Thursday, July 30, 2009

PKS Minta KPU Patuhi MK, Bukan MA

PKS Minta KPU Patuhi MK, Bukan MA
By Republika Newsroom
Rabu, 29 Juli 2009 pukul 17:46:00

JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bukan Mahkamah Agung (MA), terkait penghitungan suara parpol untuk duduk di kursi legislatif. Menurut Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, putusan MK sifatnya final dan mengikat.

“Dilihat dari derajat kedua putusan, MK yang diberi wewenang memutus gugatan pemilu,” kata Mahfudz, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7). Menurut Mahfudz, KPU harus tegas antara memilih putusan MK atau MA.

Ia menilai, yang diputus MK adalah penghitungan tahap III sementara yang diputus MA adalah penghitungan tahap II. “Jadi saya menyarankan KPU mematuhi putusan MK,” tambah Mahfudz.

Putusan MA yang dimaksud Mahfudz adalah putusan No 15 P/Hum/2009 yang mangabulkan permohonan uji materil dari Zaenal Ma,arif. Akibat putusan itu, beberapa partai seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kehilangan kursi dalam jumlah signifikan di DPR. (dri/itz)

PKS: Putusan MA Nisbikan Putusan MK
PKS menyarankan KPU menerapkan putusan MK saja karena lebih kuat dan tepat.
Rabu, 29 Juli 2009, 15:53 WIB

VIVAnews - Partai Keadilan Sejahtera berpendapat putusan Mahkamah Agung mengenai penghitungan calon terpilih tahap kedua menabrak putusan Mahkamah Konstitusi yang meminta penghitungan tahap ketiga direvisi. Putusan MA Nomor 15P/HUM/2009 membuat penghitungan tahap ketiga itu sendiri menghilang.

"Sesungguhnya, putusan MA dan MK itu saling menafikan," kata salah Ketua PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 29 Juli 2009. "Artinya, kalau KPU menjalankan putusan MK, maka konsekuensinya, maka putusan MA sulit untuk dilaksanakan. Begitu pula sebaliknya," kata Ketua Fraksi PKS di Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Karena saling menafikan, PKS menyarankan KPU melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi saja. Jika bicara derajat dua putusan itu, putusan MK bersifat final dan mengikat dan memang MK-lah yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan gugatan hasil Pemilu. "Sementara MA tidak dalam posisi menangani gugatan hasil Pemilu walaupun yang diajukan memang tentang peraturan KPU. Tapi peraturan yang digugat itu punya implikasi terhadap perolehan hasil," ujar Mahfudz.

"Jadi KPU harus bisa mengambil sikap secara independen, sehingga tidak berlarut-larut dihadapkan pada dilema berkepanjangan soal putusan MA dan MK yang bertabrakan. Intinya KPU harus tegas, pilih MK atau MA," ujarnya. "Saya menyarankan KPU harus mendahului MK karena kalau putusan MK tidak dilaksanakan, konsekuensi pidananya jelas."

18 Juni lalu, Mahkamah Agung mengabulkan uji materiil calon legislator Partai Demokrat (PD) Zaenal Ma'arif dan tiga caleg lainnya atas Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009. Mahkamah menilai pasal 22 huruf c dan pasal 23 ayat 1 dan 3 dalam Peraturan itu bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu pasal 205 ayat 4.

MA dalam putusan Nomor 15P/HUM/2009 meminta KPU membatalkan pasal-pasal tentang penetapan calon terpilih pada tahap kedua tersebut. KPU juga diharuskan merevisi Keputusan KPU No 259/Kpts/KPU/Tahun 2009 tentang penetapan perolehan kursi.

Perintah MA ini membuat kursi partai-partai besar menggelembung, sementara partai menengah seperti PKS mengempis. Jelas PKS dan sejumlah partai meradang akibat putusan MA ini. Mereka bahkan sudah melaporkan hakim agung yang menyidang perkara ini ke Komisi Yudisial karena diduga melanggar kode etik hakim

Sebelum MA, Mahkamah Konstitusi juga pernah memutuskan dalam sengketa hasil Pemilu, KPU harus merevisi Peraturan KPU dan Keputusan KPU mengenai penetapan calon terpilih. MK menyatakan tata cara penghitungan yang dilakukan KPU tidak sesuai dengan Undang-undang Pemilu, namun perintah MK ini tidak eksplisit menyatakan pasal-pasal di Peraturan KPU itu dihapus.



FPKS: Putusan MK & MA Saling Menafikan
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu

Jakarta - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq mengungkapkan, putusan MK dan MA yang membatalkan penghitungan kursi DPR/DPRD hasil pemilu legislatif saling tubrukan. KPU diminta segera melaksanakan putusan MK yang jelas terbit lebih awal.

"Menurut saya putusan MA dan MK saling menafikan. KPU sebaiknya mendahulukan putusan MK karena selain lebih dahulu, konsekuensi pidananya jelas," ujar Mahfudz.

Hal ini disampaikan Mahfud dalam dialog kenegaraan bertajuk "Kabinet Baru: Hak Prerogatif Vs Tuntutan Parpol" di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Seperti diketahui, baru-baru ini MA mengeluarkan keputusan yang memerintahkan KPU membatalkan dan mencabut Peraturan KPU No 15/2009 pasal 45 huruf b dan pasal 46 ayat (2) huruf b tentang penghitungan sisa suara tahap kedua. Sebelumnya, MK juga telah membatalkan penghitungan suara tahap ketiga yang ditetapkan KPU.

Menurut Mahfudz, KPU lebih baik melaksanakan putusan MK dimana jelas
diputuskan lebih awal dan memiliki substansi yang jelas sesuai dengan asas
proporsional.

"Kalau KPU memaksakan melaksanakan putusan MA, maka sulit untuk melaksanakan putusan MA. Putusan MA tidak memungkinkan perhitungan tahap ketiga," saran Mahfudz.

Terlebih, menurut Mahfud, secara kedudukan dalam peradilan konstitusi, MK
lebih utama. MK juga memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa pemilu.

"Kalau derajat, MK punya wewenang menangani gugatan hasil pemilu, berbeda
dengan MA. Namun kenapa putusan MA mempengaruhi pemilu," imbuh Mahfudz.

Mahfud berharap KPU tetap independen dalam kondisi sulit seperti sekarang
ini.

"KPU bisa mengambil keputusan secara independen terpengaruh dihadapkan
dilema putusan yang saling bertabrakan," pungkasnya.



PKS: Hindari Pidana, KPU Dahulukan MK
Vina Nurul Iklima


INILAH.COM, Jakarta - KPU diimbau mendahulukan realisasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pembatalan perhitungan sisa suara tahap ketiga ketimbang putusan Mahkamah Agung (MA). Alasannya, pengabaian terhadap putusan MK memiliki konsekuensi pidana yang jelas.

"Saya menyarankan bahwa sesuai kewenangan yang ada, KPU mendahulukan melaksanakan putusan MK karena konsekuensi pidananya jelas," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq usai dialog kenegaraan 'Kabinet baru: hak prerogatif vs tuntutan partai koalisi' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7).

Mahfudz menilai, sebenarnya putusan MK dan putusan MA saling menafikan. Namun keputusan MK tentang penghitungan sisa suara tahap kedua itu sifatnya final dan mengikat.

"MA itu kan bukan mengakomodir gugatan atau sengketa pemilu. Saya sepakat KPU sebagai pelaksana UU pemilu bisa mengambil keputusan independen, tak dihadapkan pada dilema berkepanjangan," paparnya.

Lebih dari itu, lanjutnya, KPU juga harus tegas dalam memilih putusan MK atau MA yang akan direalisasikan. Bila KPU memilih putusan MK, maka putusan MA tak berarti apa-apa.

Putusan MA membuat penghitungan sisa suara tahap ketiga menghilang karena semuanya diatur menurut pasal 205 ayat 4 UU Pemilu. MA berpendapat pasal itu sudah jelas sehingga tak perlu diatur lagi oleh Peraturan KPU. Pasal 205 ayat 4 berbunyi "Dalam hal masih terdapat sisa kursi dilakukan penghitungan kursi tahap kedua dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada partai politik peserta Pemilu yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 50 persen Bilangan Pembagi Pemilih".

Menurut prediksi Center for Electoral Reform (Cetro) putusan MA atas uji materi yang diajukan oleh calon legislator Demokrat Zaenal Maarif itu membuat PKS kehilangan kursi di parlemen. Awalnya PKS mendapat 57 kursi, dengan putusan MA jumlahnya berkurang menjadi 50. [ikl/fiq]

PKS Rela PDIP Masuk Kabinet

PKS Rela PDIP Masuk Kabinet
Vina Nurul Iklima

INILAH.COM, Jakarta - Atas nama soliditas pemerintahan, SBY disarankan mengisi kabinetnya dengan orang-orang dari kalangan partai, bukan profesional. Bila SBY merekrut kader dari PDIP, bahkan PKS rela.

"Akan sangat mungkin partai-partai non koalisi dilibatkan dalam pemerintahan. Selama ini kemungkinannya kan hanya Golkar, tapi sebenarnya PDIP juga terbuka. Itu sangat mungkin," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq dalam dialog kenegaraan 'Kabinet baru: hak prerogatif vs tuntutan partai koalisi' di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7).

Mahfudz yakin, saat menyusun pengisi kabinetnya kelak SBY akan mempertimbangkan 2 unsur penting, yaitu soliditas dan efektifitas. Pada kesempatan 5 tahun terakhirnya ini, SBY tidak akan menyia-nyiakan unsur tersebut dalam memilih dan menetapkan jatah kursi menteri.

"SBY sangat mungkin melakukan pengamanan agar stabilitas ini terwujud. Faktor partai koalisi akan dipertimbangkan. Saya kira Pak SBY tidak menganut pendapat bahwa kalau dipilih dari parpol, maka itu akan menjadi masalah. Itu tidak demikian," paparnya.

PKS berpendapat, setiap orang yang terpilih menduduki kursi kabinet harus melepas jabatannya di kepengurusan partai. Jika masih ada menteri yang merangkap jabatan, konflik kepentingan dipastikan muncul. "Tapi saya tak mengatakan harus melepaskan pimpinan di partai. Tapi demi efektifitas," imbuhnya.

Meski demikian, Mahfudz enggan berspekulasi soal jatah kursi di kabinet. Alasannya, saat ini fokus SBY masih pada persoalan penting lainnya.

"Keinginan itu nggak ada batasan. Kalau mau, ya semaksimal mungkin kan orang berpartisipasi di pemerintahan. Ini kita konsentrasi pada penyelesaian pilpres dan legislatif. Kalau sudah selesai, baru pada tahap itulah Pak SBY akan bicara soal power sharing. PKS siap dalam untuk diajak bicara soal itu," tandasnya. [ikl/fiq]

Harapan PKS pada Pembentukan Kabinet SBY

Harapan PKS pada Pembentukan Kabinet SBY
Mahfudz menekankan bahwa dalam koalisi dibutuhkan asas proporsionalitas.
Rabu, 29 Juli 2009, 16:50 WIB
Siswanto, Anggi Kusumadewi
Ketua Fraksi Golkar, Priyo Budi Santoso dan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq (Antara/ Widodo S Jusuf)

VIVAnews – Ketua Fraksi PKS DPR, Mahfudz Siddiq, berharap orientasi pembentukan kabinet pemerintahan SBY-Boediono memperhatikan soliditas pemerintahan secara politis dan efektifitas kinerja kabinet.

Mahfudz menjelaskan soliditas ini erat kaitannya dengan konfigurasi partai koalisi di badan legislatif. Kata Mahfudz, kemungkinan unsur-unsur partai non koalisi, juga bakal dilibatkan di pemerintahan.

“Tapi, ini tidak berarti hanya Partai Golkar yang bisa dilibatkan, tapi juga partai non koalisi lainnya,” kata Mahfudz dalam acara Dialog di gedung DPD berjudul Kabinet Baru, Rabu 29 Juli 2009. “Bahkan, untuk PDIP juga sangat mungkin terbuka peluangnya.”

Mahfudz menginginkan dalam pembentukan kabinet mendatang ialah mengutamakan faktor partai koalisi.

Mahfudz menekankan bahwa dalam koalisi dibutuhkan asas proporsionalitas seperti kabinet sebelumnya. Yaitu komposisi antara partai dan profesionalnya sebanding.

Mahfudz menambahkan ada dua hal yang harus diperhatikan SBY dalam membentuk kabinet. Pertama, akan jauh lebih baik jika menteri tidak rangkap jabatan menjadi pengurus partai terutama ketua umum partainya.

“Ini penting karena rangkap jabatan selalu menghadapi dilema,” katanya.

Kedua, kompetensi juga harus diperhatikan sesuai portofolio.

PKS sepakat untuk membicarakan jumlah kursi bersama-sama dengan SBY sesudah gugatan Pilpres selesai.

“Setelah semua selesai, SBY baru akan bicara soal power sharing dan portofolio kabinet. Saat itu pula PKS siap untuk membicarakannya,” kata dia.

FPKS Minta Track Record Ketua DPR Harus Bagus

FPKS Minta Track Record Ketua DPR Harus Bagus
Elvan Dany Sutrisno - detikPemilu Rabu, 29/07/2009 16:51 WIB



Jakarta - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq mendukung pimpinan DPR dipegang oleh partai pemenang pemilu legislatif. Namun Mahfudz berharap sang pimpinan DPR yang akan mengganti posisi Agung Laksono itu diisi orang yang memiliki trac record bagus dalam kepemimpinan.

"Kami setuju ketua DPR dari partai pemenang pemilu, siapapun orangnya yang penting kuat untuk memimpin reformasi di DPR. Soal nama boleh dikenal tapi kalau kita punya trac record baiknya tentu lebih bagus," ujar Mahfud.

Hal ini disampaikan Mahfud dalam dialog kenegaraan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2009).

Mahfud menilai DPR perlu direformasi agar citranya yang saat ini terpuruk kembali mendapatkan kepercayaan rakyat secara utuh. Citra DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat harus dijaga kebersihannya.

"Sekalipun bertugas sebagai corong tapi kami harap memiliki kompetensi membuat citra DPR baik dimata masyarakat," harap Mahfudz.

Mengenai isu Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN), Taufiq Effendy sebagai kandidat terkuat ketua DPR 2009-2014, Mahfud tidak mau berkomentar. Mahfud menyerahkan semuanya kepada Partai Demokrat (PD). "Mau Pak Taufiq Effendi mau pak siapa itu menjadi kewenangan PD," tegasnya.


Ketua DPR Baru Harus Mampu Perbaiki Citra DPR
By Republika Newsroom
Rabu, 29 Juli 2009 pukul 18:50:00

JAKARTA –- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengiinginkan Ketua DPR mendatang memiliki kemampuan memperbaiki citra DPR yang buruk. DPR periode 2004-2009 tercemar dengan terbongkarnya beberapa kasus suap dan korupsi oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). “Ketua DPR mendatang harus mengakselerasi perbaikan citra dan kinerja DPR,” kata Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (29/7).

Mahfudz mengakui, berdasarkan RUU Susduk yang Senin (3/8) nanti diparipurnakan, Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu otomatis akan memiliki hak Ketua DPR. Mahfudz menyerahkan sepenuhnya wewenang pemilihan Ketua DPR kepada Demokrat.

Dengan beragamnya latar belakang partai di DPR, tambah Mahfudz, Ketua DPR mendatang harus memiliki kemampuan lobi yang kuat. “Jangan lupa, tetap harus punya spirit reformasi,” tambah Mahfudz.

Sementara Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Lukmah Hakim Saefudin, menambahkan, kemampuan kepemimpinan (leadership) yang kuat, wajib dimiliki Ketua DPR. Menurut Lukman, DPR adalah pusatnya konflik. Lukman tidak mempersoalkan Ketua DPR mendatang harus mantan anggota DPR. “Yang penting leadership dan wawasannya soal kedewanan itu kuat,” tambah Lukman. dri/kpo

Monday, July 27, 2009

PKS Minta KPU Konsisten & Patuhi MA

PKS Minta KPU Konsisten & Patuhi MA
Vina Nurul Iklima


INILAH.COM, Jakarta - Putusan Mahkamah Agung (MA) tentang cara penghitungan suara tahap kedua dapat merugikan atau menguntungkan parpol. PKS adalah salah satu kubu yang mendorong KPU agar patuh dan konsisten pada putusan MA.

"KPU harus patuh pada putusan MA dan konsisten menjalankan peraturannya yang dibuat sebagai penerjemahan Undang-undang Pemilu Legislatif," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Jumat (24/7).

Menurut Mahfudz, cara penghitungan tahap kedua menurut UU No 10/2008 tentang Pemilu Presiden dan peraturan KPU telah mempertimbangkan aspek-aspek penghargaan terhadap perolehan suara dengan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) penuh, yaitu hanya sisa suara di atas 50%. Hal ini juga yang diikutkan dalam penghitungan tahap dua.

"Jadi MA harus memperhatikan benar filosofi pembahasan di Pansus RUU Pileg sebelumnya," tandasnya.

Sebelumnya putusan MA memenangkan gugatan Zaenal Maarif terkait perhitungan kursi anggota legislatif tahap II. Akibat putusan itu, Partai Demokrat, Partai Golkar, PKB dan PDIP akan mendapat tambahan kursi yang sangat signifikan, sementara perolehan kursi parpol lainnya merosot.

Melalui putusan No 15 P/Hum/2009, MA membatalkan Pasal 22 huruf c dan Pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU no 15/2009, terkait dengan penghitungan kursi tahap dua. [ikl/fiq]

PPP Bakal Ajukan PK, PKS Desak KPU Konsisten

PPP Bakal Ajukan PK, PKS Desak KPU Konsisten
Jumat, 24 Juli 2009 21:47 WIB

JAKARTA-MI: Sejumlah partai politik mulai memberikan reaksi terhadap putusan Mahkamah Agung yang membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2009 tentang penetapan calon terpilih pada tahap kedua. Betapa tidak, akibat putusan tersebut sejumlah partai politik mengalami penurunan jumlah kursi di parlemen.

Wakil Sekjen PPP T Taufiqulhadi mengatakan, PPP akan segera mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan MA yang dikeluarkan pada 18 Juni lalu itu.

"PPP menyadari efek dan makna keputusan MA. PPP akan mengajukan PK," ungkap Taufiqulhadi di Jakarta, Jumat (24/7).

Ia mengatakan, dalam konteks pemilu legislatif, PPP menganggap putusan MA tidak bisa diterapkan sekarang karena putusan tersebut tidak berlaku surut.

"PPP akan melakukan konsultasi terus-menerus dengan partai-partai lain. Jika KPU melaksanakan putusan MA ada dua partai lagi yang tidak memenuhi parliamentary treshold, yaitu Partai Gerindra dan Partai Hanura," tukasnya.

Sebelumnya, MA mengabulkan gugatan uji materiil yang diajukan oleh caleg dari Partai Demokrat yang dimotori oleh Zaenal Maarif. MA melalui putusan itu, membatalkan Pasal 22 Huruf C dan Pasal 23 ayat (1) dan (3) Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 terkait dengan penghitungan kursi tahap dua.

Dengan putusan MA itu, lanjut Taufiqulhadi, ada empat partai yang memperoleh penambahan kursi di parlemen. Yakni Partai Demokrat, kemudian Partai Golkar, PDI Perjuangan, dan PKB. Bahkan, lanjutnya, Demokrat, Golkar dan PDIP akan mendapat tambahan kursi yang sangat signifikan. Sebaliknya, PKS, PAN, PPP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura, akan kehilangan kursi sangat signifikan.
"PPP sendiri berpotensi akan kehilangan 17 kursi. Tidak benar pendapat yang mengatakan, jika keputusan itu dilaksanakan, maka masing-masing partai hanya akan kehilangan sedikit. Bahkan ada yang mengatakan, PPP hanya akan kehilangan tiga, sementara PKS tidak berdampak apa-apa. Itu dugaan yang tidak benar," cetusnya.

Justru, kata Taufiqulhadi, putusan ini berakibat pada penurunan jumlah kursi yang sangat besar pada sejumlah parpol. "Jika KPU melaksanakan putusan MA, ada dua partai lagi yang tidak memenuhi parliamentary treshold, yaitu Partai Gerindra dan Partai Hanura," ujarnya.

Di tempat terpisah, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, KPU tidak perlu melaksanakan putusan MA. Menurutnya, KPU seharusnya bersikap konsisten menjalankan peraturan yang telah dibuat sebagai penerjemahan dari undang-undang pemilu legislatif.

"Cara penghitungan tahap kedua menurut UU Pemilu Legislatif dan peraturan KPU justru telah mempertimbangkan aspek-aspek penghargaan terhadap perolehan suara dengan BPP (Bilangan Pembagi Pemilih)," ujar Mahfudz yang juga menjabat sebagai anggota Komisi II DPR.

MA, lanjutnya, seharusnya memperhatikan filosofi pembahasan dalam pansus Rancangan Undang-Undang Pemilu Legislatif sebelumnya. Dimana hanya sisa suara di atas 50 persen yang diikutkan dalam penghitungan kursi tahap dua.(MP/OL-7)

Tuesday, July 14, 2009

PKS: SBY Belum Ajak Koalisi Golkar

PKS: SBY Belum Ajak Koalisi Golkar
Vivanews. Selasa, 14 Juli 2009, 09:16 WIB
VIVAnews - Indikasi masuknya kembali Partai Golkar ke pemerintahan semakin menguat. Partai Keadilan Sejahtera menegaskan bahwa isu tersebut masih spekulatif.

"Proposal (dari Golkar) saja belum ada," kata Ketua DPP PKS, Zulkieflimansyah, saat dihubungi VIVAnews, Selasa 14 Juli 2009.

Zulkieflimansyah menegaskan hingga kini SBY pun belum memiliki rencana mengajak Golkar kembali ke koalisi. Menurutnya, sebelum SBY memutuskan suatu hal strategis menyangkut koalisi, misalnya mengajak Golkar masuk kabinet, ia pasti mengajak bicara mitra koalisi terlebih dahulu.

"Jangan khawatir, selama ini komunikasi antara pimpinan PKS dan Pak SBY cukup hangat, akrab, dan berlangsung baik," ujar anggota tim sukses SBY-Boediono ini.

Ia juga mengaku, PKS pernah mengklarifikasi isu tentang kembalinya Golkar tersebut langsung kepada SBY. Jawaban SBY saat itu, lanjut Zulkieflimansyah, memang beliau belum ada rencana ke arah sana.

Bagaimanapun, Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq pernah mengatakan, diajak atau tidak diajak oleh SBY, Golkar kemungkinan besar akan berusaha untuk kembali ke kabinet, mengingat wataknya yang selama ini terbiasa menjadi partai penguasa. "Tabiat Golkar adalah bergerak ke arah kekuasaan," ujar Mahfudz Jumat lalu (10/07/2009)

Terlepas dari upaya Zulkieflimansyah untuk menenangkan elit partainya, keengganan PKS untuk menerima Golkar memang sudah terbaca. Presiden PKS Tifatul Sembiring yang juga dijagokan untuk menduduki salah satu kursi kabinet kemarin (13/07/2009) mengatakan, Golkar seharusnya jangan terbiasa berselancar di atas keringat orang lain.

Tifatul tampak berang karena Golkar tidak ikut berjuang sejak awal bersama koalisi dalam pilpres, dan baru berputar balik ketika calonnya kalah dan penyusunan kabinet SBY mulai santer dibicarakan.

Mahfudz bahkan terang-terangan mengingatkan Golkar untuk tidak mengganggu soliditas koalisi, serta tidak mengambil kuota kabinet milik partai lain dalam koalisi, bila Golkar benar-benar ingin memperbarui hubungannya dengan kubu SBY.

Monday, July 13, 2009

PKS Tak Mau Diusik Golkar

PKS Tak Mau Diusik Golkar
INILAH.COM, Jakarta - Partai Golkar kemungkinan besar akan kebagian dua kursi menteri di kabinet baru SBY. Menyikapi kemungkinan ini PKS mengaku tak merasa terancam, asal kehadiran Golkar itu tak mengusik 'kenyamanan' koalisi partai politik pendukung SBY-Boediono.
"Tidak (terancam). Kita biasa saja. (Golkar) Merapat itu sangat mungkin. Tapi saya berharap, masuknya Golkar, tidak menggangu kenyamanan parpol-parpol koalisi," kata Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM di Jakarta, Minggu (12/7).
Ketua FPKS ini mengatakan bila benar nanti Partai Golkar akan masuk dalam stuktur kabinet dan menduduki kursi menteri, Mahfudz berharap tidak akan menjadi dampak yang buruk bagi soliditas koalisi 24 parpol. Terkait berapa jumlah kursi menteri yang diberikan, PKS mengaku percaya kepada SBY.
"Yang jelas bagi kami, itu (merapatnya Golkar), tidak mengganggu kuota power sharing dan tidak mengganggu soliditas parpol koalisi," ujarnya.
Ia tak ingin berkomentar lebih lanjut mengenai hanya 2 kursi yang diberikan Demokrat untuk Golkar di kabinet. Mahfudz hanya meyakini ada kesepakatan antara SBY dengan parpol yang tergabung dalam koalisi yang membahas tentang power sharing itu.
"PKS tidak dalam posisi minta pos dimana. Tapi memang kan dalam kontrak politik kita sudah mengajukan 8 nama untuk mengisi kursi di kabinet. Pilihannya tergantung Pak SBY," pungkasnya. [ikl/jib]

PDI-P scrutinizes electoral roll, Golkar at crossroads

PDI-P scrutinizes electoral roll, Golkar at crossroads
The Jakarta Post , Jakarta | Sun, 07/12/2009 11:09 AM | Headlines
There is no such thing as weekend downtime for the teams of defeated presidential candidates former president Megawati Soekarnoputri and Vice President Jusuf Kalla.
Just three days after several major quick count results flagged incumbent President Susilo Bambang Yudhoyono as the winner of the July 8 presidential election, Megawati and her running mate Prabowo Subianto's campaign team reported the General Elections Commission (KPU) to the Elections Supervisory Body (Bawaslu).
"The KPU should have announced and fixed the permanent voter list by July 6. But on July 6, it appeared that the KPU had only released the temporary list," the team's lawyer, Arteria Dahlan, said, as quoted by vivanews.com at the Bawaslu office on Saturday.
He said it was one of the KPU's alleged violations of the existing regulation on the election roll.
Arteria added that following the KPU's failure to announce the permanent list on July 6, the Megawati-Prabowo team checked the election roll the next day until Saturday and found seven million problematic names in the electoral roll.
The team accuses the KPU of not doing its job finalizing the list, and questions the commission's decision not to use 69,000 poll stations.
Earlier in the day, secretary of the team Fadli Zon said he would coordinate with the Kalla-Wiranto campaign team that was conducting separate checks.
"We will compare our findings on the problematic election roll," Fadli said.
Besides asking Kalla's Golkar Party to team up in scrutinizing the problematic election roll, Megawati's Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) has asked Golkar to join its coalition in the House of Representatives.
PDI-P chief patron and Megawati's husband Taufiq Kiemas said it would be better for Golkar to do so than to renew its alliance with Yudhoyono's Democratic Party, which already has 60 percent of the House's 560 seats when combined with its coalition partners.
"Together we can increase our power in the Parliament," said Taufiq, adding that the PDI-P had so far only coalesced with Prabowo's Gerindra Party.
However, Golkar does not appear to have decided yet what it will do after Kalla's landslide defeat, with the quick count results placing him third in the presidential race with some mere 13 percent of votes, compared to Megawati's 27 percent and Yudhoyono's 60 percent of votes.
Golkar legislator Hari Azhar Azis told The Jakarta Post the party was likely to renew its coalition with the Democratic Party.
Observers predict a similar outcome as Golkar has never been away from power.
The Democratic Party's coalition partners responded to the issue differently. While the National Mandate Party's (PAN) Patrialis Akbar "welcomes" Golkar's likely return, the Prosperous Justice Party's (PKS) Mahfudz Siddiq has expressed concern that it will "disrupt the allocation of seats in the Cabinet" for alliance partners.
The campaign team head for the Yudhoyono-Boediono ticket, State Secretary Hatta Radjasa, said Yudhoyono was open to possibilities of coalescing with Golkar and even the PDI-P.
Some Golkar executives have called for an early national meeting to decide on the issue.

PKB dan PKS Ingin Golkar Jadi Oposisi

PKB dan PKS Ingin Golkar Jadi Oposisi
JAKARTA—-Beberapa partai politik memberikan komentar perihal kabinet 2009-2014. Meski menyadari, bahwa penyusunan kabinet merupakan hak prerogatif presiden, mereka tetap berharap agar SBY (sebagai calon presiden 2009-2014) mengutamakan partai yang mendukung kolasi dalam pilpres lalu.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Kebangkitan Bangsa, Marwan Djafar, PKB berkeinginan agar partai terbesar sepanjang sejarah Orde Baru (Partai Golkar) tersebut berada di luar kabinet. Menurut dia, sangat baik bagi PG untuk memperkuat peran oposisi di parlemen bersama PDIP, Gerindra, dan Hanura.

"Sebaiknya Golkar di luar saja, memperkuat fungsi //check and balance// di parlemen. Pemerintah tentu memerlukan kontrol yang baik untuk mengoptimalkan kinerjanya," imbuh Marwan.

Hal senada dikemukakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq, menuturkan saat ini adalah momentum terbaik yang dimiliki PG untuk belajar menjadi kekuatan oposisi. PG bisa membangun kekuatan baru di parlemen bersama PDIP yang ternyata tak cukup efektif menjadi //single fighter// sebagai oposisi selama 2004-2009.

"Bagi PKS jauh lebih baik bila Golkar menjadi oposisi," Mahfudz. Kendati demikian, Mahfudz menyadari, potensi PG untuk kembali bergabung ke kubu pemerintah masih terbuka. Faktor internal PG yang terbiasa menjadi parpol penguasa merupakan batu sandungan terbesar keputusan partai pohon beringin menjadi oposisi.

Kalaupun skenario 2004 kembali terjadi, yaitu PG yang semula lawan koalisi parpol pendukung SBY-JK akhirnya bergabung ke pemerintahan, Mahfudz mengingatkan, kehadiran PG tak boleh mengganggu kesepahaman bentuk kabinet koalisi Partai Demokrat. "Golkar jangan sampai mengganggu kuota partai-partai koalisi," ujar Mahfudz.

Sebagai bagian dari mitra koalisi Partai Demokrat (PD) yang terus konsisten mendukung SBY, marwan berpandangan, ada baiknya bagi presiden untuk memperkuat pemerintahan dengan kabinet profesional (//zaken cabinet//). "Kabinet profesional kan bukan berarti aantiorang parpol. Banyak juga kader parpol yang profesionalitasnya //mumpuni//,” ujar Marwan, Ahad (12/7), di Jakarta.

Unsur profesionalitas dan representasi partai, kata Marwan, sangat penting untuk mencapai kesuksesan program-program pemerintah ke depan. Tanpa menteri yang berasal dari orang partai, pemerintah sulit mendapat keleluasaan dalam menjalin komunikasi dengan masyarakat konstituen parpol.

Sedangkan PKS berharap, kabinet SBY-Boediono menjunjung asas proporsionalitas yang sudah disepakati antara SBY dengan partai-partai koalisi sejak awal. Manfudz pun mengindikasikan adanya pembagian kamar dalam kabinet SBY-Boediono. Satu kamar diisi oleh para menteri dari anggota koalisi, sedangkan satu kamar lainnya diisi kalangan profesional.

"Kabinet terdiri dari unsur partai dan perorangan. Kalau Golkar bergabung, alokasi perorangan inilah yang sebaiknya diberikan, sehingga tidak mengganggu partai-partai koalisi lain," urai Mahfudz. ade/rif

Thursday, July 02, 2009

PKS Anggap KPU Kurang Peka

PKS Anggap KPU Kurang Peka
By Republika Newsroom, Rabu, 01 Juli 2009 pukul 18:10:00
JAKARTA--Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR, Mahfudz Siddiq, menilai KPU kembali menunjukkan kelemahan-kelemahannya dalam pelaksanaan pemilihan presiden. Masalah peredaran alat peraga pencontrengan yang sah pada surat suara, baik spanduk atau specimen surat suara, adalah salah satu bukti kelemahan KPU.

"KPU kurang peka. Seharusnya kan bisa dicari cara lain untuk memperagakan bagaimana pencontrengan yang sah. Jangan ambil contoh nomor dua seperti itu," kata Mahfudz di gedung DPR, Jakarta, Rabu (1/7).

Mahfudz mengomentari peredaran spanduk dan alat sosialisasi KPU yang membubuhkan tanda contreng pada pasangan nomor dua. Menurut Mahfudz, tindakan ceroboh KPU tersebut telah menimbulkan komplikasi politik, teknik, dan anggaran.

Komplikasi politik menyebabkan munculnya opini masyarakat yang menuding KPU telah membela pasangan nomor dua, SBY-Boediono, yang juga didukung PKS. Sementara komplikasi teknik terjadi pada kesulitan menarik dan memusnahkan alat peraga sosialisasi yang terlanjur tersebar. Sedangkan komplikasi anggaran, lanjut Mahfudz, mengacu pada terbuangnya anggaran pilpres akibat inefisiensi penggunaan dana untuk memproduksi alat peraga sosialisasi tersebut.

"Ini merupakan kendala serius. Terlebih soal inefisiensi anggaran yang sudah dari dulu kita ingatkan agar tidak terjadi," imbuh Mahfudz seraya menambahkan PKS setuju dan mendukung langkah penarikan spanduk serta alat sosialisasi bermasalah tersebut.

Kendati demikian, Mahfudz melanjutkan, PKS tak setuju jika keteledoran KPU lantas disimpulkan lembaga penyelenggara pemilu itu sudah berlaku tidak independen. Justru PKS mendesak agar KPU bisa membuktikan diri sebagai lembaga penyelenggara yang mandiri dan independen sesuai amanah undang-undang.

"Tentu kalau ada anggota KPU yang terbukti tak independen, harus diselesaikan sesuai mekanisme hukum yang berlaku. Misal melalui dewan kehormatan yang bisa menetapkan sanksi kepada anggota KPU yang tak netral," tandas Mahfudz. ade/rif
PKS: Tarik Spanduk Centang No 2
INILAH.COM, 1/7/09
Jakarta - Spanduk sosialisasi KPU yang mengisyaratkan mencentang nomor urut 2 diharapkan PKS harus segera ditarik. Hal ini untuk mencegah komplikasi permasalahan yang lebih besar membelenggu KPU.
"Kita setuju ditarik, agar tidak ada dugaan-dugaan atau bentuk komplain politik kepada KPU. Daripada nanti komplikasinya belakangan kan susah," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di sela-sela Raker Komisi II dengan KPU, Bawaslu, dan Mendagri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7).
Anggota Komisi II DPR ini mengatakan, spanduk sosialisasi KPU yang terdapat tanda contreng capres nomor 2, akan menimbulkan persoalan yang lebih luas. Dengan adanya kasus seperti itu, ia menilai KPU tidak peka.
"Lagi-lagi ini kelemahan KPU yang muncul lagi di pilpres. KPU kan bisa meletakkan tanda contreng di tempat lain selain di nomor urut capres, ini KPU kurang sensitif," ungkapnya.
Kalau sudah begini, KPU menderita komplikasi anggaran juga. Karena alat-alat sosiaslisasi, seperti spanduk tersebut harus diganti dengan yang baru.
"Ini kan tidak efisien, karena harus mengeluarkan uang, ini menjadi inefisien. Nah harusnya komplikasi ini bisa dihindari oleh KPU," imbuhnya.
Terkait apakah kinerja KPU menunjukkan keberpihakan, Mahfudz mengatakan itu perlu dibuktikan. Kalau terungkap tentunya anggota KPU bisa diproses secara hukum dan dikenakan sanksi. [ikl/ana]
Ketua Fraksi PKS: Lagi-Lagi Kelemahan KPU Muncul
Okezone.com Rabu, 1 Juli 2009 - 18:25 wib
JAKARTA - Spanduk sosialisasi KPU soal sistem pencontrengan yang dinial menguntungkan salah satu pasang kandidat dalam pilpres 2009 memunculkan spekulasi adanya kesengajaan yang dilakukan KPU.

Menanggapi hal itu Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq menyatakan tidak ingin menduga-duga. Menurutnya hal itu muncul karena kelemahan KPU.

"Saya tidak mau menilai adanya kesengajaan dari KPU, tapi lagi-lagi kelemahan-kelemahan KPU yang muncul," kata Mahfudz Siddiq usai RDP Komisi II dengan Bawaslu dan KPU mengenai persiapan penyelenggaran pilpres 2009 dan masalah-masalah aktual di DPR, Rabu (1/7/2009).

Kelemahan ini lebih disebabkan oleh kurang pekanya pihak KPU ketika harus meletakkan tanda contreng pada spanduk sosialisasi itu. Padahal menurutnya, masih bisa dicari cara lain untuk menjelaskan bahwa untuk dilakukan nanti adalah mencontreng.

"Kalau begini kan ada komplikasi politik dan teknis dan juga komplikasi anggaran, jadi yang timbul malah inefesiensi. Kami ingin prinsip efesiensi itu tetap ditegakkan," tandasnya.

Sekadar diketahui, spanduk sosialisasi itu dipersoalkan karena memberi tanda contreng di kolom pasangan kandidat yang berada di tengah. Meski tak hanya berupa gambar ilustrasi tanpa wajah, spanduk itu dinilai menguntungkan SBY-Boediono yang bernomor urut dua, karena dalam kertas suara gambar pasangan itu ada di tengah-tengah diapit dua pasang kandidat yang lain.

PKS: Debat, SBY Pakai Senjata Pamungkas

PKS: Debat, SBY Pakai Senjata Pamungkas
INILAH.COM, 1/7/09
INILAH.COM, Jakarta - Debat Capres putaran terakhir merupakan kesempatan terakhir para capres memaparkan pandangan mereka jika terpilih sebagai presiden. Tema debat kali ini dinilai akan dipakai SBY untuk mengeluarkan senjata pamungkasnya.
"Tema demokrasi, NKRI, dan otonomi daerah itu kan sifatnya elitis. Saya kira Pak SBY akan fokus soal Otda, karena yang demokrasi dan NKRI itu cenderung normatif, dan umum," kata anggota Tim Pemenagan SBY-Boediono Mahfudz Siddiq di sela-sela Raker Komisi II dengan Bawaslu, KPU, dan Mendagri, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/7).
Ketua DPP PKS ini mengatakan, meski elitis dan agak sulit dicerna rakyat, tema dalam debat capres putaran ketiga ini sangat penting. SBY akan fokus pada penguatan koalisi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
"Satu ide yang akan di-sounding adalah soal koalisi bagaimana memperkuat otonomi daerah. Karena banyak satu direksi daerah dan pusat. Karena bayak Otda sulit jalan itu ada perbedaan karena dari pemerintah pusat partainya A, sementara pemda partainya B," paparnya.
Padahal, pembangunan daerah itu harus punya akselerasi yang kuat dengan pemerintah pusat. Sehingga penguatan itulah yang harus diutamakan oleh seorang pemimpin.
"Pak SBY sering mengeluhkan hal itu, jadi saya kira nanti akan banyak dikemukakan," tandasnya. [ikl/ana]

DPR Pertanyakan Kesahihan DPT

DPR Pertanyakan Kesahihan DPT
MI, Rabu, 01 Juli 2009 20:35 WIB
JAKARTA--MI: Sepekan menjelang pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) ternyata masih banyak pihak yang mempertanyakan kesahihan Daftar Pemilih Tetap hasil garapan Komisi Pemilihan Umum.

Misalnya saja DPR yang menyinyalir masih banyaknya persoalan menyangkut DPT pilpres. Mereka meragukan hasil pemutakhiran DPT karena masih banyaknya temuan pemilih ganda maupun pemilih yang belum terdaftar.

"Ada sejumlah temuan penting dari panitia angket DPT DPR. Bahwa ada perbedaan antara hasil cetak antara soft copy dan saat mencetak di percetakan. Bagaimana KPU bisa mempertanggungjawabkan hal ini," ujar anggota Komisi II yang juga Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq dalam rapat kerja antara Komisi II dengan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, Ketua Bawaslu Nurhidayat Sardini, dan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Rabu (1/7).

Ia mengatakan, KPU harus memperhatikan temuan-temuan dugaan manipulasi DPT di lapangan agar pelanggaran hak konstitusional terhadap pemilih tidak terulang lagi.

Anggota Komisi II DPR (FPDIP) Ganjar Pranowo juga mempertanyakan sumber data dan mekanisme KPU dalam melakukan verifikasi dan pemutakhiran DPT. Ia meragukan kesahihan DPT Pilpres karena ada lompatan jumlah pemilih yang luar biasa pada pilpres dibandingkan pemilu legislatif.

"Tolong KPU menjelaskan alur varifikasi dan alat atau metode apa yang digunakan dalam pemutakhiran DPT. Ini penting agar tidak ada kecurigaan," tukas Ganjar.

Berdasarkan data KPU, jumlah DPT pada pemilu legislatif yakni sebesar 171.265.442 sedangkan DPT pada pilpres yakni sebesar 176.395.015. Ada tambahan sebesar 5.128.573 pemilih dalam pilpres.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menjelaskan, penambahan jumlah pemilih pada DPT pilpres sudah rasional. Angka tersebut berasal diantaranya dari pemilih pemula yang bertambah dibandingkan dengan pemilu legiskatif, TNI/Polri yang sudah pensiun, rakyat Indonesia dari luar negeri yang kembali ke Tanah Air karena PHK maupun karena habis masa kontraknya di luar negeri. Selain itu yakni pemilih yang memang belum terdaftar dalam pemilu legislatif.

"Angka ini rasional. Dan memang itulah yang bisa diupayakan oleh KPU. Kami memandang bahwa persoalan DPT ini sangat krusial oleh karenanya kita beri perhatian lebih. Bahkan, 90 persen anggaran telah kami alokasikan untuk perbaikan DPT," tutur Hafiz.

Ia mengatakan, dibandingkan pemilu 2004, mekanisme pendataan pemilih pada pemilu 2009 ini jauh lebih baik. Hafiz mencontohkan, pada 2004, jumlah penduduk Indonesia sebesar 214 juta dimana jumlah pemilih yakni 148 juta. Artinya, ada 66 juta masyarakat Indonesia yang tidak memilih.

Sementara pada 2009, jumlah penduduk Indonesia per Oktober 2008 berdasarkan data Departemen Dalam Negeri sebesar 232 juta jiwa. Jumlah pemilih yang terangkum dalam DPT pada pemilu legislatif lalu yakni mencapai 171 juta. "Jadi ada selisih 61 juta jiwa yang tidak memilih, termasuk anak berusia di bawah umur dan TNI/Polri. Padahal, semestinya angka kelahiran senantiasa bertambah maka seharusnya angka penduduk yang tidak memilih bertambah. Tapi nyatanya justru berkurang, bisa disimpulkan bahwa ada perbaikan dalam penyusunan pemilih ini," terang Hafiz. (MP/OL-03)

PKS: Polling SMS Debat Capres Tak Dilarang UU

PKS: Polling SMS Debat Capres Tak Dilarang UU
VIVAnews -Kamis, 2 Juli 2009, 01:01 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menghentikan polling pesan pendek (SMS) dalam acara debat calon presiden atau wakil presiden. Terkait boleh tidaknya polling SMS dalam acara debat, Ketua Fraksi PKS di Dewan Perwakilan Rakyat, Mahfudz Siddiq mengatakan soal itu harus dikembalikan ke aturan Undang-undang.

"UU kan memang tidak mengatur soal polling SMS dalam satu bab tersendiri. Jadi, kalau tidak diatur dalam UU, artinya secara prinsip dasar, hal tersebut dibolehkan," kata dia di sela-sela rapat kerja persiapan Pemilihan Presiden di Ruang Sidang Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu 1 Juli 2009 malam.

Kecuali, tambah dia, jika hal itu dinilai KPU telah mengganggu atau merusak tahapan-tahapan pemilu, atau dinilai bisa merugikan dan ada gugatan dari pasangan calon. Sepanjang tidak ada gugatan resmi dari pasangan capres-cawapres, dan sepanjang KPU menilai hal tersebut tidak mengganggu, kata Mahfudz, maka hal tersebut tidak perlu dilarang.

"Apalagi polling-polling SMS kan sudah biasa ada di berbagai acara," tambah dia.

Soal SMS sudah dikirim sebelum acara debat dimulai, menurut Mahfudz, juga tak perlu dipermasalahkan. Menurut dia, mungkin karena orang yang mengirim SMS di awal acara merupakan pemilih loyal dari kandidat tertentu. "Sementara bagi mereka yang mengirim SMS setelah debat berakhir, mungkin mereka adalah floating mass atau swing voter [massa mengambang]," tambah dia.

Secara terpisah, Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary mengatakan pihaknya akan menyurati stasiun televisi yang merasa memuat polling SMS, agar polling tersebut ditiadakan. Alasannya, "karena hal itu benar-benar mengganggu. Apalagi kalau benar bahwa belum juga debat dimulai, namun hasil polling-nya sudah tampak," kata dia, Rabu malam.

Sebelumnya, tim sukses pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto melayangkan surat protes ke KPU. Mereka memrotes polling pesan singkat (SMS) yang ditayangkan pada acara debat calon presiden dan wakil presiden.

Alasannya, debat itu dinilai sebagai acara kenegaraan yang diatur Undang-Undang. Penayangan SMS dinilai tidak tepat dalam acara resmi kenegaraan. Apalagi, hasil polling itu bisa berujung pada persepsi serta penilaian tertentu terhadap penampilan para calon.
• VIVAnews