Thursday, October 30, 2008

Bangkit Pemuda Indonesia

Lobi Teh di Widya Chandra

Lobi Teh di Widya Chandra
Partai-partai tarik-ulur dalam membahas batas minimum pencalonan presiden. Pemerintah berharap tak ada voting.

TENGAH malam telah lewat ketika lobi tingkat tinggi itu berakhir. Digelar di rumah dinas Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa, di kompleks perumahan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Ahad dua pekan lalu, pertemuan diikuti sejumlah politikus. Mereka antara lain Priyo Budi Santoso (Golkar), Zulkifli Hasan (Partai Amanat Nasional), Syarifuddin Hasan (Partai Demokrat), Agus Purnomo (Partai Keadilan Sejahtera), dan Hatta sang tuan rumah.

Hanya satu kesepakatan yang bisa diambil dalam pertemuan itu: menunda sepekan sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden, yang sedianya dilakukan pada Rabu pekan lalu.

Perbedaan pandangan tentang syarat pencalonan presiden, yang membuat pembahasan rancangan berlarut-larut, tak dapat diselesaikan dalam pertemuan tiga jam dengan sajian teh panas itu. ”Semua tetap pada posisi semula,” kata sumber Tempo, yang mengetahui pertemuan tersebut.

Partai Golkar tak bersedia menurunkan angka 25 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai syarat minimum pencalonan. Partai Amanat Nasional, melalui Zulkifli, berkukuh pada 15 persen kursi atau 20 persen suara. Partai Demokrat, diwakili Syarifuddin, serta Partai Keadilan Sejahtera, melalui Agus Purnomo, condong ke 20 persen kursi.

Hatta, menurut sumber yang sama, mewanti-wanti agar pengambilan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat atas Undang-Undang Pemilihan Presiden tak dilakukan melalui voting. Untuk itu pemerintah bersedia beranjak dari posisi semula 15 persen menjadi maksimal 20 persen kursi Dewan.

Zulkifli Hasan tak mengakui adanya pertemuan itu. Ia hanya membenarkan adanya pertemuan para pemimpin fraksi di sela-sela peringatan ulang tahun ke-7 Partai Demokrat di arena Pekan Raya Jakarta, Kemayoran, Ahad malam dua pekan lalu. ”Ada Pak Priyo, Pak Syarifuddin, dan saya,” ujarnya. ”Kami sebenarnya juga mengundang Effendy Choirie (Partai Kebangkitan Bangsa) dan Pak Mahfudz Siddiq (Partai Keadilan Sejahtera), tapi mereka sedang di luar kota.”

Lobi di Kemayoran, menurut Zulkifli, membuahkan kesepakatan pengunduran jadwal pengambilan putusan. Tujuannya, memberikan kesempatan lobi sekali lagi. Ia sepakat membuat surat permintaan pengunduran jadwal kepada Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden, Ferry Mursidan Baldan.

Zulkifli meminta Golkar, Partai Demokrat, juga Partai Keadilan Sejahtera membuat surat yang sama. ”Mereka setuju,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional itu.

l l l

PEMILIHAN presiden langsung pertama kali dilakukan pada 2004, berdasarkan amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden, pencalonan bisa dilakukan oleh partai atau gabungan partai yang memiliki 15 persen kursi Dewan atau 20 persen suara pemilu. Namun aturan peralihan undang-undang yang sama memberikan kelonggaran untuk pemilihan 2004 menjadi 3 persen kursi Dewan atau 5 persen suara.

Dengan aturan itu, muncul empat pasangan calon. Mereka adalah Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Wiranto-Salahuddin Wahid (Partai Golkar), Amien Rais-Siswono Yudohusodo (Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan sejumlah partai kecil), Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia), serta Hamzah Haz-Agum Gumelar (Partai Persatuan Pembangunan).

Untuk pemilihan tahun depan, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden. Syarat pencalonannya sesuai dengan Undang-Undang Tahun 2003, yakni 15 persen kursi Dewan atau 20 persen suara.

Dengan alasan agar terbentuk pemerintahan yang kuat, dua partai besar mematok persyaratan yang lebih tinggi. Golkar mengusulkan 30 persen dan PDI Perjuangan mengajukan 25-30 persen kursi Dewan. ”Kami berharap sistem koalisi yang sudah terbentuk sejak awal mendorong pemerintahan yang lebih baik. Itu sebabnya kami mendorong 30 persen,” ujar Yasona Hamonongan Laoly, Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan dari PDI Perjuangan.

Partai menengah seperti Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, juga Partai Kebangkitan Bangsa, sebaliknya, mendukung usul pemerintah.

Perdebatan syarat minimal pengajuan calon ini pun berlarut-larut. Perselisihan juga terjadi pada aturan yang melarang presiden atau wakil presiden memimpin partai politik.

Buat mencari titik temu, para pemimpin fraksi menggelar beberapa kali pertemuan di gedung Dewan dan di tempat lain, seperti Hotel Santika di kawasan Petamburan, Jakarta. Sering dilakukan hingga larut malam, lobi-lobi itu gagal menghasilkan titik temu. Yang ada adalah sejumlah pergeseran: Golkar menurunkan usulnya menjadi 25 persen kursi, demikian juga PDI Perjuangan. Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera pun menaikkan usulnya menjadi 20 persen.

Mahfudz Siddiq mengatakan, petinggi partainya merekomendasikan penyederhanaan pemilihan presiden. Melihat kondisi ekonomi dan keuangan negara, ia menjelaskan, pemilihan presiden 2009 sebaiknya diupayakan selesai dalam satu putaran. Artinya, Partai Keadilan Sejahtera masih membuka peluang naiknya angka persyaratan. ”Kalau harus bergerak, kami akan bergerak ke atas,” ujarnya.

Satu-satunya yang belum beranjak dari posisi semula adalah Partai Amanat Nasional. Mereka tetap pada pendapat awal, yaitu 15 persen kursi Dewan. ”Ketentuan dalam Undang-Undang Tahun 2003 ini belum dilaksanakan, kenapa harus diubah lagi?” ujar Zulkifli Hasan.

Sejauh ini Partai Amanat Nasional, yang berkukuh pada angka 15 persen, belum mengumumkan calon presidennya. Namun Soetrisno Bachir, ketua umum partai itu, telah giat beriklan untuk meningkatkan popularitasnya. Dalam pemilu empat tahun silam, partai ini memperoleh 6,44 persen.

Baru dua partai yang sudah memastikan calonnya, yakni PDI Perjuangan dengan Megawati Soekarnoputri serta Partai Demokrat yang akan kembali mengajukan Susilo Bambang Yudhoyono. PDI Perjuangan dalam Pemilu 2004 memperoleh 18,53 persen, adapun Partai Demokrat 7,45 persen.

Ferry Mursidan Baldan, ketua panitia khusus, menilai alotnya pertentangan disebabkan keinginan partai-partai menengah mengajukan calon presiden. Dengan persyaratan 30 persen, ia memperkirakan, hanya akan ada dua calon presiden. Pada angka 20-25 persen, akan muncul dua atau tiga calon. Sedangkan pada 15-20 persen, kata Ferry, bisa muncul tiga atau empat calon.

Melihat posisi hingga Jumat pekan lalu, pengambilan keputusan pada Rabu ini ada kemungkinan dilakukan dengan pemungutan suara. Panitia khusus menyiapkan tiga alternatif: 15 persen kursi Dewan atau 20 persen suara, 20 persen kursi atau 20 persen suara, dan 25 persen kursi.

Zulkifli memperkirakan, kelompoknya memiliki peluang menang jika Golkar dan PDI Perjuangan tetap pada 25 persen. Alasannya, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, juga partai menengah lainnya akan turun ke posisi 15 persen. ”Tapi, kalau Golkar turun menjadi 20 persen, dan PDI Perjuangan pasti mengikutinya, yang menang 20 persen,” ujarnya.

Jika voting benar dilakukan, lobi tengah malam itu hampir tak ada gunanya alias hanya ajang menyeruput teh.

Budi Setyarso, Sahala Lumbanraja, Akbar Tri Kurniawan

FPKS Salut KPK Jerat Besan SBY

FPKS Salut KPK Jerat Besan SBY
Abdullah Mubarok
INILAH.COM, Jakarta - Akhirnya KPK menetapkan mantan Ketua Dewan Pembina YPPI Aulia Pohan menjadi tersangka kasus aliran dana BI. FPKS pun salut dengan sikap KPK yang tidak pandang bulu menjerat Aulia Pohan, meski mantan Deputi Gubernur BI itu merupakan besan Presiden SBY.

"Aulia Pohan yang dekat dengan Presiden saja tidak lepas dari jeratan hukum. Siapa pun diberlakukan sama. Ini perkembangan positif untuk KPK," ujar Ketua FPKS Mahfudz Siddiq kepada INILAH.COM, Rabu (29/10).

Selain memuji KPK, Mahfudz juga mengacungkan jempol kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menangani persidangan dengan terdakwa mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah.

"Pengadilan Tipikor bekerja secara serius, tidak tebang pilih, tidak melindungi pihak-pihak mana pun," kata Mahfudz.

Dalam penetapan Aulia Pohan sebagai tersangka, menurut Mahfudz, proses hukum berikutnya harus tetap berjalan secara adil.

"Jika terdapat bukti-bukti yang menyatakan Aulia Pohan bersalah, maka vonis hukumnya harus objektif. Diharapkan KPK dapat mengungkapkan pihak-pihak lain yang terkait," ujar Mahfudz.

KPK telah menetapkan Aulia Pohan, Aslim Tadjuddin, Maman Sumantri, dan Bun Bunan Hutapea sebagai

tersangka kasus aliran dana BI dari YPPI Rp 100 miliar. Penetapan ini dilakukan KPK setelah mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah divonis 5 tahun penjara.[sss]

Election bill compromise sought

Election bill compromise sought
Jakartapost, 30/10/2008

The House of Representatives has moved closer to a compromise to unanimously pass the presidential election bill on Wednesday, after nine of 10 factions agreed on the minimum percentage of House seats a party or coalition must win to be able to nominate its own presidential candidate.

Chairman of the Prosperous Justice Party's (PKS) House faction Mahfudz Siddiq said all factions but the National Mandate Party (PAN) had agreed on a threshold of 20 percent of House seats or 25 percent of popular votes to contest the presidential election.

"The possibility of the House unanimously endorsing the bill is 90 percent," he said on the sidelines of an inter-faction meeting Tuesday night.

The other sticking point is whether the elected president and vice president should be allowed to retain executive posts at their respective political parties. Mahfudz said the decision on the matter would be made prior to the House plenary Wednesday.

Legislators had been unable to agree on any of three proposed thresholds. The Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) and the Golkar Party, which together control 234 of the House's 550 seats, said a party must occupy at least 25 percent of seats at the House to be able to nominate a presidential candidate.

The PKS demanded the threshold be set at 20 percent of House seats or 25 percent of popular votes cast in the legislative election, while other parties, including President Susilo Bambang Yudhoyono's Democratic Party, opted for a lower threshold of 15 percent of House seats and 20 percent of popular votes.

"We want to make the presidential election simple and moderate," Mahfudz said.

Other legislators have said that if the threshold value is decided in a vote, many parties will return to their original, more extreme proposals, such as Golkar and the PDI-P's previous suggestion of 30 percent of House seats and many other smaller parties' proposals of 15 percent.

The PDI-P and the Golkar Party were the only parties that rejected an article requiring an elected president or vice president to resign from a party executive post.

The Golkar Party is now led by Vice President Jusuf Kalla. PDI-P leader Megawati Soekarnoputri did not relinquish her top post at the party when she served as the country's fourth president from 2001 and 2004.

Although political parties are not in favor of passing the bill in a vote, many factions have attempted to lobby support from other factions to endorse their proposals.

The Golkar and the PDI-P need one more major faction to ensure a majority in the vote.

The PDI-P is pushing for a high threshold to guarantee that only a maximum of three candidates can contest the presidential election. This would give Megawati a much better chance of winning the election in the first round.

With his only support coming from the Democratic Party, which has 57 seats at the House, President Yudhoyono needs to keep the threshold low to allow him to run for a second term without having to form a coalition with other parties. -- JP/Abdul Khalik

Tuesday, October 28, 2008

Tak Ada Alasan Menunda Pengesahan RUU Pornografi

Republika, 2008-10-27 06:48:00
'Tak Ada Alasan Menunda Pengesahan RUU Pornografi'

JAKARTA -- Pemerintah diminta memanggil kepala daerah yang menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Pornografi. Mereka perlu mendapatkan penjelasan secara perinci agar tidak terjadi kesalahpahaman.''Pemerintah mesti memanggil gubernur atau bupati yang menolak RUU Pornografi,'' kata Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR, Syarief Hasan, Ahad (26/10).

Pemanggilan ini diperlukan, ujar Syarief, agar pemerintah bisa menyosialisasikan RUU itu secara komprehensif. Dia khawatir, penolakan itu terjadi akibat adanya informasi yang tidak utuh seperti yang terjadi di Bali. ''Bukannya masalah seni budaya ini sudah ada pengecualiannya. Ini yang harus dijelaskan,'' katanya.Sekarang, tidak ada lagi alasan untuk menunda-nunda pengesahannya. Setelah proses di panitia kerja (panja) dan panitia khusus (pansus) RUU Pornografi tuntas, RUU itu harus segera disahkan.

Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, menyatakan, karena pembahasan RUU itu dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan DPR, kewajiban pemerintah pusat-lah untuk menjelaskannya ke pemerintah daerah yang tidak setuju dengan materi RUU Pornografi. Ini mengingat penolakan daerah itu dilakukan secara resmi.''Tapi, kita melihat penolakan itu tidak berdasar. Penolakan itu hanya merefleksikan ketidaktahuan dan kecemasan,'' katanya.

Dalam sambutannya saat Halalbihalal dan Rakernas Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum MUI, KH Sahal Mahfudz, menilai, pembahasan RUU Pornografi saat ini seperti berjalan di tempat. Padahal, RUU itu adalah upaya untuk menyelamatkan bangsa dari bencana jaringan industri seks global. ''Kita tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi di DPR. Apa benar para wakil rakyat itu telah melupakan amanat yang telah diembankan rakyat kepada mereka?'' katanya.

Menteri Agama Maftuh Basyuni berharap RUU Pornografi segera disahkan DPR. ''Saya kira RUU ini sudah merupakan tekad semua pihak, baik pemerintah maupun DPR,'' kata Maftuh.Sementara itu, dukungan agar DPR segera mengesahkan RUU Pornografi di masa sidang yang berakhir 30 Oktober 2008 terus menguat. Di Samarinda, Kaltim, ratusan mahasiswi dari sejumlah perguruan tinggi se-Samarinda menggelar unjuk rasa di Simpang Empat Mal Lembuswana.

''RUU Pornografi bukan untuk kepentingan satu golongan atau agama saja seperti persepsi sebagian masyarakat. RUU itu bertujuan untuk menyelamatkan generasi muda dari kerusakan moral,'' kata Diding Rifila, koordinator aksi dari Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa, kemarin.

Penolakan sebagian kalangan, katanya, akibat pemahaman yang keliru. ''RUU Pornografi sejalan dengan budaya bangsa yang beradab. Tidak masuk akal bila RUU itu dikaitkan dengan disintegrasi bangsa.''Di Bekasi, Jawa Barat, ribuan warga Bekasi meneken petisi antipornografi yang akan disampaikan ke Pansus RUU Pornografi yang diterima oleh ketuanya, Balkan Kaplale. dwo/osa/ant

Sosialisasi Pemilu Belum Maksimal

Sosialisasi Pemilu Belum Maksimal
JAKARTA (SINDO, Sunday, 26 October 2008

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bekerja keras lagi melakukan sosialisasi
pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.
Survei KPU di 25 provinsi dengan 2.500 responden menunjukkan pengetahuan masyarakat tentang
pemilu masih sangat minim. Hasil survei yang paling mengejutkan, ternyata sebanyak 54% responden
mengaku tidak mendapatkan informasi memadai tentang pelaksanaan pemilu. Sementara itu, hanya
12% responden yang mengetahui bulan April 2009 sebagai bulan pelaksanaan pemilu.
Anggota KPU Endang Sulastri mengatakan, responden yang mengaku mengetahui banyak informasi
tentang pemilu hanya 2%, sementara 26% responden mengaku tidak mendapatkan informasi tentang
pemilu.
Selanjutnya, 12% responden mengaku mendapatkan informasi yang cukup tentang pemilu. Yang lebih
mengejutkan lagi, hanya 12% responden yang mengetahui pelaksanaan pemilu pada April
2009.Sementara 27% responden menjawab pelaksanaan pemilu legislatif bukan bulan April 2009 dan
tidak mengetahui metode penandaan dalam pemungutan suara.
Berdasarkan hasil survei tersebut, KPU akan melakukan kampanye lewat media massa. Misalnya
iklan layanan masyarakat di TV, pembuatan brosur,liflet,dan bahan-bahan cetak lain,
ujarnya. Dia
menambahkan, sosialisasi tidak ditentukan oleh KPU. Namun,partisipasi media dan kesadaran pemilih
sangat penting dalam membantu sosialisasi.
Partisipasi pemilu menjadi tanggung jawab sosial bersama,
tandasnya. Anggota Komisi II DPR
Mahfudz Siddiq mengaku tidak kaget dengan survei yang menyebutkan bahwa sedikit anggota
masyarakat yang mengetahui pemilu. Sebab, selama ini KPU sering sibuk dengan masalah
internalnya,
tandas Mahfudz. Dengan kondisi KPU yang terus diragukan, ujar dia, seharusnya
lembaga penyelenggara pemilu ini dapat merangkul banyak pihak untuk membantu sosialisasi.
Misalnya, lembaga swadaya masyarakat yang konsentrasi pada masalah pemilu.
Menurut dia, penting juga dalam sosialisasi KPU menggandeng organisasi kepemudaan. Sebab, tidak
dapat dimungkiri, sangat banyak pemilih pemula yang akan mengikuti Pemilu 2009. Election Program
Manager The National Democratic Institute for International Affairs (NDI) Anastasia Soeryadinata
mengatakan, terhambatnya sosialisasi dari KPU tidak lepas dari anggaran yang kecil.
Dia mengungkapkan, dari informasi yang didapatkan, jika sosialisasi untuk semua tahapan di satu
desa hanya Rp1 juta. Dengan anggaran seperti itu, sosialisasi menjadi maksimal. Dengan fakta
tersebut, KPU harus menggandeng semua pihak. Salah satu yang perlu dirangkul adalah partai politik
(parpol). Sebab, menurut dia, parpol sangat berkepentingan dengan pemilih.
Dia mengungkapkan, salah satu yang perlu disosialisasikan KPU selain mekanisme penandaan dan
teknik kepemiluan adalah daftar pemilih. KPU harus menyosialisasikan secara gencar daftar pemilih
tetap (DPT) yang telah diumumkan.
Sosialisasi KPU memang sudah dikeluhkan sejak awal. Bukan hanya terkait pelaksanaan pemilu saja,
namun dalam penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) dan mekanisme pemungutan suara. Dalam
dua hal ini, kinerja KPU juga dinilai masih lemah. (kholil)

Thursday, October 23, 2008

RUU Pilpres, PKS tunggu angin politik

Tuesday, 21 October 2008 21:56 WIB
WASPADA ONLINE

JAKARTA - Fraksi-fraksi di DPR tak kunjung sepakat dengan syarat persentase pengajuan capres di RUU Pilpres. Demikian juga dengan sikap Fraksi PKS yang memilih menunggu angin politik.

"Lobi tambahan besok (23/10) malam, merupakan penentuan syarat persentase pengajuan capres. PKS berharap akan terjadi titik temu antara fraksi-fraksi. Jika tidak, mau tidak mau harus diselesaikan dengan voting. Apabila dilaksanakan voting, harapan PKS angka-angkanya mendekati 20-25 persen atau pakai PDIP 26 persen," papar Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, tadi sore.

Ketika ditanya berapa persentase syarat pengajuan capres yang diinginkan PKS dalam RUU Pilpres, Mahfudz berujar sambil tersenyum, "Intinya 15-30 persen oke, tergantung angin politik."

Soal pasal rangkap jabatan, Mahfudz menyatakan, persoalan itu tidak akan terlalu rumit pembahasannya asalkan pasal syarat persentase capres sudah disepakati.

Wednesday, October 22, 2008

Syarat 20 Persen bagi Parpol Memadai

Syarat 20 Persen bagi Parpol Memadai
Jika di Atas 25 Persen, Hanya Mungkin Tiga Capres
Rabu, 22 Oktober 2008 | 00:26 WIB

Jakarta, Kompas - Syarat perolehan kursi atau suara yang mesti diraih partai politik atau gabungan parpol untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden-wakil presiden diharapkan akomodatif untuk semua kepentingan. Besaran 20 persen kursi DPR dinilai memadai.

Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari, Selasa (21/10), pemilihan umum harus memberi kesempatan munculnya harapan baru dan regenerasi politik. Peluang itu akan mengecil jika syarat pencalonan dipatok terlalu tinggi. Ada baiknya syarat pencalonan dibuat cukup, tetapi tidak terlalu tinggi. ”Besaran 15 persen sudah baik, lebih pun boleh. Namun, yang jelas, jangan di atas 20 persen,” ujar Qodari.

Menurut Qodari, basis penentuan berdasar kursi atau suara sangat bergantung pada alasannya. Kalau niatnya untuk memperkuat posisi di DPR, basisnya mestinya pada kursi.

Namun, kalau yang dibutuhkan adalah bukti bahwa calon memperoleh dukungan riil di masyarakat, basisnya bisa suara. Keuntungan bergantung pada kekuatan masing-masing parpol, antara yang berbasis di Jawa dan di luar Jawa, karena ”harga” kursi tidak sama.

Hanya tiga calon

Sebelumnya, pengajar Universitas Indonesia, Andrinof A Chaniago, mengingatkan parpol besar agar jangan mengabaikan akal sehat masyarakat umum. Syarat pengajuan 25 persen hanya memungkinkan tiga pasangan calon yang bisa maju. Jika itu yang diberlakukan, ada pengebirian keberagaman aspirasi dalam pemilu presiden sehingga angka partisipasi pemilih pun terancam rendah.

Andrinof juga mengingatkan, undang-undang tidak dibuat untuk kepentingan jangka pendek. Persyaratan tinggi seperti diajukan parpol besar lebih mencerminkan kepentingan menjelang Pemilu 2009. Syarat yang tinggi diusulkan agar parpol besar lebih mudah menekan parpol menengah-kecil dalam membangun koalisi.

Qodari mengharapkan RUU Pemilu Presiden diputuskan secepatnya. Jika memang tidak bisa lewat mufakat bulat, keputusan bisa diambil lewat voting. Semua pihak diyakini sudah paham dengan pilihan masing-masing. Pengunduran agenda hanya menimbulkan ketidakpastian politik bagi parpol, calon presiden, KPU, dan juga masyarakat.

Seperti diberitakan, agenda pengesahan RUU mundur karena perdebatan soal syarat pencalonan terselesaikan. Pengambilan keputusan tingkat pertama dalam rapat panitia khusus diundur ke Kamis (23/10).

Rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah DPR pada Selasa siang sepakat untuk menjadwalkan pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPR mundur lagi dari Selasa (28/10) ke Rabu (29/10). Malam ini rencananya akan diadakan lobi ”terakhir” antara pimpinan parpol dan pemerintah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, besaran yang potensial menjadi rumusan kompromi adalah 20 persen kursi DPR. Yang masih bertahan keras di 15 persen kursi DPR atau 20 persen suara adalah Fraksi Partai Amanat Nasional. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan masih berharap besaran di atas 25 persen. Sedangkan Partai Demokrat setuju menaikkan usul syarat pencalonan menjadi 20 persen kursi DPR. (DIK)

Pengesahan Rancangan Pemilihan Presiden Tertunda

Pengesahan Rancangan Pemilihan Presiden Tertunda
"Ada semangat untuk menghindari voting."
Koran Tempo, 22 Okt 2008

JAKARTA--Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yang semula dijadwalkan disahkan dalam rapat paripurna besok, ditunda. Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Ferry Mursyidan Baldan, pengesahan rancangan itu diundurkan menjadi pada 28 Oktober mendatang.

Molornya pengesahan Rancangan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kata Ferry, berdasarkan usulan empat fraksi, yaitu Golkar, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional. "Keempat fraksi itu mengirim surat kepada pimpinan Panitia Khusus agar pengesahan dimundurkan karena dua materi krusial masih alot dibahas," ujar Ferry saat rapat kerja dengan pemerintah di gedung MPR/DPR kemarin.

Kedua materi krusial itu adalah syarat minimal dukungan yang harus diperoleh partai atau gabungan partai politik untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden. Serta, larangan terhadap presiden merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.

Perihal syarat minimal dukungan, kecuali Fraksi Partai Amanat Nasional, Golkar, dan PDI Perjuangan, semua sepakat mematok 20 persen kursi. Sedangkan Golkar mensyaratkan 25 persen kursi dan PDI Perjuangan 26 persen kursi. Pemerintah sendiri mematok 15 persen kursi atau 20 persen suara.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq mengatakan permintaan mundur atas pengesahan rancangan itu agar fraksi-fraksi memiliki lebih banyak waktu melakukan lobi. "Ada semangat untuk menghindari voting," ujarnya kemarin. Perwakilan keempat fraksi, kata Mahfudz, bertemu pada Minggu malam dan sepakat meminta agar pengesahan ditunda. Selain dua materi krusial dalam rancangan belum disepakati, kata Mahfudz, juga karena mulai ada titik temu dalam pembahasan dua materi krusial tersebut.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Zulkifli Hassan mengatakan fraksinya masih mematok syarat dukungan minimal 15 persen kursi atau 20 persen suara. Ia berharap penundaan pengesahan bisa melahirkan titik temu. "Ini upaya terakhir agar tidak voting."

Hal senada diungkapkan Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarifuddin Hasan. Penundaan pengesahan, kata Syarifuddin, karena syarat minimal dukungan yang diajukan fraksi-fraksi saat ini terlalu bervariasi. Selain sulit mencari titik temu, variasi syarat dukungan menyulitkan perumusan formulasi voting. "Jadi lebih baik ditunda." Kendati begitu, kata Syarifuddin, Demokrat siap berkompromi.

Namun, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Effendy Choirie memprotes pengunduran ini. Rapat kerja, kata Effendy, tak berwenang membatalkan pengesahan rancangan undang-undang yang telah ditetapkan Badan Musyawarah pada 22 Oktober lalu. "Kalau tidak ada titik temu, voting saja," kata Effendy.

Hal senada disampaikan anggota Fraksi Bintang Reformasi, Bahran Andang. Pengunduran pengesahan rancangan undang-undang ini akan membuat masyarakat menilai negatif kinerja Panitia Khusus. Apalagi, kata Bahran, "Tidak ada jaminan 28 Oktober rancangan undang-undang itu bisa disahkan."

Ferry memastikan pengesahan rancangan undang-undang ini bisa dilakukan sebelum masa reses DPR berakhir. Ia optimistis syarat dukungan minimal akan menemui titik temu sebelum dibawa ke rapat paripurna. "Kami alokasikan pada Rabu malam ada lobi lagi," kata Ferry.

Menteri-Sekretaris Negara Hatta Rajasa mengatakan pemerintah tak mempersoalkan pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diundurkan. Ia berharap syarat dukungan minimal bisa disepakati pada lobi terakhir pada Rabu malam nanti. "Jika lobi gagal, harus dirumuskan formulasi voting," ujarnya. Pemerintah, kata Hatta, siap menaikkan syarat dukungan 20 persen jika fraksi-fraksi sepakat pada angka tersebut. "Kalau fraksi sepakat 20 persen, kami ikut," ujarnya kemarin.SUKMA | DWI RIYANTO AGUSTIAR

PKS Sengaja Terima Gratifikasi Untuk Diserahkan ke KPK

Senin, 20 Oktober 2008 23:08 WIB
PKS Sengaja Terima Gratifikasi Untuk Diserahkan ke KPK
Penulis : Akhmad Mustain
JAKARTA--MI: Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) sengaja menerima gratifikasi yang kemudian dilaporkan dan diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua FPKS, Mahfudz Siddiq di Jakarta, Senin (20/10) menjelaskan kenapa ikut menerima, karena dulunya ada kebijakan dari fraksi bahwa dana gratifikasi yang bisa ditolak secara langsung, langsung dikembalikan. "Tetapi kemudian perkembangnya pernah ada kejadian, kita tidak menerima, tapi secara administratif tercatat sebagai penerima," tandasnya.

Karena itu, menurut Mahfudz fraksinya membuat kebijakan agar menerima dahulu gratifikasi, kemudian mengembalikannya ke KPK.

"Selain sebagai bukti otentik, kita juga meminimalisir fitnah yang akan muncul dari situ," tegasnya.

Mengenai posisi dan kaitannya anggota FPKS di komisi empat dengan kasus suap Tanjung Api-api, Mahfudz berujar para anggotanya telah mengembalikan uang gratifikasi tersebut ke KPK sebesar Rp372.200.000. Pengembalian tersebut berasal dari empat anggota FPKS di Komisi IV, yaitu Anwar Sanusi berupa cek perjalanan senilai Rp 10 juta yang diberikan Pemda saat kunjungan kerja ke Tanjung Api-Api, Syamsu Hilal dalam bentuk uang tunai Rp5 juta dan cek perjalanan sebesar Rp 25 juta, diberikan tanggal 14 November 2006.

Kemudian kepada Tamsil Linrung uang tunai Rp 12.200.000, "Tidak ngerti kenapa ada 200 ribunya, buat ongkos taksi kali," ujarnya.

Lalu Suswono yang menerima dua kali yaitu tanggal 14 November 2006 berupa Rp20 juta tunai, Rp 150 juta cek perjalanan dan 2 Juli 2007 Rp150 juta cek perjalanan. "Jadi kami sudah memenuhi aturan dengan melakukan pengembalian ke KPK kurang dari satu bulan," tuturnya. (*/OL-06)

PKS Kembalikan Dana Gratifikasi Rp 1,9 Miliar

PKS Kembalikan Dana Gratifikasi Rp 1,9 Miliar
Gratifikasi yang Diterima sejak 2005
Jawapos, 21 Oktober 2008

JAKARTA - Pada saat banyak anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi dan gratifikasi, FPKS (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera) tetap berupaya menunjukkan komitmen sebagai partai bersih. Sejak 2005 hingga pertengahan 2008, FPKS mengaku telah mengembalikan dana gratifikasi senilai Rp 1,9 miliar ke KPK.

''Fraksi kami punya aturan main internal bila ada pemberian yang bernuansa gratifikasi,'' kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di gedung DPR kemarin (20/10). Seorang anggota FPKS, jelas dia, bisa menolak langsung pemberian dana gratifikasi itu, asal memenuhi dua syarat.

Pertama, dana tersebut dipastikan kembali kepada pemiliknya. Kedua, anggota bersangkutan yakin dirinya benar-benar tidak ikut tercatat secara administratif sebagai penerima. ''Soalnya, ada kasus anggota kami menolak, tetap saja tercatat sebagai penerima,'' ujarnya.

Bila dua syarat itu tidak terpenuhi, lanjut Mahfudz, anggota FPKS diminta menerima gratifikasi tersebut. ''Selanjutnya, dia wajib segera melaporkan pemberian itu kepada pimpinan fraksi untuk dikembalikan kepada KPK,'' jelasnya.

Metode terakhir itu, ungkap dia, dipraktikkan empat anggota FPKS yang duduk di Komisi IV DPR dalam proses alih fungsi hutan lindung Tanjung Api-Api di Sumatera Selatan yang tengah ditangani KPK. Menurut Mahfudz, di antara total Rp 1,9 miliar yang telah dikembalikan ke KPK, Rp 372.200.000 diterima empat anggota FPKS itu.

Mereka adalah Umung Anwar Sanusi yang menerima cek perjalanan Rp 10 juta. Syamsu Hilal menerima uang cash Rp 5 juta dan cek perjalanan Rp 25 juta. Tamsil Linrung menerima uang cash Rp 12.200.000. Suswono menerima cash Rp 20 juta dan cek perjalanan Rp 150 juta.

Menurut Mahfudz, dana gratifikasi itu diterima pada 14 November dalam kunjungan kerja atau survei lapangan ke Tanjung Api-Api. ''Kami telah menyetorkannya ke KPK pada 24 November atau sepuluh hari setelah tanggal diterima,'' jelasnya.

Tak berhenti sampai di sana, imbuh dia, Suswono kembali diberi cek perjalanan Rp 150 juta pada 2 Juli 2007 yang langsung dikembalikan pada 5 Juli 2007. ''Pengembaliannya dilakukan sesuai arahan undang-undang, yaitu kurang dari satu bulan,'' katanya. Dengan demikian, kalaupun ada pemanggilan terhadap mereka, tegas Mahfudz, kapasitasnya hanya sebagai saksi.(pri)

PKS Sudah Kembalikan Dana Gratifikasi

Kasus Tanjung Api-api
PKS Sudah Kembalikan Dana Gratifikasi

Jakarta, 20 Oktober 2008 14:00
Fraksi PKS DPR RI memperjelas posisinya terkait kasus suap alih fungsi lahan Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan, sekaligus mengumumkan bahwa dana gratifikasi yang diterima empat anggota Fraksi PKS DPR sebesar Rp372,2 juta sudah dikembalikan jauh sebelum kasus ini diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu ditegaskan Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddiq didampingi sejumlah anggota Fraksi PKS DPR kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin.

Mahfudz menjelaskan, dalam kasus Tanjung Api-Api, terdapat empat anggota Fraksi PKS yang menjadi anggota Komisi IV DPR menerima gratifikasi. Keempatnya, yaitu Anwar Sanusi berupa cek perjalanan sebesar Rp10 juta diterima saat melakukan kunjungan kerja ke Tanjung Api-Api pada 14 Nopember 2006.

Kedua, gratifikasi telah diterima Syamsu Hilal dalam dua bentuk, yaitu uang tunai (cash) sebesar Rp5 juta dan cek perjalanan Rp25 juta. Dana itu diterima tanggal 14 Nopember 2006.

Ketiga, gratifikasi diterima Tamsil Linrung pada 14 Nopember 2006 senilai Rp12,2 juta. Keempat, diterima Suswono 14 Nopember berupa uang tunai Rp20 juta dan cek perjalanan senilai Rp150 juta.

"Mungkin karena Pak Suswono Wakil Ketua Komisi IV DPR," katanya terkait besarnya nilai dana yang diterima Suswono.

Menurut dia, ke-4 anggota Fraksi PKS ini atas penerimaan tersebut (penerimaan 14 Nopember 2006) telah menyetor semua dana ke KPK pada 24 Nopember 2006 atau 10 hari setelah gratifikasi diterima.

Khusus Suswono, kata Mahfudz, menerima pula gratifikasi sebesar Rp150 juta berupa cek perjalanan pada 2 Juni 2007. Dana itu dikembalikan ke KPK 5 Juni 2007 atau 3 hari setelah diterima.

"Pengembalian ke KPK sesuai UU, kurang dari satu bulan," kata Mahfudz Siddiq.

Dia menyatakan, tanda bukti dan status pengembalian ke KPK akan disampaikan kepada pers. Keempat anggota Fraksi PKS itu juga telah diperiksa KPK sebagai saksi. [TMA, Ant]

Election bill forces factions to cooperate

Election bill forces factions to cooperate

Abdul Khalik, The Jakarta Post, Jakarta

The fear of losing in voting on the presidential election bill is forcing factions in the House of Representatives to seek compromises.

The most contentious issue in the bill centers on the threshold -- the minimum percentage of House seats a party or coalition of parties needs in order to be allowed to nominate its own presidential candidate.

The factions agreed to postpone a meeting of the House's special committee deliberating the bill, from Monday to Thursday to allow for more lobbying to reach an agreeable threshold figure.

Monday's meeting was used to confirm that a voting mechanism would be used in a House plenary meeting scheduled for Wednesday to pass the bill.

"The plenary meeting is postponed to Oct. 28 from the initially scheduled Oct. 22, to allow for more lobbying, and to avoid going to a vote," said special committee chairman Ferry Mursyidan Baldan.

After sticking to their proposed 15 percent threshold, the Democratic Party and the National Mandate Party (PAN) eventually raised their demanded limit to 20 percent, following intense lobbying between leaders of major parties over the weekend.

The increase in the threshold closes the gap on the threshold proposed by the Golkar Party and the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), which had both reduced their initial 30 percent threshold to 25 percent.

Other major parties, including the United Development Party (PPP), the Prosperous Justice Party (PKS) and the National Awakening Party (PKB), are pushing for a 20 percent threshold, putting pressure on Golkar and the PDI-P to further lower their limits.

"We hope the one-week delay will allow us to agree on a threshold percentage of between 20 and 25 percent, and to avoid passing the bill through a vote," said Mahfudz Siddiq, chairman of the PKS faction at the House.

A vote is considered the least desirable way of passing the bill, because no faction in the House believes it can win in a vote.

In addition, if the voting mechanism was used, all the factions could be forced to choose between either a 15 percent or 30 percent threshold, thus putting them back at square one, with Golkar and the PDI-P staying at 30 percent, and the others likely to vote for 15 percent.

"We don't want to vote on the threshold because we are not sure we can win, even though Golkar and the PDI-P can unite over this. If we lose, then we have to live with a 15 percent threshold," said Rully Chairul Azwar, Golkar deputy secretary-general.

Golkar and the PDI-P have 128 and 109 House seats respectively out of the total 550.

With his only support coming from the Democratic Party, which has 57 seats in the House, President Susilo Bambang Yudhoyono needs to keep the threshold low to allow him to run for a second term without needing to form a coalition with other parties.

The PDI-P is pushing for a high threshold, to guarantee a maximum of only three candidates contest the presidential election. This would give PDI-P chairwoman Megawati Soekarnoputri a much better chance of winning the election in one round.

Recent surveys suggest she could win in a single round if the election was contested by more than two candidates, but would lose in a head-to-head against Yudhoyono.

Golkar is also seeking a high threshold as it tries to boost party chairman and Vice President Jusuf Kalla's bargaining position vis-a-vis the PDI-P and Yudhoyono.

Observers say the 15 percent threshold would ensure that at least four presidential candidates contest the 2009 race, making a runoff vote highly likely, with no contender expected to win more than 50 percent of votes in the first round.

A 30 percent threshold, observers add, would allow only for two contenders.

Tuesday, October 21, 2008

Agenda Pengesahan Mundur

RUU PEMILU PRESIDEN
Agenda Pengesahan Mundur
Kompas, Selasa, 21 Oktober 2008 | 00:16 WIB

Jakarta, Kompas - Agenda pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden mundur. Semestinya pengambilan keputusan tingkat pertama di rapat panitia khusus dilaksanakan Senin (20/10) siang, tetapi diundur ke Kamis. Imbasnya, pengambilan keputusan di Rapat Paripurna DPR pun mesti mundur ke 28 Oktober dari rencana awal 22 Oktober.

Pengunduran tersebut dipicu oleh surat permintaan yang diajukan Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang baru dikirimkan pada Senin siang. Alasan keempat fraksi meminta pengunduran jadwal adalah agar ada tambahan waktu untuk mencapai kesepakatan.

Rapat yang dipimpin Ketua Pansus Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golkar, Jawa Barat II) sempat dilaksanakan, tetapi akhirnya hanya menghasilkan kesepakatan soal pengunduran jadwal. Disepakati juga soal lobi ”terakhir” pada Rabu malam. Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa selaku wakil pemerintah mengaku tidak keberatan dengan pengunduran jadwal tersebut.

Anggota Pansus, Lukman Hakim Saifuddin (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) dan Bahran Andang (Fraksi Partai Bintang Reformasi), mempertanyakan alasan penundaan agenda pengambilan keputusan justru ketika semua pihak sepakat bahwa RUU harus tuntas pada masa persidangan DPR sekarang. Tidak ada alasan kuat untuk mengundurkan agenda persetujuan tingkat pertama.

Secara terpisah, Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan, Ketua F-PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq mengakui, ada komunikasi politik di antara mereka terkait dengan syarat pencalonan. Permintaan penundaan karena kesepakatan ”sudah semakin dekat”.

Kalaupun akhirnya tidak ada kesepakatan juga, sementara masa persidangan sudah akan berakhir 30 Oktober, memang tidak ada pilihan lain selain voting. (dik)

Hindari Voting, RUU Pilpres Molor Lagi

Hindari Voting, RUU Pilpres Molor Lagi

JAKARTA - Pengambilan keputusan tingkat I dan II Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (RUU Pilpres) yang dijadwalkan kemarin dan besok dibatalkan.

Hal itu menyusul adanya surat dari empat fraksi, masing-ma­sing FPG, FPD, FPAN, dan FPKS yang me­minta pengambilan keputusan tingkat I dan II RUU Pilpres diundur.

Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pilpres, Ferry Mursyidan Baldan, alasan keempat fraksi meminta penundaan adalah untuk meminta waktu tambahan melakukan lobi antarfraksi sehingga kedua pasal yang belum selesai dapat diputuskan tanpa melalui voting.

’’Setelah dibicarakan, pansus menye­pakati adanya penundaan. Namun penundaan ini tidak boleh melebihi batas waktu hingga masa sidang sekarang berakhir.

Pengambilan keputusan tingkat I sendiri akan diambil Kamis (23/10), sedangkan keputusan tingkat II dilakukan pada rapat paripurna tanggal 28 Oktober mendatang,’’ jelasnya usai rapat kerja pansus dengan pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Politikus dari FPG ini menyatakan, pimpinan pansus sudah menyiapkan surat untuk disampaikan ke pimpinan DPR yang selanjutnya akan disampaikan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diagendakan di rapat paripurna DPR. ’’Penundaan ini diharapkan bisa dioptimalkan untuk lobi lintas fraksi guna memperoleh titik temu terutama pasal yang menyangkut syarat dukungan,’’ tambahnya.

Ketua FPKS Mahfudz Siddiq mengungkapkan, penundaan yang diusulkan fraksinya disebabkan adanya komunikasi dengan beberapa fraksi untuk mencari titik temu berkaitan dengan syarat dukungan pengajuan capres/cawapres.

’’Kalau memang dibutuhkan waktu lagi untuk mencapai kompromi, tentu kami akan mendukung. Namun, pengunduran ini tidak boleh melewati masa sidang sekarang,’’ ujarnya.

Sementara Ketua FPPP Lukman Hakim Saifuddin menyayangkan adanya pengunduran pengambilan keputusan tingkat I dan II, karena alasan yang disampaikan sebenarnya tidak kuat.

Dia meminta, pengunduran jadwal pengambilan keputusan hanya untuk tingkat II, sedangkan pengambilan keputusan tingkat I tetap dilaksanakan sesuai jadwal. ’’Kalau ditunda, apakah tidak bisa dipertimbangkan untuk pengambilan keputusan tingkat I bisa dilakukan sekarang. Selain itu, semua fraksi juga harus mempunyai komitmen yang sama bahwa tanggal 28 pengesahan RUU dapat dilakukan,’’ tandasny

Siap Menaikkan

Adapun Ketua FPD, Syarif Hasan mengatakan, selain meminta penundaan, fraksinya juga siap menaikkan tawaran dari 15 persen kursi menjadi 20 persen kursi untuk mencapai kesepakatan. ’’Bahkan kami siap tidak memasukkan syarat berbasis suara. Kalaupun ada, kami siap menaikkan tawaran ke 25 persen suara,’’ katanya.

Sementara PDI-P dan PAN belum bergeser dari tawaran semula. Wakil Ketua Pansus dari FPDI-P Yasonna H Laoly menegaskan, hingga kini usulan PDI-P masih berbasis pada kursi, yaitu 25 persen kursi. ’’Namun, tidak tertutup kemungkinan kami berubah sikap sesuai perkembangan,’’ ujarnya.

Wakil Ketua Pansus dari FPAN Andi Yuliani Paris menandaskan, PAN tetap berpegang pada 15 persen kursi atau 20 persen suara, karena fraksinya sudah menaikkan tawaran berkali-kali mulai dari tawaran awal 2,5 persen.

Sementara itu, pemerintah yang diwakili Mensesneg Hatta Radjasa tidak mempermasalahkan adanya penundaan pengambilan tingkat I dan II terhadap RUU Pilpres. Sebab pemerintah hanya menunggu kesepakatan yang dicapai fraksi-fraksi di DPR.

’’Kita masih optimistis akan ada titik temu. Pemerintah sendiri akan melihat seperti apa kesepakatan tersebut. Kalau tidak sepakat, tentu sikap pemerintah seperti yang ada di draf RUU itu. Nah nanti dalam votingnya itulah seperti apa yang dihasilkan oleh fraksi-fraksi,’’ ujarnya.

Hatta mengatakan, rencananya masih akan dilakukan lobi informal pada Rabu (22/10) untuk menyelesaikan masalah syarat dukungan dan boleh tidaknya capres terpilih merangkap sebagai pimpinan parpol. ’’Ini yang akan kita optimalkan. Kalau tidak terjadi musyawarah maka masuk ke voting, dan sudah harus jelas opsinya,’’ tuturnya.

Pemerintah menginginkan agar usulannya dalam draf RUU Pilpres, masuk menjadi salah satu opsi dalam voting. Karena itu pemerintah menyarankan opsi dalam voting ada tiga, mengingat opsi pemerintah merupakan draf RUU.(J22-49)

ALIH FUNGSI HUTAN TANJUNG API-API

21/10/2008 10:05:44 JAKARTA (KR) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (20/10) memeriksa Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan lindung di Banyuasin Sumatera Selatan untuk proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api. Usai diperiksa, Ketua Umum Partai Bulan Bintang ini menegaskan proyek itu sesuai prosedur dan tidak ada kaitan suap. Kaban tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB. Ia membenarkan dirinya dimintai keterangan untuk kasus alih fungsi hutan Tanjung Api-api di Sumatera Selatan. ”Kasus ini terkait dengan Yusuf Emir Faishal,” katanya sebelum memasuki ruang pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta. Juru Bicara KPK, Johan Budi SP membenarkan kalau tim penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kaban. ”Yang bersangkutan dimintai keterangan sebagai saksi,” ujarnya. Saat didesak sejauh mana keterlibatan Kaban, Johan belum bisa menjelaskan. ”Pemeriksaan kan masih berlangsung. Kita masih mengumpulkan data tambahan terkait kasus Tanjung Api-api,” tutur Johan. Sebagaimana diketahui, dugaan korupsi alih fungsi hutan lindung di Sumatera Selatan menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api telah menjerat tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Ketua Komisi IV DPR Yusuf Emir Faishal, anggota Komisi IV DPR Sarjan Taher dan pengusaha Chandra Antonio Tan. Sehubungan hal itu KPK menduga telah terjadi pemberian uang sedikitnya Rp 5 miliar kepada beberapa anggota DPR untuk memperlancar alih fungsi tersebut. Terkait dengan kasus ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengakui ada empat anggotanya di Komisi IV kecipratan dana tersebut. * Bersambung hal 23 kol 1 Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq dalam jumpa pers di DPR menyebutkan, mereka yang menerima uang sudah menyerahkannya ke KPK. ”Penyerahan itu berlangsung sepuluh hari setelah menerima dana tersebut. Total dana yang dikembalikan Rp 372,2 juta,” ujarnya. Menurut Mahfudz, empat anggotanya yang menerima dana tersebut adalah Umung Anwar Sanusi menerima cek perjalanan senilai Rp 10 juta yang diterima saat kunjungan kerja ke Tanjung Api-api, Syamsul Hilal menerima dalam dua bentuk uang tunai Rp 5 juta dan cek perjalanan Rp 25 juta dan diterima pada 14 November 2006 lalu. Selain itu Tamsil Linrung menerima dana Rp 12,2 juta tanggal 14 November 2006 dan Suswono, wakil ketua Komisi IV saat itu menerima dana dalam dua tahap yakni 14 November 2008, menerima uang tunai Rp 20 juta dan cek perjalanan Rp 150 juta. Sedang penerimaan ke dua pada 2 juli 2007 senilai Rp 120 juta. (Ful/Edi/Don)-n

PKS Mantap Terima Ajakan Koalisi PDIP

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memantapkan diri menerima ajakan koalisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Bahkan PKS bersedia menerima konsekuensi koalisi tersebut seperti menerima posisi sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2009.

Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, saat ini pihaknya masih menjajaki komunikasi sejauh mana titik temunya dan titik bedanya dari dua partai. Namun pada dasarnya sudah banyak hal yang ketemu dari dua partai berideologi berbeda itu.

Misalnya, mengenai kendala perbedaan ideologi sudah bisa diatasi. "Satu hal yang berhasil kami dekatkan antara PKS dan PDIP adalah pimpinan partai ini sudah tidak ada lagi pikiran-pikiran men-dikotomikan politik aliran," jelas Mahfudz. kemarin.

Ketua Fraksi PKS DPR ini menjelaskan kedua partai sudah menegaskan pemahaman bahwa tidak benar stigma bahwa PKS partai religius dan PDIP artai sekuler. Pemahaman yang ada adalah PKS sebagai partai religius yang mengusung agenda kebangsaan, dan PDIP adalah partai kebangsaan yang juga peduli pada hal-hal yang sifatnya religius.

Soal pencapresan juga tidak ada kendala, sebab menurut Mahfidz pihaknya tidak masalah mengambil posisi sebagai cawapres Megawati.

"Dalam pemikiran politik PKS itu masih sesuatu yang masih bisa diterima," tandasnya.

Mengenai apakah PKS menerima presiden perempuan, Mahfidz mengatakan pihaknya tidak masalah. Dia mengatakan perdebatan mengenai hal itu sudah selesai. (Dian Widiyanarko/Sindo/lsi)

Koalisi PKS & PDIP Baru Sebatas Wacana

JAKARTA - Isu koalisi antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hingga kini terus bergulir. Namun bagi PKS, hal ini baru sebatas wacan dan pemanasan awal.

Hal ini diungkapkan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq kepada okezone, Jumat (19/9/2008), saat menanggapi pernyataan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) Taufiq Kiemas, kemarin.

"Sampai dengan pelaksanaan pileg (pemilihan legislatif), PKS masih konsentrasi pada kerja-kerja pemenangan pemilu. Sedangkan koalisi akan terjadi dalam konteks pilpres dan secara riil baru akan dibangun pasca pileg," jelasnya.

Namun begitu, Mahfudz menambahkan, PKS terbuka untuk berkoalisi dengan partai manapun. "Selama ada kesamaan agenda yang dituangkan dalam kontrak politik," ucapnya.

Menurutnya, koalisi berdasarkan kategorisasi ideolog atau aliran mungkin dapat terjadi. Tapi, tidak akan produktif bagi semangat konsolidasi semangat kebangsaan. "Apalagi di kancah persaingan global," ujarnya.

Apa yang diucapkan Mahfudz memunculkan pertanyaan, apakah ini tanda bahwa PKS tidak akan mempermasalahkan perbedaan ideologi. Mahfudz menjawab, "Iya." (lsi) (kem)

Pengesahan RUU Pilpres Diundurkan

Pengesahan RUU Pilpres Diundurkan

JAKARTA, (PR).-
Seluruh fraksi DPR sepakat mengundurkan jadwal pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) karena masih berkutat dalam perbedaan syarat dukungan mengajukan calon. Tadinya, RUU Pilpres akan disahkan dalam rapat paripurna DPR, Rabu (22/10). Namun, ada empat fraksi di DPR RI meminta pengesahan RUU Pilpres itu ditunda menjadi 28 Oktober karena masih adanya perbedaan.

"Ada empat fraksi yang meminta penundaan pengesahan itu, yakni Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat, PKS, dan PAN," kata Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pilpres Ferry Mursyidan Baldan di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (20/10).

Menurut Ferry, keempat fraksi beralasan, penundaan itu dimaksudkan untuk mengoptimalkan pembahasan RUU Pilpres. Ada dua materi krusial, yakni menyangkut persyaratan perolehan suara bagi parpol yang berhak mengajukan capres dan cawapres pada Pemilu 2009 dan masalah rangkap jabatan.

Dari hasil lobi terakhir, Fraksi Golkar sudah menurunkan syarat dukungan capres/cawapres dari 30% menjadi 25% perolehan suara DPR. Begitu juga Fraksi PDIP yang tadinya ngotot berada di 30% menjadi 26% suara untuk syarat dukungan capres/cawapres.

Partai menengah, seperti PKS, PKB, dan PAN sudah menaikkan dari 15 persen menjadi 20 persen. Sementara Partai Demokrat masih bertahan pada angka 15 persen.

Ferry mengatakan, usul penundaan dapat diterima pimpinan Pansus RUU Pilpres. "Asal penundaan tak melebihi masa sidang DPR saat ini yang berakhir 30 Oktober," katanya.

Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq mengatakan, pada posisi lobi terakhir belum berhasil mendekatkan dua persentase perbedaan yang sudah mulai mengerucut itu. Sehingga, PKS setuju perlu diberi kesempatan komunikasi pada level yang lebih tinggi untuk menghasilkan kesepakatan maksimal.

"Kami mendukung menghindari voting. Kami sudah kasih kesempatan fraksi-fraksi untuk komunikasi," kata Mahfudz.

Jika nantinya harus voting, kata Mahfudz, PKS terbuka pada kisaran 15-30 persen. "Itu tergantung dari dinamika ke depannya. Secara prinsip, apa pun yang terjadi harus selesai pada masa sidang sekarang," katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKB Effendi Choirie semula menilai penundaan pengesahan RUU Pilpres itu tidak ada urgensinya. Bahkan ia mengatakan, PKB sudah siap jika memang harus voting untuk menyelesaikan RUU Pilpres itu.

"Kalau penundaan itu tidak bisa memberikan titik terang, ya sudah voting dong! Kita sudah capai, dan siap voting," kata Effendi. (A-130/A-109)***
Penulis:
Back

© 2007 - Pikiran R

PKS Mantapkan Koalisi PDIP

SINDO, Tuesday, 21 October 2008
JAKARTA (SINDO) – Penjajakan koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) semakin konkret. PKS sudah memantapkan diri untuk menerima berbagai konsekuensi setelah berkoalisi dengan PDIP.


Di antaranya PKS tidak mempersoalkan kepemimpinan perempuan dan siap menempatkan kadernya, Hidayat Nur Wahid, sebagai calon wakil presiden (cawapres) untuk mendampingi Megawati Soekarnoputri. Soal perbedaan ideologi sudah bisa diatasi dengan menghilangkan sekat-sekat politik antara basis nasionalis dan Islam.

”Satu hal yang berhasil kami dekatkan antara PKS dan PDIP adalah pimpinanpartaiinisudahtidak ada lagi pikiran-pikiran mendikotomikan politik aliran,” ungkap Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq di Gedung DPR,Jakarta,kemarin. Mahfudz mengakui tajamnya perbedaan di antara kader dan massa PKS sejak wacana koalisi PKS-PDIP mengemuka.

Namun,sebagai partai berbasis kader,Majelis Syura diyakini mampu menjawab semua tanggapan dan keberatan yang muncul dari arus bawah, terutama masalah perbedaan ideologi. Karena itu, keputusan koalisi PKS-PDIP nantinya diharapkan menjadi kebijakan Majelis Syura PKS yang akan bersidang pada 24–26 Oktober 2008 di Jakarta. Sekadar untuk diketahui, 99 anggota Majelis Syura PKS akan mengadakan musyawarah dengan salah satu agenda membahas berbagai isu yang berkembang terkait Pemilu 2009.

Majelis Syura PKS merupakan pihak yang berwenang memutuskan siapa calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) yang akan digadang partai itu, termasuk dengan siapa partai kader ini akan berkoalisi. Meski demikian, para petinggi PKS meyakini bahwa semua perkembangan politik saat ini sudah masuk dalam catatan Majelis Syura.

Karena itu, kalangan DPP optimistis bahwa ajakan koalisi dengan PDIP bisa terealisasi. Apalagi,DPP PKS telah melakukan kajian jika berkoalisi dengan partai berjuluk Moncong Putih tersebut. Menurut Mahfudz, pihaknya telah menjajaki dan berkomunikasi untuk mendapatkan titik temu antarkedua partai. Hasilnya,PKS menemukan banyak kesamaan dengan PDIP meskipun berbeda ideologi. Mahfudz mementahkan pendapat kalangan pengamat politik yang cenderung mendikotomikan perbedaan ideologi dan basis massa kedua partai.

”Kedua partai sudah menegaskan pemahaman bahwa tidak benar stigma PKS sebagai partai religius dan PDIP partai sekuler. Pemahaman yang ada adalah PKS sebagai partai religius yang mengusung agenda kebangsaan dan PDIP adalah partai kebangsaan yang juga peduli pada hal-hal yang sifatnya religius,” tandas Ketua Fraksi PKS DPR ini. Soal capres perempuan, Mahfudz mengakui tidak ada masalah.Dia mengatakan perdebatan mengenai hal itu sudah selesai.

”Setiap keputusan akan dijelaskan.Yang tidak paham bisa jadi paham dan yang berpandangan berbeda akandijelaskan,”ungkapnya. Presiden PKS Tifatul Sembiring menguatkan pernyataan Mahfudz. Namun, jawaban Tifatul tidak segamblang Mahfudz soal ajakan PDIP.Tifatul mengatakan, PKS akan membangun koalisi partai Islam dan nasionalis pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.

Dia menilai koalisi harus dilakukan terhadap partai yang berbeda segmen pemilihnya untuk memperkuat pemerintah maupun lembaga legislatif pada periode 2009–2014. ”Koalisi antarpartai mutlak dilakukan.Ada partai Islam, ada juga partai nasionalisnya. Ini harus dipertahankan ke depan,” ujar Tifatul Sembiring. Seperti diberitakan,PDIP mempertegas keinginannya berkoalisi dengan PKS.

Koalisi PDIP-PKS menjadi alternatif kedua partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu jika tawarannya ditolak Partai Golkar. Seperti diketahui, karena tidak mendapat jawaban dari PKS, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat DPP PDIP Taufiq Kiemas kembali melontarkan ajakan berkoalisi dengan Partai Golkar. Taufiq menyebutkan koalisi PDIP-Golkar adalah rencana (plan) A dan koalisi PDIP-PKS adalah rencanaB.

Namun,PKS tampaknya tidak mau kehilangan momentum. Bagi PKS,pihaknya mengajukan syarat bagi parpol yang akan didekati untuk membangun koalisi. Syarat tersebut adalah meraih suara signifikan pada pemilu legislatif atau minimal lolos electoral threshold.”Kami melihat untuk bisa kuat di pemerintahan dan legislatif minimal bisa dapat dukungan 40% suara. Jadi bisa dengan yang punya suara signifikan dan beberapa partai lolos ET,” ungkap Tifatul. (dian widiyanarko/ rd kandi)

Monday, October 20, 2008

Partai Menengah Tunggu Sikap PDIP dan Golkar

Partai Menengah Tunggu Sikap PDIP dan Golkar

Minggu, 19 Oktober 2008 | 18:27 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saifuddin mengatakan partai menengah akan menunggu sikap dua partai besar, PDIP dan Partai Golkar untuk berkompromi dengan menurunkan syarat pengajuan calon presiden dan calon wakil presiden dari 25 persen kursi. Menurut dia, partai menengah sudah mentok di angka 20 persen kursi.

"Kami tidak mungkin menaikkan prosentase syarat dukungan dukungan itu," katanya saat dihubungi, Minggu (19/10).

Dia menambahkan semua partai yang semula mendukung syarat pengusung itu pada 15 persen kursi, kini telah mau berkompromi dengan angka yang moderat, 20 persen kursi. "Partai Demokrat dan PAN yang sebelumnya ngotot di 15 persen, sudah mau kompromi," katanya. PKB, PKS, PDS, BPD dan PBR sudah mendukung syarat 20 persen itu.

"Jika PDIP dan Partai Golkar tidak mau menurunkan syarat pencalonan dan tidak ada titik temu, voting tidak terhindarkan," katanya. Jika terjadi voting, maka partai akan kembali kepada posisi awal, dan hanya ada dua pilihan syarat dukungan 15 persen kursi atau 30 persen kursi. "Dan kami akan kembali pada usulan awal, 15 persen," tandas Lukman.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari Fraksi Partai Amanat NAsional (PAN) Andi Yuliani Paris. Andi mengatakan partainya belum akan mengubah syarat dukungan. "Ini kan tinggal menunggu sikap PDIP dan Golkar mau turun atau tidak. Kami sudah naik hingga 6 kali lipat, PDIP hanya turun 1 persen," katanya.

Namun, Andi mengakui masih terbuka kompromi hingga menjelang pengambilan keputusan tingkat dua di rapat paripurna, Rabu (22/10). "Masih ada kesempatan dalam lobi informal. Diharapkan ada perkembangan dua hari ke depan," katanya.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Syariefuddin Hasan mengatakan kompromi partai hanya hingga angka 20 persen kursi. "Angka kompromi tidak terlalu besar, bisa jadi hingga 20 persen saja," katanya. "Jika tidak ketemu, ya voting. Namun kami usahakan tidak sampai voting," katanya.

Sementara, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menjelaskan jika dilakukan voting, PKS bisa fleksibel mendukung 15 persen atau 30 persen. "Kami akan mengikuti dinamika politik seperti apa nanti, kedua pilihan itu sangat strategis," katanya.

Dukungan 15 persen, kata dia, masih memungkinkan untuk memunculkan calon alternatif, sedangkan dukungan 30 persen agar tercipta pemerintahan yang efektif.

Mahfudz berharap kompromi bisa terjadi. "PKS usul angka 20 persen sebagai penengah, masih memungkinkan untuk menciptakan koalisi," katanya. "Jika dipaksa voting maka partai akan kembali pada sikap awal." PKS pada awalnya mendukung syarat pengajuan calon 30 persen.

Sedangkan soal larangan rangkap jabatan pimpinan partai bagi calon terpilih, Lukman menuturkan delapan fraksi masih menolak. "Sikap masih tetap," katanya. Jika tidak ada titik temu, hal ini juga akan divoting, tandasnya.


Eko Ari Wibowo

Party interests rule bill deliberation

Party interests rule bill deliberation

National News - October 18, 2008

Abdul Khalik and Desy Nurhayati, The Jakarta Post, Jakarta

Political parties' ambitions to cling to power and their attempts to improve on their bargaining position ahead of the 2009 elections have dominated and delayed the deliberation of the presidential election bill.

President Susilo Bambang Yudhoyono, through his ministers and his Democratic Party, has tried to keep the threshold -- the minimum percentage of House seats held by a party or coalition of parties to nominate their presidential candidate -- as low as possible.

With his only support coming from the Democratic Party, which garnered 8 percent of national votes, Yudhoyono needs to keep the threshold low to allow him to run for president again without needing to form a coalition.

Both Home Affairs Minister Mardiyanto and State Secretary Hatta Radjasa have said the government-proposed 15 percent threshold was an ideal choice because it would allow for more presidential candidates.

"The government is just being consistent. In 2004, we had a 3 percent threshold. That's why a 15 percent threshold is already a huge leap," Hatta said Friday.

Observers say the 15 percent threshold would also ensure the presence of at least four presidential candidates for the 2009 election, and make a runoff vote highly likely because no contender would get more than 50 percent of the vote in the first round of polling.

Recent surveys suggest Megawati Soekarnoputri, chairwoman of the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), could win the first round if it was contested by more than two candidates, while Yudhoyono would win a head-to-head against Megawati.

Analysts say this explains the PDI-P's push for a 26 to 30 percent threshold to allow for only three candidates to contest the election and thus hand Megawati a big chance of winning the presidency in one round.

Mahfudz Siddiq, head of the Prosperous Justice Party (PKS) faction at the House of Representatives, said his party's analysis suggested that even a 20 percent threshold would allow for only three candidates to run.

"Our party supports a single round of voting, to cut costs in this time of crisis. I think a 20 to 25 percent threshold will guarantee a one-round election, but we are still willing to set the threshold somewhere between 15 and 30 percent," he said.

The Golkar Party, the country's biggest, is also calling for a high threshold as it tries to improve on its own and Vice President Jusuf Kalla's bargaining position vis-a-vis the PDI-P and Yudhoyono. Golkar has reduced its initial proposal of a 30 percent threshold to 25 percent, and insists it will not go lower.

"We are ready to vote for that," Golkar secretary-general Sumarsono said.

Kalla, the Golkar chairman, earlier hinted at his willingness to run again with Yudhoyono. On Thursday, however, Kalla met with National Awakening Party (PKB) and PKS leaders to lobby for Golkar's 25 percent threshold proposal.

With a coalition likely between Golkar, the PDI-P, the PKB and the PKS, these parties could win an expected vote at a House plenary meeting next Wednesday to pass the presidential election bill.

Wednesday, October 15, 2008

Silahturahmi Aleg Dapil 3 Indramayu


Drs. H. Mahfudz Siddiq M.Si, memberikan sambutan dan taujih pada acara Silahturahmi Aleg Dapil 3, di Indramayu, Ahad, 12 Oktober 2008

Rekaman Taujih di Radio RRI Cirebon


Drs H.Mahfudz Siddiq M.Si, sedang rekaman taujih PKS di Radio RRI Cirebon, Sabtu, 11 Oktober 2008

Halal Bihalal DPD Kab Cirebon


Drs H. Mahfudz Siddiq M.Si, dalam acara Halal Bihalal DPD Kab Cirebon yang dihadiri oleh gubernur Jawa Barat

PKS Setuju Larangan Capres Rangkap Jabatan

PKS Setuju Larangan Capres Rangkap Jabatan
Okezone, Selasa, 14 Oktober 2008 - 14:11 wib

JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyambut positif pernyataan Ketua Pansus RUU Pilpres Ferry Mursyidan Baldan mengenai larangan rangkap jabatan antara calon presiden (capres) dan ketua partai politik (parpol) tempatnya bernaung.

"PKS setuju saja, tidak ada masalah," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq kepada okezone via telepon, Selasa (14/10/2008).

Seperti diketahui, Ferry mengusulkan ketua umum dan sekretaris jenderal partai tidak boleh rangkap jabatan jika mengajukan diri menjadi capres. Ini juga berlaku untuk dewan syuro dan dewan pembina.

Untuk dewan syuro dan dewan pembina, Mahfudz pun mendukung. "Namun biasanya yang menjadi kandidat capres dan cawapres bisanya ketua umum partai (eksekutif partai). Kalau mau semua ya semua, saat ini yang diatur di UU drafnya dibatasi di ketua umum partai," tuturnya.

Hal tersebut, menurutnya, dikarenakan tugas dan wewenang antara jabatan eksekutif di parpol dengan jabatan dewan syuro atau dewan penasehat berbeda. "Karena tugasnya eksekutif di partai beda dengan dewan syuro. Misalnya di PKS, majelis syuro kewenangannya diatas eksekutif atau presiden PKS. Tapi dewan syuro di PKS bukan eksekutif," pungkasnya. (lsi)

PKS Usulkan 20 Persen Syarat Dukungan Capres

PKS Usulkan 20 Persen Syarat Dukungan Capres
Selasa, 14 Oktober 2008 - 15:10 wib

OkezoneJAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengusulkan syarat minimum dukungan calon presiden (capres) yakni 20 persen. Ini merupakan lobi terakhir PKS dalam membahas rancangan undang-undang (RUU) Pilpres.

"Kita (PKS) ajukan 20 persen," kata Ketua Fraksi PKS M Mahfudz Siddiq kepada okezone via telepon, Selasa (14/10/2008).

Hal tersebut, lanjutnya dilakukan fraksi demi mencari jalan tengah antara fraksi-fraksi yang belum mencapai kesepakatan dalam angka persentase pengajuan dukungan capres dan cawapres dalam RUU Pilpres.

"Kita coba ajukan jalan tengah yaitu dengan mengajukan 20 persen kursi," tuturnya.

Lebih lanjut, Mahfudz mengatakan, usulan tersebut juga mendapat dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). "PPP juga sudah setuju, mudah-mudahan ini dapat disetujui oleh semua pihak," harapnya. (lsi)

odaan Menjadi Presiden Terlalu Besar

Godaan Menjadi Presiden Terlalu Besar

JAKARTA, SABTU-Godaan untuk terus menjadi presiden terlalu besar untuk diabaikan. Keinginan untuk berkuasa menjadi pendorong utama bagi kelompok elite politik untuk terus berkompetisi memperebutkan posisi presiden. Bahkan, jika perlu, dengan mengingkari pandangan politik sebelumnya.

Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Strategis Merdeka (PPS Merdeka) Boni Hargens, Jumat (3/10) di Jakarta, menyebutkan, elite politik di Indonesia kebanyakan tidak memiliki imajinasi demokrasi, di mana prinsip kesejahteraan umum dan kejujuran terhadap rakyat mesti dikedepankan. Mereka lebih banyak dirasuki pragmatisme yang berlebihan sehingga mereka terbiasa menabrak rambu-rambu etika berpolitik.

Boni yang juga pengajar ilmu politik di Universitas Indonesia (UI) menilai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan M Jusuf Kalla telah gagal mengemban amanat rakyat. Langkah paling ideal, keduanya tidak lagi maju dalam Pemilihan Umum 2009. Toh faktanya, terdapat kader di Partai Demokrat dan Partai Golkar yang mumpuni dan bisa menggantikan keduanya untuk diajukan sebagai calon dalam Pemilu 2009. Majunya Yudhoyono dan Kalla menjadi cermin sirkulasi elite yang tersendat. ”Yang terjadi malah tidak ada konsistensi dalam bersikap,” ujar Boni.

Catatan Kompas, Yudhoyono dalam posisi sebagai calon presiden saat menerima seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), 31 Agustus 2004, mengaku sanggup dan siap menjadi presiden hanya dalam satu periode. Namun, seperti disebutkan Ketua Umum IMM Ahmad Rofiq, Yudhoyono tetap berpegang pada mekanisme demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat. Yudhoyono menghormati mekanisme demokrasi, tetapi satu atau dua periode yang akan menentukan adalah rakyat yang memiliki kedaulatan.

Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai, niat Yudhoyono maju lagi dalam Pemilu 2009 kemungkinan didorong rasa percaya diri yang naik karena harga minyak dunia yang turun dan indeks persepsi korupsi Indonesia versi Transparency International Indonesia yang membaik. Yudhoyono pastilah meniatkan koalisi agar jangan terkesan sendirian. Semakin tinggi syarat pencalonan, semakin berat tugas koalisi karena semakin banyak parpol yang mesti disertakan.

Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum secara terpisah menyatakan, Yudhoyono bersedia maju lagi karena perubahan yang baik perlu dilanjutkan dan dijaga kontinuitasnya. Kemajuan dan perbaikan keadaan layak dilanjutkan lima tahun lagi.

Soal koalisi, Partai Demokrat tidak ingin bekerja sendirian. Pasangan Yudhoyono ditentukan oleh faktor kecocokan, kekompakan kerja, pembicaraan partai politik koalisi, dukungan rakyat, dan efektivitas pemerintahan. ”Siapa orangnya ditetapkan setelah pemilu legislatif dan terbuka untuk tetap dengan JK,” kata Anas.

Sementara Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq mengapresiasi pernyataan Yudhoyono mengenai kesiapannya maju dalam Pemilu 2009. Semakin awal menyatakan hendak maju, Yudhoyono pastilah akan tergenjot memacu kinerja. (DIK)

Friday, October 10, 2008

Usulan Hak Angket Pilkada Malut Mengada-ada

Kamis, 09 Oktober 2008 18:09 WIB
Usulan Hak Angket Pilkada Malut Mengada-ada
Penulis : Akhmad Mustain
JAKARTA--MI: Keinginan Fraksi PAN untuk mengusulkan Hak Angket tentang Pilkada Maluku Utara dinilai mengada-ada. Karena Pemerintah sudah menjalankan mekanisme dengan benar.

"Ide PAN mau mengusulkan hak angket terkait Pilkada Provinsi Maluku Utara (Malut) mengada-ada dan menunjukkan sikap tidak bisa menerima kekalahan," ujar Ketua FPKS Mahfudz Siddiq, kepada Media Indonesia di Jakarta, Kamis (9/10).

Mekanisme penyelesaian konflik Pilkada sudah dijalankan degan benar, Mendagri hanya menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA). "Golkar aja tenang-tenang kok malah PAN yang ribut," keluh Mahfudz.

Dalam keputusan MA, kata Mahfudz isinya membatalkan pembekuan pembekuan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Malut. Oleh karena itu penghitungan suara ulang dibatalkan, dan mengesahkan perhitungan suara sebelumnya.

Dalam kedua pengitungan suara tersebut terjadi perbedaan yang signifikan dan mempengaruhi hasil pemenangnya. Pada penghitungan ulang yang dilaksanakan di Ternate tanggal 11 Februari 2008 dimenangkan oleh pasangan Abdul Gafur dan Abdul Rahim Fabanyo. Sedangkan penghitungan sebelumnya yang dilaksanakan di Hotel Bidakara, Jakarta dimenangkan pasangan Thaib Armayn dan Gani Kasuba.

"Masyarakat malut sudah mulai tenang, aksi demo yg ada jauh lebih kecil skalanya dibanding sebelum ada keputusan. Jagan sampai PAN dianggap pemicu konflik di daerah yg sensitif itu," tandas Mahfudz.

Dihubungi terpisah Sekretaris FPAN Yasin Kara menyatakan bahwa dasar pemikiran mengenai usul Hak Angket tersebut sudah kuat.

"Sekarang masih dalam tahap penyusunan dan didalamnya juga ikut pakar hukum tata negara," jelas Yasin.

Penyusunan tersebut diharapkan selesai Senin (13/10) dan akan diusulkan dua atau tiga hari setelah selesai. Kemudian saat ditanya bahwa pemerintah menggunakan dasar hukum yang kuat dalam melantik Thaib Armayn dan Gani kasuba, ia menjawab dasar hukum yang mana.

Menurut Yasin, MA hanya memutuskan untuk melakukan penghitungan suara ulang. Karena penghitungannya dinilai tidak legal dan oknum yang menghitung sudah dibekukan. "Tapi kemudian dipulihkan lagi oleh PTUN, sehingga dijadikan dasar oleh Mendagri Mardiyanto untuk melantik Thaib," keluh Yasin. (*/OL-06)

PKS Maklum SBY Nobar Ketimbang Ratas

PKS Maklum SBY Nobar Ketimbang Ratas
Samsul Maarif

Mahfudz Siddiq

INILAH.COM, Jakarta - Langkah Presiden SBY yang mendahulukan menonton bareng Laskar Pelangi ketimbang Rapat Terbatas perihal ekonomi Indonesia dimaklumi Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq. Itu dianggapnya upaya menghargai karya dalam negeri.

"Bolehlah, kan tema filmnya juga bagus. Ini juga menghargai karya dalam negeri," kata Mahfudz kepada INILAH.COM, di Jakarta, Kamis (9/10).

Meski begitu, pemerintahan SBY diharap bisa mengambil langkah antisipasi secara cepat dan tepat menanggapi situasi krisis negara saat ini. Menurutnya, jika penanganan terhadap krisis lamban, maka ini akan menjadi bom waktu bagi pemerintahan SBY.

"Masyarakat saat ini menunggu tindakan yang lebih konkrit dari pemerintah bukan arahan yang normatif. Jadi pemerintah harus cepat dan tepat mengambil tindakan," ujar Mahfudz.

Mahfudz mengatakan dengan sisa waktu pemerintahan yang tinggal sekitar 1 tahun seharusnya menjadi pemicu untuk meningkatkan moment kerjanya. Masyarakat saat ini sangat cemas dengan keadaan negara. Terlebih ketika mengetahui BEI menutup perdagangannya kemarin.

"Jika tidak sigap perekonomian kita bisa semakin terpuruk, dan ini bisa menjadi bom waktu. Selain itu, ini bisa menjadi hal yang melegitimate untuk sesuatu yang tidak diinginkan," imbuhnya.[L8]

Ide Hak Angket, PAN Tak Bisa Terima Kekalahan

Ide Hak Angket, PAN Tak Bisa Terima Kekalahan
Kamis, 9 Oktober 2008 - 10:37 wib
Mardanih - Okezone
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq menilai ide Partai Amanat Nasional (PAN) mengajukan hak angket pemakzulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait Pilkada Maluku Utara (Malut) dinilai mengada-ada.

"Ide PAN mau usul angket tentang Pilkada Malut itu mengada-ada dan menunjukkan PAN tidak bisa terima kekalahan," ujarnya melalui pesan singkat kepada okezone, Kamis (9/10/2008).

Menurutnya, mekanisme penyelesaian konflik dalam Pilkada Malut sudah dijalankan dengan benar. "Mendagri hanya menjalankan putusan MA (Mahkamah Agung). Golkar saja tenang-tenang, kok PAN malah ribut?," tambahnya.

Masyarakat Malut saat ini sudah mulai tenang, lanjut Mahfudz, ini terlihat dari menurunnya aksi demo dibandingkan dengan sebelum adanya keputusan presiden.

"Jangan sampai PAN dianggap sebagai pemicu konflik di daerah yang sensitif itu," tandasnya.

Seperti diketahui, polemik Pilkada Malut ini bermula dari hasil Pilkada Malut yang melahirkan dua versi yakni versi pertama dimenangkan pasangan Thaib Armaiyn-Abdul Gani dan versi lain yang memenangkan pasangan Abdul Gafur-Abdurahim Fabanyo. (lsi)

PAN Mengada-ada Soal Angket Malut

09/10/2008 10:10
FPKS: PAN Mengada-ada Soal Angket Malut!
Samsul Maarif

Mahfudz Siddiq
(inilah.com/Abdul Rauf)

INILAH.COM, Jakarta - PAN seperti kebakaran jenggot dengan dilantiknya Thaib Armaiyn dan KH Abdul Gani Kasuba sebagai Gubernur/Wagub Maluku Utara. Ide PAN yang akan mengusulkan angket tentang Pilkada Maluku Utara dinilai FPKS mengada-ada!

"Ide PAN mau usul angket tentang Pilkada Maluku Utara mengada-ada dan menunjukkan sikap tidak bisa terima kekalahan," kata Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq dalam pesan singkatnya kepada INILAH.COM, Jakarta, Kamis (9/10).

Menurut Mahfudz, mekanisme penyelesaian konflik Pilkada Malur sudah dijalankan dengan benar. Mendagri Mardiyanto hanya menjalankan putusan MA.

"Golkar saja tenang-tenang saja, kok PAN malah ribut," ujar Mahfudz heran.

Saat ini, lanjut Mahfudz, masyarakat Malut sudah mulai tenang. Aksi demo sudah jauh lebih kecil skalanya dibandingkan sebelum ada keputusan.

"Jangan sampai PAN dianggap pemicu konflik di daerah yang sensitif itu," kata Mahfudz.[L8]

Wednesday, October 08, 2008

Haruskah Pesta Dua Kali Sepekan

Republika, 2008-10-07 07:09:00
Haruskah Pesta Dua Kali Sepekan?

Menimbang Pemilu 2009 (Bagian 10, Habis)


Saat ini, ada 33 provinsi dan 471 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, sebagian besar sudah menggelar pilkada. Yaitu, 20 pilkada gubernur --termasuk Jawa Timur yang hasilnya masih akan ditentukan di putaran kedua-- dan 352 pilkada bupati dan wali kota.

Bak negeri 1001 malam, rata-rata ada satu pesta demokrasi di tingkat lokal setiap tiga hari. Itu belum termasuk pesta pamungkasnya yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Tapi, setelah ratusan kali pesta demokrasi di tingkat lokal itu digelar, mulai muncul arus balik. Bahkan, Ketua PBNU, KH Hasyim Muzadi, mengusulkan kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD. Dia menilai pemilihan langsung terlalu maju bagi bangsa Indonesia yang masih miskin.

Selain karena besarnya dana untuk penyelenggaraan pilkada, terlalu seringnya ke TPS juga jadi pertimbangan. Sebab, setidaknya setiap orang harus lima kali ke TPS untuk memilih gubernur, bupati/wali kota, anggota DPR/DPD/DPRD, dan memilih presiden.

''Setiap saat ada debat kandidat, padahal orang sudah ke bulan,'' kata mantan Ketua Pansus RUU Pemilu, Ferry Mursyidan Baldan, dalam diskusi internal Republika, September lalu.

Soal dana pilkada, lihatlah angka ini: Jawa Barat, Rp 696,1 miliar; Jawa Timur, Rp 500 miliar; Sumatra Utara, Rp 382 miliar; DKI Jakarta, 148 miliar; Jawa Tengah, Rp 300 miliar; Bali, Rp 75 miliar; Banten, Rp 95 miliar; NTT, Rp 102 miliar; NTB, Rp 80 miliar; Sumatra Selatan, Rp 150 miliar; Lampung, Rp 100 miliar; Kab Bandung Barat, Rp 20 miliar; Kota Bekasi, Rp 14 Miliar.

Bahwa pilkada menggerus anggaran, bukanlah cerita kosong. Dana pilkada gubernur di NTT, misalnya, sampai separuh dari PAD-nya yang tahun ini Rp 204,2 miliar. Itu belum termasuk dana dari pasangan calon. Padahal, dari daerah ini kerap muncul berita mengenaskan, seperti gizi buruk.

Biaya yang dikeluarkan calon kepala daerah, bisa jadi jauh di atas angka untuk penyelenggaraan pilkada. Di Jawa Timur, misalnya, pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf mengakui secara terbuka bahwa mereka mengeluarkan Rp 1,3 triliun.

Bila anggaran pilkada --baik dari APBN, APBD, dan pasangan calon-- di 33 provinsi dirata-ratakan Rp 100 miliar, maka yang dihabiskan Rp 3,3 triliun. Sedangkan bila anggaran pilkada di kab/kota dirata-ratakan Rp 20 miliar, maka total yang dihabiskan di 471 kab/kota adalah Rp 9,4 triliun.

Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam beberapa kesempatan, mengkritik pengeluarkan itu, yang disebutnya pemborosan. Dia pernah menyampaikan angka fantastis bahwa baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pilkada menghabiskan 5 miliar dolar AS atau Rp 46 triliun.

Itu belum termasuk waktu dan energi, karena ada yang mempersiapkan diri menjadi calon bertahun-tahun, menggelar diskusi, pertemuan, mencetak stiker, dan lain-lain. Belum lagi ongkos sosialnya berupa kegaduhan, seperti yang terjadi di Maluku Utara.

''Demokrasi harus efisien. Karena itu, tata caranya harus diubah,'' kata Jusuf Kalla dalam acara reuni alumni Institut Ilmu Pemerintahan dan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri, pertengahan Juni lalu.

Perbaikan tata cara yang diusulkan Partai Golkar adalah menggelar pilkada serentak. Untuk pilkada yang diselenggarakan 2005 dan 2006, yang habis masa jabatannya pada 2010 dan 2011, pilkadanya digelar serentak pada 2011. Untuk pilkada yang diselenggarakan 2007 dan 2008, yang masa jabatannya habis 2012 dan 2013, pilkadanya digelar serentak pada 2013. ''Jadi, selama 2009-2014, hanya akan ada dua kali pilkada,'' kata Ferry Mursyidan.

Usul pilkada serentak untuk menghindari 'politik biaya tinggi' itu kini mulai banyak mendapat sambutan. Anggota KPU, I Gusti Putu Artha, bahkan menilai pilkada yang berulang-ulang bisa memunculkan kesan terjadinya kontinuitas konflik. ''Pilkada serentak akan mengefisienkan waktu, biaya, tenaga, serta meminimalisasi kekerasan dalam pilkada. Selain itu, KPU juga dapat lebih fokus dalam memonitor pelaksanaan pilkada.''

Meluas
Tapi, usulan perbaikan pesta demokrasi itu kini semakin meluas. Selain pilkada serentak, juga muncul gagasan membagi event suksesi menjadi ''pemilu lokal-nasional'' dan ''pemilu eksekutif legislatif.''

Untuk ''pemilu lokal-nasional'', pemilihan anggota DPR dan DPD disatukan dengan pemilihan presiden/wapres, sedangkan pemilihan anggota DPRD provinsi/kab/kota disatukan dengan pilkada gubernur/bupati/wali kota. Untuk ''pemilu legislatif-eksekutif'', pemilihan presiden disatukan dengan gubernur dan bupati/wali kota. Sedangkan pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD tetap serentak.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, menilai pilkada serentak yang diusulkan Jusuf Kalla --karena hanya berlaku untuk pilkada kab/kota-- tak akan terlalu melahirkan efisiensi. Sebabnya, seorang pemilih tetap akan mendatangi TPS sebanyak lima kali. Kecuali, jika pilkada kab/kota disatukan dengan pilkada provinsi.
Tapi, ''Akan lebih bagus lagi kalau pemilu itu dibagi pemilu lokal dan pemilu nasional,'' kata Ray.

Ketua Fraksi PKS, Mahfudz Siddiq, juga menilai pilkada serentak hanya akan menguntungkan partai tertentu. Pilkada serentak membutuhkan sumber dana besar, sehingga hanya partai-partai yang punya dana besar yang punya kans memenangkannya.

PKS sendiri mengusulkan pilkada serentak itu dilakukan dalam lingkup provinsi, bukan nasional. Pilkada gubernur di suatu provinsi, disatukan dengan pilkada bupati/wali kota di provinsi itu. ''Model ini tetap mengurangi biaya pilkada dan ketegangan,'' papar Mahfudz,
Soal ''pemilu lokal-nasional'', Direktur Eksekutif IndoBarometer, M Qodari, menilai punya sisi positif. ''Isu lokal akan tampil mewarnai kampanye, sebab kampanye legislatif selama ini isu lokalnya tenggelam,'' katanya. Dia juga menilai baik ''pemilu eksekutif-legislatif''.

Masalahnya, kata dia, belum ada kesepakatan politik karena pendorongnya baru Partai Golkar. ''Parpol lain belum ada yang berkomentar tegas mendukung usulan ini. Selain itu, jangan-jangan penghematannya tidak sebesar yang diduga orang,'' kata Qodari.

Tapi, Ferry mengatakan semangat untuk menyederhanakan itu sudah mulai muncul. ''Walaupun kata teman-teman saya di Bandung, 'Jangan Kang, nanti rugi kita. Kalau cuman sekali pilkada di Jawa Barat, selesai satu kali order kan. Padahal, setiap bulan ada order baliho','' katanya sambil tertawa. dwo/evy/run
(-)

Monday, October 06, 2008

Godaan Menjadi Presiden Terlalu Besar

Godaan Menjadi Presiden Terlalu Besar
Kompas,Sabtu, 4 Oktober 2008 | 14:01 WIB

JAKARTA, SABTU-Godaan untuk terus menjadi presiden terlalu besar untuk diabaikan. Keinginan untuk berkuasa menjadi pendorong utama bagi kelompok elite politik untuk terus berkompetisi memperebutkan posisi presiden. Bahkan, jika perlu, dengan mengingkari pandangan politik sebelumnya.

Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian Strategis Merdeka (PPS Merdeka) Boni Hargens, Jumat (3/10) di Jakarta, menyebutkan, elite politik di Indonesia kebanyakan tidak memiliki imajinasi demokrasi, di mana prinsip kesejahteraan umum dan kejujuran terhadap rakyat mesti dikedepankan. Mereka lebih banyak dirasuki pragmatisme yang berlebihan sehingga mereka terbiasa menabrak rambu-rambu etika berpolitik.

Boni yang juga pengajar ilmu politik di Universitas Indonesia (UI) menilai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan M Jusuf Kalla telah gagal mengemban amanat rakyat. Langkah paling ideal, keduanya tidak lagi maju dalam Pemilihan Umum 2009. Toh faktanya, terdapat kader di Partai Demokrat dan Partai Golkar yang mumpuni dan bisa menggantikan keduanya untuk diajukan sebagai calon dalam Pemilu 2009. Majunya Yudhoyono dan Kalla menjadi cermin sirkulasi elite yang tersendat. ”Yang terjadi malah tidak ada konsistensi dalam bersikap,” ujar Boni.

Catatan Kompas, Yudhoyono dalam posisi sebagai calon presiden saat menerima seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), 31 Agustus 2004, mengaku sanggup dan siap menjadi presiden hanya dalam satu periode. Namun, seperti disebutkan Ketua Umum IMM Ahmad Rofiq, Yudhoyono tetap berpegang pada mekanisme demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat. Yudhoyono menghormati mekanisme demokrasi, tetapi satu atau dua periode yang akan menentukan adalah rakyat yang memiliki kedaulatan.

Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menilai, niat Yudhoyono maju lagi dalam Pemilu 2009 kemungkinan didorong rasa percaya diri yang naik karena harga minyak dunia yang turun dan indeks persepsi korupsi Indonesia versi Transparency International Indonesia yang membaik. Yudhoyono pastilah meniatkan koalisi agar jangan terkesan sendirian. Semakin tinggi syarat pencalonan, semakin berat tugas koalisi karena semakin banyak parpol yang mesti disertakan.

Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum secara terpisah menyatakan, Yudhoyono bersedia maju lagi karena perubahan yang baik perlu dilanjutkan dan dijaga kontinuitasnya. Kemajuan dan perbaikan keadaan layak dilanjutkan lima tahun lagi.

Soal koalisi, Partai Demokrat tidak ingin bekerja sendirian. Pasangan Yudhoyono ditentukan oleh faktor kecocokan, kekompakan kerja, pembicaraan partai politik koalisi, dukungan rakyat, dan efektivitas pemerintahan. ”Siapa orangnya ditetapkan setelah pemilu legislatif dan terbuka untuk tetap dengan JK,” kata Anas.

Sementara Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR Mahfudz Siddiq mengapresiasi pernyataan Yudhoyono mengenai kesiapannya maju dalam Pemilu 2009. Semakin awal menyatakan hendak maju, Yudhoyono pastilah akan tergenjot memacu kinerja. (DIK)

Sejumlah Fraksi Ancam Pengesahan RUU MA

Sejumlah Fraksi Ancam Pengesahan RUU MA

JAKARTA (Lampost): Pengesahan RUU Mahkamah Agung (MA) dalam sidang paripurna DPR terancam batal. Sejumlah fraksi di DPR mengancam melepas tanggung jawab jika pembahasan RUU mengenai batas usia pensiun hakim agung pada 70 tahun dilakukan tergesa-gesa dan melalui proses yang tidak wajar.

Sejumlah fraksi khawatir pembahasan RUU MA yang dilakukan tergesa-gesa berpotensi menyebabkan cacat prosedural. Mereka juga mencemaskan ketidakcermatan dalam membuat undang-undang dapat mengakibatkan turunnya kredibilitas DPR di mata publik.

"DPR harus cermat dalam menyusun undang-undang. Jangan mempermalukan institusi," tandas Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Syaifuddin, kemarin (29-9), di Jakarta.

Sangat tidak masuk akal, menurut Lukman, jika pengesahan dipaksakan jatuh pada 6 Oktober 2008. Terlebih, Lukman mengungkapkan pembahasan RUU di tingkat Panitia Kerja belum rampung.

"Dari seluruh proses yang saya ikuti, RUU baru masuk di tim perumus dan tim sinkronisasi pada 26 September 2008. Itu pun belum selesai. Jadi masih ada beberapa prosedur lain yang harus dilalui," kata Lukman.

Lantaran itulah, Lukman menegaskan fraksinya tidak akan bertanggung jawab dengan pelanggaran prosedural yang potensial terjadi. Dia mengingatkan dalam pembahasan undang-undang yang menyalahi aturan, terbuka peluang diujiformalkan di Mahkamah Konstitusi. "Uji formal itu bisa membatalkan seluruh undang-undang. Oleh sebab itu, PPP tidak mau tanggung jawab bila hal itu terjadi."

Hal senada dilontarkan Ketua F-PKS Mahfudz Siddiq. Fraksi PKS, menurut Mahfudz, hanya akan menyetujui pengesahan RUU MA bila seluruh tahapan pembahasan UU telah terpenuhi. "Bila terbukti ada prosedur yang terlewati, kami akan menyikapi secara kritis. Yang pasti, bila ada pelanggaran prosedural PKS tidak bertanggung jawab," imbuhnya.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi PAN Yasin Kara menegaskan fraksinya tidak akan memberi dukungan di rapat paripurna pengesahan RUU MA bila terbukti ada tahap pembahasan yang terlewati. Sedangkan anggota Fraksi Partai Demokrat DPR Max Sopacua menyatakan fraksinya akan konsisten mendukung kebijakan pemerintah, termasuk sikap pemerintah dalam RUU MA ini. "Kami menjunjung tinggi asas aklamasi dan akan menyetujui hasil rapat Panja," tuturnya.

Saat dimintai tanggapannya, pakar hukum tata negara UI Rudi Satrio menilai sikap yang ditunjukkan sejumlah fraksi itu mengindikasikan proses penyelesaian yang ada tidak dilakukan secara aklamasi. "Padahal dalam pembahasan dan pengesahannya semua fraksi harus didengar. Oleh sebab itu, lebih baik revisi RUU ini ditunda." n MI/U-2

House moves to soften porn bill amid divide

House moves to soften porn bill amid divide

Dian Kuswandini , The Jakarta Post , Jakarta | Thu, 09/25/2008 10:04 AM | National

Responding to mounting public criticism, the House of Representatives has begun revising several contentious articles of the pornography bill, which is scheduled to be passed into law in October.

A legislator of the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P) Agung Sasongko said a technical team, established to gather public input, had published a list of the most-criticized articles in the bill.

“Following pubic hearings in Jakarta, Ambon, Makassar and Banjarmasin on Sept. 18, the team found that the most-criticized articles include Articles 1, 4, 14, 21 and 22,” Agung told The Jakarta Post on Wednesday.

Article 1 defines pornography as any sexual reference exhibited as a drawing, sketch, illustration, photograph, text, sound, moving picture, animation, cartoon, poetry, conversation or any other form of communication.

Article 4 regulates restrictions and limitations on pornographic materials and services, while Article 14 concerns the use of sexual materials in traditional rituals and art and culture. Articles 21 and 22 stipulate the public’s involvement in undertaking preventive measures against pornography.

“The working group for the bill is currently deliberating on the changes both to the articles’ substances and grammatical structures,” said Agung, a legislator of the House’s Commission VIII overseeing religions, social affairs and women’s empowerment.

A member of the working group, Irsyad Sudiro of the Golkar Party, said the group expected to significantly alter the bill.

“In general, the bill would not violate human rights, or criminalize or discriminate against women,” he said.

Agung said the working group had involved in the deliberations linguists and representatives from the National Police and the Attorney General’s Office.

“Linguists will ensure the editorial of the bill will not mislead public perception, while law enforcers will help decide how strict actions against violators can be carried out,” he said.

The PDI-P and the Prosperous Peace Party (PDS), which previously disagreed on the bill and walked out of the deliberation process, have rejoined talks following the latest revision proposals.

The Prosperous Justice Party (PKS), which has firmly supported the bill, said the changes should focus on containing the porn industry, which it said was on the rise.

“The new draft should also not deconstruct local and national cultural products and their characteristics,” PKS faction chairman Mahfudz Siddiq said.

“The bill would allow access to use pornographic materials for educational purposes, that will be regulated further,” he added.

Ali Mochtar Ngabalin of the Crescent Star Party (PBB) said he guaranteed the bill would protect and respect local values and traditions.

“We have plenty of time to give chances to the public to deliver their criticism and input. We will accept all input with open minds,” he said as quoted by Antara.

Despite mounting pressure to cancel the bill, Ngabalin said he was optimistic the bill would be passed into law during a plenary meeting scheduled for Oct. 14.

Pornography Bill Stirs Controversy in Indonesia

Pornography Bill Stirs Controversy in Indonesia
Dorian Merina | 29 Sep 2008
World Politics Review

JAKARTA, Indonesia -- Close to 16 million Indonesians are expected to leave the country's cities this week in a mass exodus to their hometowns in order to celebrate Idul Fitri and the end of the Ramadan month. But this year, they will be hitting the roads as a broad national debate over a controversial anti-pornography bill continues to rage from the local communities of Bali to the streets of Jakarta.

Earlier this month, the government announced that it was close to passing legislation that would monitor not only media, but also behavior -- even conversation -- that is seen to violate "the normative values of society." At the time, Mahfudz Siddiq, chairman of the conservative Prosperous Justice Party (PKS), touted the bill's passage as imminent and promised it as a "Ramadan gift" to supporters. But as the month draws to a close, the bill remains stalled. Critics have demanded more deliberation and called the bill a political stunt by government officials who seek to garner support before next year's national elections.

Indonesia, as the world's most populous Muslim country, has long been known as a tolerant and pluralistic society. But following the end of Suharto's 32-year rule in 1998, violence -- including riots that targeted Jakarta's Chinese community and local power struggles between Christians and Muslims -- left nearly 1 million Indonesians displaced. In an attempt to govern this pluralistic nation where hundreds of different ethnic and linguistic groups span 17,000 islands, the state ceded a degree of regional autonomy to local governments in 2001.

But in recent years a more conservative interpretation of Islam has begun to take hold. When some areas passed Shariah-inspired bylaws, Jakarta resisted. As recently as August, the newly-appointed head of the Constitutional Court said the bylaws violated the constitution, which guarantees religious freedom. The current anti-pornography bill is the latest flashpoint between groups still struggling to define a long-simmering issue: the role of religion in society.

"We understand that this is a delicate issue," said Bahrul Hayat, Secretary General of Indonesia's Ministry of Religious Affairs in an interview at his Jakarta office. "It is not a one day process." Hayat's ministry is one of the government bodies responsible for gathering public opinion and presenting recommendations to the president. So far, the legislation has received criticism from a range of sectors.

Many point to the bill's expansive definition of pornography -- which according to a recent draft includes any "sexual materials in the form of drawings, sketches, illustrations, photographs, text, sound, moving pictures, animation, cartoons, poetry, conversations or any other form of communicative message" -- as problematic.

Others, especially among the country's Hindu population, see the bill as an effort to impinge on their cultural independence. Earlier this month in Bali, home to many of the country's Hindus, a rally drew 5,000 protesters to the local legislative building, where they called on the local government to reject the bill. Bali's Governor Made Mangku Pastika said that the bill should include pledges to preserve the country's diverse traditions."Failure to do so will give rise to a very complicated situation," he told the Jakarta Post.

In Jakarta, women's rights groups said that the bill unfairly targets women, and worry that it could be used by conservative groups to regulate their dress and activities. "They want to control the morality of the people," said Baby Jim Aditya, founder of Partisipasi Kemanusiaan, a group that works with Jakarta's prison population. Aditya, who also conducts sexual education courses in Jakarta's schools and prisons, said she worries that the bill will also affect her ability to speak to Indonesians about serious health threats, such as HIV/AIDS and other sexually transmitted diseases.

Apprehension also extends to Indonesia's minority population. Nia Gautama is a Chinese Indonesian, as well as Catholic in a country where 88 percent of the population is Muslim. While she agrees with certain limitations in the media and in artwork, she fears that the anti-pornography bill may be another way of driving Indonesia's various communities apart. Some in the Chinese community are still recovering from the trauma of the Jakarta riots in 1998, said Gautama, when mobs burned Chinese businesses and targeted Chinese women for assault and rape. What is needed now, she said, is more communication and respect among Indonesia's diverse communities.

It is a task that has consumed the nation since its founding. During his rule, Suharto banned public discussion about secularization, fearing that open dialogue would tear the country apart. Now, Indonesians are engaged in precisely that debate with the anti-pornography bill, with the violence of the past still fresh in the nation's collective memory.

Dorian Merina is a freelance journalist based in New York. He is currently in Indonesia on a Pulitzer Traveling Fellowship.