk menguji dan menggali kompetensi serta integritas si calon, termasuk soal moralnya.

"Jadi, uji moral di sini bukan sebagai syarat pencalonan, tapi sebagai informasi yang dibuka kepada publik. Biarlah rakyat yang menilai soal moral si calon. Masyarakat kan juga sudah cerdas. Jadi, tidak perlu persoalan moral dijadikan instrumen untuk jegal-menjegal pilkada," kata Mahfudz yang terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Cirebon dan sekitarnya itu.

"Kalau orang pernah berbuat salah lantas bertobat, masak tidak boleh? Tuhan saja memaafkan umatnya," kata Mahfudz. "Jadi intinya, biarlah masyarakat yang memberi penilaian. Namun, soal moral tetap bisa diuji lewat uji kompetensi, meskipun itu tidak dimasukkan ke dalam persyaratan administrasi."

Mahfudz menghindari jalan revisi UU karena memakan waktu. Revisi UU No. 32 yang memuat aturan tentang pilkada, baru dalam tahap pengkajian. "Membutuhkan waktu satu tahun untuk melakukan revisi tersebut. Jadi, peraturan pilkada tahun ini masih menggunakan UU No. 32 saat ini," katanya.

Beberapa hari lalu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melontarkan ide untuk memperketat seleksi ikut pilkada. Gamawan juga melontarkan ide kontroversial, orang berzina tak boleh menjadi calon dalam pilkada. (ism)

Lagi pula, Anas menambahkan, ada kesulitan untuk mengetahui apakah seseorang sudah pernah berzinah atau belum. "Untuk ngetes pernah zinah itu gimana," katanya.

Sementara itu, anggota Komisi Pemerintahan DPR Mahfudz Siddiq mengatakan akar masalah banyaknya selebritas yang mencolankan sebagai calon kepala daerah adalah di partai politik. Partai, kata dia, telah
gagal dalam melakukan kaderisasi sehingga mencomot calon di luar partai namun populer.
"Menurut saya mereka hanya diperalat parpol (partai politik) saja," kata Mahfudz saat ditemui di gedung DPR. Karena itu adanya hujatan pada artis yang mencalonkan diri dan diduga pernah berzinah juga tidak pas. "Kalau artis kita hujat, ya, kami kasihan," lanjut politisi asal PKS ini.

Anggota Komisi Pemerintahan lainnya, Arif Wibowo, mengatakan syarat pengetatan moral tidak boleh berzina sebagai sesuatu yang berlebihan. "Menteri kan harus tahu kita bukan negara bukan agama, tapi negara nasionalis," katanya.

Komnas HAM Tak Setuju, PKS Mendukung

Komnas HAM Tak Setuju, PKS Mendukung

SURYA - * Minggu, 18 April 2010 | 11:27 WIB


JAKARTA | Rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi melarang orang yang pernah berzina menjadi calon kepala daerah, ditanggapi miring oleh pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Wakil Ketua Komnas HAM, Nurkholis, menilai larangan seperti itu bisa melanggar hak asasi.

Menurutnya, masalah zina atau mesum adalah hal yang bersifat pribadi. Sehingga, penilaian baik buruknya latar belakang calon peserta pilkada seharusnya dilepaskan kepada masyarakat pemilih. “Jadi, solusinya, biarkan ini dikontrol oleh publik saja. Biarkan rakyat yang suka memilih; kalau yang tidak suka, ya tidak memilih. Biarkan rakyat yang menilai,” kata Nurkholis, di Jakarta, Sabtu (17/4).

Nurkholis mengambil negara adidaya Amerika Serikat sebagai contoh. “Saya contohkan di Amerika, hal-hal privat begitu terbuka di masyarakat. Tetapi, tidak diatur dalam undang-undang,” tegasnya. Seperti diberitakan, Persyaratan bagi seseorang yang akan ikut pilkada akan makin diperketat. Gamawan Fauzi, Jumat (16/4), menyatakan akan merevisi UU tentang Pemilihan Kepala Daerah, dengan menambah aturan tentang moral, antara lain, melarang orang yang pernah berzina ikut pilkada sebagai calon kepala daerah.

Sebelumnya, Senin (12/4) lalu, Gamawan menyatakan perlunya syarat berpengalaman di bidang pemerintahan dan politik bagi mereka yang ingin mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Pernyataan ini dianggap berbagai kalangan sebagai upaya menjegal para artis yang ingin menjadi kepala daerah; sedangkan pernyataan mengenai moral diduga mengarah ke artis-artis tertentu seperti Maria Eva dan Julia Perez.

Maria Eva, seperti diketahui, disebut- sebut akan maju ke Pilkada Kabupaten Sidoarjo. Padahal, beberapa tahun silam, beredar video cabul pedangdut asal Sidoarjo ini dengan politisi Partai Golkar, Yahya Zaini. Namun, Maria Eva menyatakan tak berzina maupun berselingkuh, dengan dalih kala itu sudah menikah siri dengan Yahya. Maria Eva bertekad akan tetap maju ke Pilkada Sidoarjo. Tekad sama ditegaskan Julia Perez alias Jupe, yang berencana maju ke pilkada di daerah kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Kabupaten Pacitan. (Surya, 17/4).

Tidak Tepat
Secara terpisah, Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, juga menilai tidak tepat syarat larangan cacat moral seperti pernah berzina bagi calon kepala daerah. Sebab, setiap orang, meski pernah melakukan kesalahan sekalipun, tetap harus dijamin hak politiknya. “Apakah seseorang sekali melakukan kesalahan, seumur hidup hak politiknya habis?” kata Yuniyanti balik bertanya, seperti dikutip detik.com, Sabtu (17/4).

Sedangkan analis gender, Jaleswari Pramodhawardani, mempertanyakan defi nisi moral. Sebab, katanya, moralitas adalah wilayah pribadi yang abstrak, dan tidak perlu ditarik ke ranah publik, seperti syarat pencalonan kepala daerah. “Kalaupun ada aturan soal moralitas, itu harus terukur, seperti tidak pernah korupsi. Jika (aturan) tidak cacat moral, itu terlalu absurd,” kata dia.

Hal Positif
Pendapat berbeda disampaikan anggota Komisi II (Komisi Pemerintahan) DPRI RI dari FPKS, Mahfudz Siddiq. Dia menandaskan, semua gagasan yang dimaksudkan untuk memperkuat integritas moral adalah hal positif. Termasuk, larangan bagi pezina untuk mencalonkan diri dalam pilkada.

“Gagasan-gagasan untuk memperkuat integritas moral, itu hal yang positif sepanjang dituangkan dalam undangundang. Tidak dituangkan dalam peraturan di bawah undang- undang,” katanya, Jumat (16/4).

Namun demikian, lanjut Mahfudz, menuangkan gagasan moral dalam UU bukan persoalan sederhana. “Harus punya indikator yang baik agar tidak multitafsir,” katanya. Mahfudz mengatakan, pembahasan aturan tersebut dalam revisi UU 32/2004 akan membutuhkan waktu panjang. Ia menduga pembahasan aturan itu tidak bisa mengejar pelaksanaan Pilkada Sidoarjo dan Pacitan, yang kemungkinan bakal diikuti Maria Eva dan Jupe.

Kemarin (17/4), Maria Eva menghubungi Surya, menegaskan bahwa sikap Mendagri merupakan bentuk ketakutan pemerintah, dan sangat bertentangan dengan undangundang. “Undang-undang kan memberi keleluasaan setiap warga negara untuk berpolitik,” tegasnya. Dia mengingatkan, Mendagri Gamawan Fauzi tak bisa seenaknya membuat aturan tanpa persetujuan DPR.

Setuju tapi Harus Bisa Diukur

Setuju tapi Harus Bisa Diukur
Sumut Pos, 10:36 | Sunday, 18 April 2010

Syarat Calon Kepala Daerah tak Pernah Zina

JAKARTA-Rencana Menteri Dalam Negeri Gamawan Fuazi untuk memperketat persyaratan bagi seseorang yang ingin maju sebagai calon kepala daerah mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Mendagri kepada wartawan di Istana Negara Jumat (16/4) menyatakan, akan merevisi UU tentang Pemilihan Kepala Daerah, dengan menambah aturan melarang orang yang pernah berzina atau memiliki cacat moral ikut Pilkada. Selain itu calon kepala daerah harus mempunyai pengamalaman politik di pemerintahan.

”Saya sepakat dengan itu, bahkan kalau bisa tidak hanya cacat moral yang sudah tersangka dalam proses hukum pun seharusnya tidak boleh ikut Pilkada,” ungkap Calon Bupati Sergai, HT Erry Nuradi kepada wartawan koran ini, kemarin (17/4).

Dia menuturkan, kepala daerah itu adalah pemimpin yang akan dijadikan contoh dan panutan bagi warganya. Jadi, kalau pemimpinnya cacat moral akan berdampak buruk dengan warganya. “Makanya saya setuju dengan itu. Kepala daerah itu haruslah benar-benar pemimpin yang menjadi contoh kepada warganya,” ungkap Erry Nuradi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Cetro, Hadar Nafis Gumay. Menurutnyan
klausul syarat tidak pernah berbuat mesum atau berzina bagi calon kepala daerah dinilai penting dimasukkan dalam UU. Meski begitu, syarat cacat moral tersebut harus bisa diukur dan dilaksanakan.

“Itu syarat yang penting. Kita juga tidak mau mempunyai pemimpin daerah yang cacat moral. Tetapi harus dipastikan bagaimana mengukur hal itu. Jangan menaruh kriteria yang sulit untuk mengukurnya,” katanya, Sabtu (17/4).

Menurutnya, syarat mengenai cacat moral perlu diatur dalam UU. “Itu dimasukkan di tingkat UU. Tidak bisa dimasukkan ke peraturan menteri, KPU, sebab itu norma baru. Jadi jangan di level bawah yang mudah dibatalkan,” ujar Hadar.

Hadar mengatakan, penetapan calon kepala daerah harus dilakukan secara transparan, partisipatif dan demokratis. “Jadi buka prosedur penetapan calon bupati. Calon itu diumumkan secara terbuka, masyarakat diberi kesempatan memberi masukan. Jadi harus ada ruang dan pengaturannya. Ruang partisipatif dibuka, dan dibuat semudah mungkin,” kata pria berkacamata itu.

Berbeda dengan anggota Komisi II dari Fraksi PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko menyatakan usulan Mendagri itu tidak dapat diterima. Apalagi, ukuran cacat moril yang dikatakan Mendagri itu tidak memiliki ukuran jelas terutama yang menyangkut kebijakan publik.

“Saya sepakat perlu adanya penegakan etika dan moral tapi aturan itu tak bisa diukur. Yang bisa diukur adalah, cacat yang menyangkut kebijakan publik, misalnya dia pernah korupsi, pernah menganiaya orang lain, dan hal lain yang menyangkut publik,” terang Budiman saat dihubungi Rakyat Merdeka (grup Sumut Pos), Sabtu (17/4).

Budiman mengatakan, fitnah dan rekayasa terhadap orang lain bisa dilakukan untuk membunuh karir politik seseorang. “Misalnya, video mesum itu bisa direkayasa,” katanya. Selain itu, ia juga mengkhawatirkan ada upaya untuk memarjinalkan kelompok masyarakat tertentu untuk tidak memiliki hak politik atau kebebasan sebagai warga negara.

“Misalnya, peraturan daerah di Tangerang itu, yang melarang perempuan keluar malam. Kalau keluar malam dibilang pelacur, padahal banyak perempuan di sana yang pulang malam karena selesai kerja dari departement store,” paparnya.

Budiman tidak sepakat dengan draft usulan Mendagri tersebut karena negara tidak bisa menghukum seseorang dengan kecurigaan semata apalagi yang berkaitan dengan persoalan-persoalan privasi.

Anggota Komisi II dari FPKS, Mahfudz Siddiq mengatakan semua gagasan yang dimaksudkan untuk memperkuat integritas moral adalah hal yang positif. Termasuk salah satunya klausul syarat larangan bagi pezina untuk mencalonkan diri dalam Pilkada.

“Gagasan-gagasan untuk memperkuat integritas moral, itu hal yang positif sepanjang dituangkan dalam undang-undang. Tidak dituangkan dalam peraturan di bawah undang-undang,” katanya.
Namun demikian, lanjut Mahfudz, menuangkan gagasan moral dalam UU bukanlah persoalan yang sederhana. “Harus punya indikator yang baik agar tidak multitafsir,” kata mantan Ketua Fraksi PKS DPR ini. Mahfudz mengatakan pembahasan aturan tersebut dalam revisi UU 32/2004 membutuhkan waktu yang panjang.

Sekadar diketahui, Gamawan Fauzi sebelumnya mengatakan salah satu cacat moral yang dimaksud adalah calon tersebut dikenal tidak pernah berbuat mesum atau berzina. Tapi, Gamawan membantah aturan ini untuk menjegal Maria Eva dan Julia Perez dalam Pilkada Sidoarjo dan Pacitan.

Aktris panas Julia Perez alias Jupe, tampaknya tak mau ambil pusing. Pasalnya, Jupe kini malah sibuk menggelar sejumlah pertemuan guna memantapkan rencananya maju menjadi calon wakil bupati Pacitan, Jawa Timur.

“Waduh, belum bisa ketemu sekarang mas. Jupe masih sibuk rapat. Sekarang aja masih di Bogor,” kata Faisal, salah seorang manajer Jupe, Sabtu (17/4). Ketika dihubungi, Jupe tak bersedia memberikan jawaban. Pesan singkat yang disampaikan tak dibalas, begitu juga dihubungi via ponsel tak diangkatnya.

Kontroversial yang muncul malah ditepis Jupe dengan memastikan maju sebagai pemimpin di Pacitan. Pemilik nama lengkap Yulia Rachmawati (30) itu beberapa waktu lalu menegaskan bahwa dirinya akan maju untuk mengabdikan diri sebagai kepala daerah. “Saya sudah mulai berubah. Masak seorang Jupe nggak boleh jadi kepala daerah, apalagi Jupe ‘kan dicalonkan, bukan mencalonkan diri,” beber bintang film Hantu Jamu Gendong itu memberikan alasan, beberapa waktu lalu.
Penasihat hukum Jupe, Gusti Randa belum lama ini mempertanyakan kepada orang-orang yang menentang pencalonan kekasih pesepakbola Gaston Castano itu. “Hak pencalonan adalah hak setiap warga negara. Emangnya orang tidak boleh berubah, tidak boleh mengbadikan dirinya untuk bangsa ini,” kata Gusti di sebuah televisi nasional. (dra/wid/gus/rm/jpnn)

Friday, April 16, 2010

Sejarah Satpol PP, Sejarah Kekerasan

(inilah.com/Agung Rajasa) 16/04/2010 - 09:45

Sejarah Satpol PP, Sejarah Kekerasan
R Ferdian Andi R

INILAH.COM, Jakarta – Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tek lekang dengan cerita kekerasan. Potret kekerasan di Makam Mbah Priok, Jakarta Utara, menjadi klimaks dari sejarah kekerasannya.

Dasar hukum keberadaan Satpol PP berdasar pada Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2004. Satpol PP diberi wewenang memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman, ketertiban umum serta menegakkan Pemda.

Tak hanya itu, Satpol PP ternyata juga memiliki wewenang melakukan tindakan represif non-yustisial terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan Keputusan Kepala Daerah.

Dalam praktiknya, prosedur yang dilakukan Satpol PP tidak memiliki ukuran dan wewenang yang jelas. Maka tak aneh, bila sikap brutal sering dipertontonkan, akibat distorsi kewenangan yang melampaui tugasnya.

Parahnya, taraf pengetahuan anggota Satpol PP tentang hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) umumnya relatif minim, karena pola rekrutmennya tak seketat yang dilakukan Polri.

Obyek sikap brutal Satpol PP inilah, sering menimpa warga miskin kota, para Pedagang Kaki Lima (PKL), dan Perempuan Seks Komersil (PSK) yang kesemuanya ditindak atas nama ketertiban dan melanggar Perda. Pada 2007, wacana mempersenjatai Satpol PP sempat mencuat. Alasannya, tak jarang Satpol PP justru menjadi korban amuk massa saat melaksanakan tugasnya.

Data dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) selama 2006 menyebutkan, tindak kekerasan yang dilakukan Satpol PP dalam menjalankan tugasnya terhitung banyak. Umumnya tindakan itu berupa penggusuran, pemukulan, penangkapan, pemerasan, dan bentrokan dengan warga.

Untuk kasus penggusuran, Kontras mencatat kekerasan yang dilakukan Satpol PP sebanyak 9 kasus dengan obyek penggusuran rumah 620 unit dan korban luka 2 orang. Dalam tindakan penggusuran PKL, terjadi 11 kali. Sekitar 62 unit kios yang menjadi sasaran dan 11 orang luka-luka.

Situasi ini mendapat sorotan Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq. Ia menilai agar Menteri Dalam Negeri mengkaji ulang keberadaan Satpol PP sebagai instrumen Pemda. “Mendagri harus mengkaji ulang keberadaan Satpol PP sebagai instrumen Pemda, karena sudah banyak kasus bentrokan massa dengan Satpol,” ujarnya di Jakarta, Kamis (15/4).

Terkait kasus Mbah Priok, Mahfudz menilai, Pemda DKI harus mempertimbangkan sosiohistoris dan kepentingan masyarakat sekitar. “Pihak pemda harus mempertimbangkan aspek sosiohistoris dan kepentingan masyarakat luas terhadap akses dan fungsi makam keramat tersebut,” ujarnya seraya menegaskan kasus tersebut justru mencoreng pemerintah daerah.

Melihat ragam kekerasan yang diakibatkan dari pola kerja Satpol PP selama ini, sepatutnya pemerintah dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri melakukan pengkajian secara serius atas eksistensi Satpol PP.

Wacana peninjuan ulang Satpol PP tampaknya sulit terwujud jika, Kepolisian RI masih di bawah lembaga kepresidenan. Bukan di bawah Kementrian Dalam Negeri.

Pemerintah perlu merevisi PP No 32 Tahun 2004, agar isinya lebih melindungi masyarakat. Ke depan, dengan terpadunya sistem keamanan dan ketertiban negara, peran dan keberadaan Satpol PP bahkan harus ditinjau kembali. Setidaknya, upaya tersebut untuk menutup sejarah Satpol PP yang penuh dengan kekerasan. [mdr]

PKS: Evaluasi Satpol PP

PKS: Evaluasi Satpol PP

WASPADA ONLINE

JAKARTA - Anggota komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Shiddiq meminta agar pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja.

"Mendagri harus mengkaji ulang keberadaan Satpol PP sebagai instrumen pemda, karena sudah banyak kasus bentrokan massa dengan Satpol PP," kata Mahfudz, tadi pagi.

Menurutnya, kasus-kasus penggusuran seringkali bermula dari tidak-tegasnya Pemda dalam menerapkan ketentuan tata-ruang. Selain itu, lanjutnya, seringkali juga penggunaan tata-ruang secara tidak sah oleh warga dilakukan dengan praktek kongkalikong dengan aparat Pemda.
"Untuk kasus makam Mbah Priok, pihak pemda harus mempertimbangkan aspek sosio-historis dan kepentingan masyarakat luas terhadap akses dan pemfungsian makam keramat tersebut. Kasus ini makin mencoreng kredibilitas aparatur pemerintahan, khususnya di pemda," pungkas Mahfudz.

Sebelumnya, ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas menyatakan bahwa Gubernur DKI Fauzi Wibowo harus meminta maaf kepada seluruh masyarakat atau korban dalam bentrokan makam Mbah Priok di Koja, Jakarta Utara.

"Saya rasa Gubernur harus minta maaf," ujar Taufiq Kiemas, tadi pagi. Untuk itu, katanya, Fauzi Bowo harus datang ke lokasi untuk membicarakan jalan keluar.

Mendagri Diminta Kaji Ulang Keberadaan Satpol PP

Mendagri Diminta Kaji Ulang Keberadaan Satpol PP
Metrotvnews.com,Polkam / Kamis, 15 April 2010 14:14 WIB

Jakarta : Anggota Komisi II DPR Mahfud Siddiq meminta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengkaji ulang keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) pascatragedi berdarah di Koja, Tanjungpriok, Jakarta Utara. Ia melihat selama ini Satpol PP seringkali menyebabkan bentrokan massa.

Melalui pesan singkat kepada wartawan, Kamis (15/2), Mahfudz berpendapat, tragedi berdarah yang menyebabkan tiga orang tewas dan sekitar 134 orang terluka kemarin semakin mencoreng kredibilitas aparatur pemerintahan, khususnya Pemda.

Ia mengatakan kasus penggusuran seringkali terjadi karena ketidaktegasan Pemerintah Daerah DKI Jakarta menerapkan ketentuan tata ruang. Selain itu, penggunaan tata ruang secara tidak sah oleh warga menjadi arena kongkalikong aparat Pemda.

"Untuk kasus makam Mbah Priok, pihak Pemda harus mempertimbangkan aspek sosio-historis dan kepentingan masyarakat luas terhadap akses dan fungsi makam keramat tersebut," ujar Mahfudz.(Andhini)

Menteri Dalam Negeri Dimintai Keterangan Pekan Depan

Menteri Dalam Negeri Dimintai Keterangan Pekan Depan
TEMPO Interaktif, Kamis, 15 April 2010 | 16:38 WIB


Jakarta -Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ganjar Pranowo menyatakan kasus yang terjadi di Tanjung Priok kemarin akan dibahas dalam rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pekan depan. "Pasti muncul pertanyaan-pertanyaan soal itu, apalagi media sudah menyiarkan," katanya kepada Tempo, Kamis (15/4).

Menurut politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, yang harus diperhatikan terkait satuan polisi pamong praja (Satpol PP) ini adalah model pendekatan yang dilakukan petugas dalam menyelesaikan persoalan. Mereka dianggap cenderung lebih brutal dibanding pihak yang berwenang. "Polisi saja yang punya kewenangan ada tim negosiatornya, mereka seringkali bentrok," katanya.

Untuk itu, katanya melanjutkan, Komisi nantinya pasti juga mempertanyakan soal masih perlu tidaknya keberadaan satuan polisi pamong praja sebagai instrumen pemerintah daerah. Perlu dipertegas juga tujuan dibentuknya satpol pp ini dan tugas pokoknya harus diurai dengan jelas.

"Memang belum bisa menghakimi masih perlu atau tidak (Satpol PP), tapi yang jelas banyak catatan-catatan dari masyarakat mengenai mereka," ujarnya. Ditambah lagi, selama ini keanggotaan Satpol PP tidak jelas.

Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq, juga mengemukakan hal yang sama soal evaluasi Mendagri terhadap Satpol PP. Menurutnya kasus Priok kali ini makin menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengkaji kembali keberadaan Satpol PP. "Sudah banyak kasus bentrokan massa dengan Satpol PP. Kasus ini makin mencoreng kredibilitas aparatur pemerintahan terutama pemerintah daerah (pemda)," katanya.

Thursday, April 15, 2010

F-PDIP Resmi Memboikot Sri Mulyani

F-PDIP Resmi
Memboikot Sri Mulyani

Suara Karya, Kamis, 15 April 2010
JAKARTA (Suara Karya): Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPR secara resmi menolak kehadiran Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mewakili pemerintah dalam setiap sidang di DPR, baik di Komisi XI maupun Badan Anggaran DPR.

"Pimpinan Fraksi PDIP sudah mengirim memo kepada Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi XI DPR dan Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Badan Anggaran mengenai hal tersebut," kata Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo di Jakarta, Rabu (14/4).

Ia menegaskan, tidak ada kompromi untuk Sri Mulyani hadir mewakili pemerintah. Kehadiran Sri Mulyani, katanya, dapat digantikan oleh Menko Perekonomian atau Menkeu ad interim.

"Kalau toh Sri Mulyani hadir, posisinya hanya mendampingi saja dan tidak menyampaikan materi atas nama pemerintah," ujarnya.

Dia menambahkan, sikap Fraksi PDIP itu terkait konsistensi terhadap keputusan Rapat Paripurna DPR terkait hak angket DPR tentang kasus skandal Bank Century.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Drajad Wibowo menyambut baik sikap resmi Fraksi PDIP yang memboikot Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mewakili pemerintah dalam setiap sidang, baik di Komisi XI maupun di Badan Anggaran DPR.

Menurutnya, tanpa Sri Mulyani, pemerintah masih bisa mencari menteri di kabinet untuk membahas masalah anggaran dengan DPR.

"DPR, kan, sudah resmi mengambil keputusan. Dan keputusan DPR soal skandal Bank Century itu harus ditegakkan. Kalau bukan DPR, siapa lagi yang bisa menegakkan? Yang terbaik memang proses hukum dijalankan. Dan, selama proses hukum ini apakah diboikot atau tidak, diserahkan kepada fraksi-fraksi. Toh, pemerintah tidak kesulitan. Presiden juga sudah menugasi Menko Perekonomian untuk mengoordinasikan rapat-rapat dengan DPR," kata Drajad Wibowo.

Drajad kemudian menjawab diplomatis saat ditanya dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Umum DPP PAN, apakah fraksinya di DPR akan ikut langkah Fraksi PDI Perjuangan yang resmi memboikot Sri Mulyani. Sebelum menjawab, Drajad sempat tersenyum simpul terlebih dahulu.

"Kalau PAN, hal itu belum dibicarakan. Sebagai wakil ketua umum, nanti dulu lah. Saya akan lihat dulu," ujarnya dengan nada mengelak.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR, Mahfudz Siddiq, juga menyarankan sebaiknya Menteri Keuangan Sri Mulyani menugasi wakilnya untuk menghadiri ra-pat pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2010 di DPR.

"Kendala psikologis dan politis pasti memengaruhi. Jadi, sebaiknya Sri Mulyani digantikan wakilnya dari Kementerian Keuangan, seperti wakil atau sekjennya," tutur Mahfudz.

Ia mengatakan, pemerintah sebaiknya mengirimkan wakil Sri Mulyani untuk menghindari ketegangan di DPR.

Mahfudz menilai, kendala psikologi dan politis yang dialami Sri Mulyani tidak dapat dihindari, dan hal tersebut akan memengaruhi keberadaannya di DPR.

Namun, hingga saat ini, PKS belum menyatakan sikap atas pemboikotan terhadap Sri Mulyani dalam berbagai rapat yang dihadiri Sri Mulyani di DPR.

"PKS tidak memiliki urgensi untuk memboikot Sri Mulyani dalam rapat-rapat dengan berbagai komisi yang terkait dengan masalah keuangan," ujar Mahfudz.

Menanggapi aksi boikot terhadap Menteri Keuangan Sri Mulyani, Ketua DPR Marzuki Alie mengaku menyayangkan. Menurutnya, kehadiran Sri Mulyani di DPR bukanlah sebagai pribadi, melainkan wakil resmi pemerintah.

Sementara itu, Fraksi Partai Golkar DPR meminta pertanggungjawaban Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati atas kebijakan remunerasi di Kementerian Keuangan, khususnya di Ditjen Pajak.

Program remunerasi tidak memberikan dampak positif, baik bagi peningkatan pendapatan negara di sektor pajak, peningkatan kinerja pengawai, maupun dalam menekan angka kebocoran uang negara.

"Fraksi Partai Golkar meminta pertanggungjawaban moral Menkeu atas kegagalan penerapan sistem remunerasi di Ditjen Pajak," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin.

Fraksi Partai Golkar DPR menilai kebijakan remunerasi yang digulirkan Sri Mulyani, khususnya di Ditjen Pajak, gagal memberikan dampak positif terhadap tiga hal. Pertama, tidak mampu meningkatkan rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio sesuai standar negara berkembang. Kedua, gagal menciptakan good corporate governance (GCG) di tubuh internal pajak. Ketiga, belum berhasil menciptakan suasana aman dan nyaman, serta iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan wajib pajak (WP).

Ade menyebutkan, berdasarkan data pajak tahun 2000 sampai 2009, lonjakan penerimaan negara dari sektor pajak justru terjadi pada tahun 2000 hingga 2001. Pada periode itu, jumlah pendapatan dari sektor pajak meningkat dari 8,8 persen menjadi 12,4 persen.

"Sejak sistem remunerasi dicanangkan tahun 2002, kemudian mulai dijalankan pada tahun 2006 hingga sekarang, pertumbuhan penerimaan pajak malah flat 12 persen," kata Ade Komarudin, yang juga anggota komisi XI DPR ini.

Ade menjelaskan, remunerasi tidak berhasil menciptakan GCG di tubuh internal pajak. Buktinya, hingga kini masih ada karyawan seperti Gayus Tambunan dan mafia pajak lain yang lebih besar. Diduga, rendahnya tax ratio juga dikarenakan besarnya kebocoran dan adanya "Gayus-Gayus" lain di Ditjen Pajak.

Remunerasi, menurut Ade, juga belum berhasil menciptakan suasana aman dan nyaman bagi dunia usaha dan WP. "Buktinya masih ada rasa ketakutan para WP dan kesulitan mereka berhubungan dengan fiskus," kata Ade.

Ade juga menilai kebijakan remunerasi yang dilakukan merugikan negara dua kali. Pertama, komponen anggaran untuk gaji yang dikeluarkan negara meningkat tajam. Kedua, pendapatan negara menurun akibat praktik makelar kasus (markus).

"F-PG sebenarnya mendukung penerapan sistem remunerasi di berbagai lembaga pemerintah, asalkan sistem tersebut telah dirancang dengan baik dan dijalankan dengan pengawasan ketat dari pimpinannya. Sistem remunerasi hendaknya juga dilaksanakan berdasarkan prestasi yang dicapai karyawan atau lembaga bersangktuan," ujarnya.

Ade, yang juga Ketua DPP Partai Golkar itu, menyatakan, kebijakan remunerasi semestinya dikaitkan dengan stick and reward. Jika berhasil meningkatkan tax ratio atau pendapatan negara, Ditjen Pajak layak menerima reward. "Tapi, sekarang kan penerimaan negara cenderung flat, kendati remunerasi sudah dijalankan," tandasnya.

Pihaknya juga khawatir pemberlakuan sistem remunerasi terhadap suatu lembaga secara sembrono, seperti di Ditjen Pajak, memicu kecemburuan kementerian atau instansi lain. (M Kardeni)

Wednesday, April 14, 2010

Mahfud Siddiq: DPR Harus segera Bentuk Tim Pengawas Century

Mahfud Siddiq: DPR Harus segera Bentuk Tim Pengawas Century
Metrotvnews.com, Selasa, 13 April 2010 13:14 WIB

Jakarta: Mantan Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Bank Century Mahfudz Siddiq meminta Ketua DPR RI Marzuki Alie segera membentuk tim pengawas kasus Bank Century. Jangan sampai ingar-bingar peristiwa hukum seperti kasus Susno Duadji membuat DPR lupa.

Mahfudz mengatakan hal itu di DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (13/4). Menurut Mahfudz, semestinya tim pengawas Bank Century sudah dibentuk pada awal persidangan paripurna pekan lalu. Tapi, pembentukan tersebut tertunda karena ketidakhadiran sejumlah pimpinan DPR. "Saya kira Ketua DPR harus segera mengagendakan pembentukan tim pengawas," kata politisi PKS ini.(Andhini)

Mulai Bergulir, Usulan Hak Menyatakan Pendapat

Kasus Bank Century
Mulai Bergulir, Usulan Hak Menyatakan Pendapat
Suara merdeka, 14/4/2010

JAKARTA- Usulan penggunaan hak menyatakan pendapat untuk menindaklanjuti hasil Pansus Hak Angket Kasus Bank Century mulai digulirkan di DPR. Kemarin, lima anggota DPR menandatangani usul tersebut.

Mereka adalah Maruarar Sirait (FPDIP), Lili Wahid (FPKB), Bambang Soesatyo (FPG), Akbar Faizal (F-Hanura), dan Desmond J Mahesa (F-Gerindra).

Maruarar Sirait menyatakan, usul hak menyatakan pendapat digunakan karena mereka merasa kecewa terhadap penegakan hukum atas kasus Century yang tidak segera dituntaskan oleh pemerintah.

Sementara itu, salah satu inisiator hak angket Century, Andi Rahmat memutuskan tidak ikut menandatangani usul hak menyatakan pendapat. Menurutnya, berdasarkan aturan internal partai, sebelum menandatangani, dia harus meminta izin terlebih dahulu kepada partai.

’’Mudah-mudahan teman-teman memahami dan jangan dianggap sebagai pelemahan. Saya tetap mendorong teman-teman untuk menggunakan hak menyatakan pendapat,’’ ujar anggota Fraksi PKS itu.
Tim Pengawas Di lain pihak, dalam rapat paripurna, sejumlah anggota DPR mulai mempertanyakan dan mendesak pimpinan DPR agar segera membahas serta membentuk tim pengawas atau monitoring rekomendasi kasus Bank Century.
Anggota DPR dari FPG, Bambang Soesatyo mengatakan, sesuai dengan Surat Keputusan DPR Nomor 6/DPR 2009, pembentukan tim pengawas harus sudah dilakukan pada persidangan berikutnya.

’’Kalau kita lihat agenda hari ini dan agenda Bamus kemarin, mengapa hari ini saudara ketua tidak mengagendakan. Saya khawatir ketua sengaja melalaikan perintah institusi yang Saudara pimpin,’’ tanya Bambang kepada Ketua DPR Marzuki Alie.

Hal senada diungkapkan anggota FPG Nudirman Munir yang menyatakan bahwa terbengkalainya pembentukan tim pengawas rekomendasi Pansus Century menimbulkan pikiran negatif di masyarakat.

Anggota DPR dari F-Gerindra, Ahmad Muzani menegaskan, pada saat paripurna, keputusan tentang kasus Century sudah jelas, yakni tim pengawas pelaksanaan rekomendasi akan dibentuk pada masa persidangan berikutnya setelah reses.

’’DPR sudah dua kali melaksanakan paripurna, tapi belum mengagendakan pembentukan tim pengawas. Kita tahu sampai sekarang upaya untuk melaksanakan rekomendasi Dewan belum maksimal,’’ tandasnya.

Adapun anggota DPR dari FPKS, Mahfudz Siddiq mengatakan, dalam tata tertib DPR diatur bahwa pembentukan tim pengawas merupakan tugas pimpinan DPR. Oleh karena itu, pimpinan DPR harus segera mengagendakannya.

Dia khawatir, DPR lupa akan hal tersebut, karena saat ini sedang berada pada hingar bingar persoalan hukum yang tengah menyedot perhatian. ’’Kalau kita lihat hingar bingar persoalan yang macam-macam ini, jangan-jangan nanti DPR bisa lupa sendiri dengan agenda tim pengawas,’’ ungkap Mahfudz.

Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, tidak ada sedikit pun niat untuk menghalang-halangi atau memperlambat pembentukan tim pengawas yang merupakan rekomendasi paripurna DPR. Hal itu dikarenakan belum lengkapnya pimpinan Dewan, mengingat padatnya agenda.

Namun, dia berjanji akan membahas hal itu pada rapat Bamus mendatang.
’’Tidak ada keinganan pimpinan untuk menunda, tidak menindaklanjuti dan sebagainya. Itu keputusan paripurna. Pasti kami tindaklanjuti,’’ tutur Marzuki. (J22,K32-49,65)