Tuesday, December 18, 2007

PKS Bebaskan Kader Pilih Idul Adha yang

detik.com,18/12/20 7 10:59 WIB
PKS Bebaskan Kader Pilih Idul Adha yang
Mana

Jakarta - Perbedaan jatuhnya Idul Adha
1428 H di Indonesia tidak menjadi kendala
bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS
menyerahkan kepada kadernya untuk
memilih, apakah mengikuti keputusan
pemerintah 20 Desember 2007, atau sehari
setelah jatuhnya wukuf di Arab Saudi, 19
Desember 2007.
"Sejak Idul Fitri kemarin, Dewan Syariah
Pusat PKS tidak lagi menetapkan kapan
jatuhnya Idul Fitri dan Idul Adha untuk
kadernya. Jadi sekarang kita serahkan
kepada kader dan anggota masing-masing,"
ungkap Ketua FPKS DPR Mahfud Sidik saat
dihubungi detikcom, Selasa (18/12/2007).
Kader PKS dibebaskan ikut ketentuan
pemerintah atau menyesuaikan dengan
kondisi masyarakat setempat. "Jadi
masing-masing daerah bisa ambil ijtihad
untuk memilih yang mana, tanggal 20
Desember atau 19 Desember. Dalam
praktiknya memang akan beragam," ujar
Mahfud.
Yang menjadi dasar pemikiran PKS, imbuh
Mahfud, sebenarnya penentuan hisab dan rukyah masuk domain pemerintah
sehingga apa yang menjadi keputusan pemerintah, yang didasarkan rapat
istbat dengan melibatkan semua komponen umat dan ditetapkan dalam satu
keputusan, maka itu yang dijadikan rujukan.
"Tapi pertimbangan keberagaman masyarakat juga ada, termasuk penentuan
hisab dan rukyah, kita serahkan ke kader. Jadi jika daerah ingin menyesuaikan
dengan kondisi setempat silakan saja," ujar dia.

Empat Fraksi Tolak Nego Golkar

Indopos. Senin, 17 Des 2007,
Empat Fraksi Tolak Nego Golkar

Tak ada Celah bagi Eks Napi Kejahatan Berat
JAKARTA - Golkar belum lempar handuk. Partai warisan Orde Baru itu terus melakukan nego untuk meloloskan klausul tentang eks napi kejahatan berat bisa menjadi caleg dalam pembahasan RUU Pemilu Legislatif. Akan tetapi, fraksi-fraksi besar juga ngotot menolak nego Golkar.

"Saya kira, keputusan Mahkamah Konstitusi sudah cukup jelas dan memadai," kata Ketua FPKS Mahfudz Sidiq kemarin (16/12). Keputusan MK itu hanya memberi ruang bagi eks napol/tapol dan eks napi kejahatan ringan untuk menjadi pejabat publik. "Untuk kejahatan berat, kami memang harus lebih ketat," tuturnya.

Sebaliknya, Golkar menilai keputusan MK tersebut membawa pesan agar DPR kembali menguraikan tipe-tipe kejahatan berat yang tidak terampuni. Artinya, patokannya tidak bisa bersifat umum, seperti klausul "tidak pernah dipidana" atau "ancaman minimal lima tahun penjara". Begitu juga, menggeneralisasi kasus pembunuhan, korupsi, ataupun narkoba.

Legislator Golkar yang juga Ketua Pansus RUU Pemilu Legislatif Ferry Mursydan Baldan mencontohkan, tidak semua pelaku pembunuhan layak ditutup haknya untuk menjadi pejabat publik. Misalnya, membunuh karena membela diri. Begitu juga, tidak semua pelaku korupsi perlu ditutup hak politiknya seumur hidup.

"Kecuali korupsi itu bersifat terencana dan sistematis sehingga diancam hukuman berat, misalnya 20 tahun," jelasnya. Untuk narkoba, dia menyarankan agar dibatasi secara spesifik pada bandar narkoba. Di luar itu, tegas Ferry, para eks napi perlu diberi kesempatan untuk menjadi caleg. Tentunya, mereka terlebih dahulu membuktikan diri dalam tenggang waktu tertentu.

"Sudahlah, jangan terlalu toleran," tegas Mahfudz. Dia menyebut, pembatasan yang lebih ketat memang harus diberikan terhadap orang-orang yang sejarah hidupnya pernah melakukan kejahatan berat. "Bayangkan ada presiden, kepala daerah, atau anggota DPR yang eks napi pengguna narkoba, eks napi korupsi, atau eks napi pembunuh. Menyebutnya saja sudah nggak enak," katanya.

Ketua FPAN Zulkifli Hasan juga menilai koruptor, pembunuh, dan pengguna narkoba sudah masuk kategori cacat secara moral. Karena itu, pelaku yang sudah menjalani hukuman di penjara sebaiknya tidak diberi kesempatan untuk maju sebagai pejabat publik, misalnya caleg.

"Kami tetap tidak setuju dan menentang upaya kompromi, termasuk dengan memberi tenggang waktu pembuktian diri bagi eks napi kejahatan berat," tukasnya. Bukankah para eks napi itu juga punya hak politik yang harus dihargai? "HAM itu tidak sepihak. HAM bukan hanya untuk mereka, tapi juga untuk masyarakat yang dilayani," tegasnya.

"Kami juga tidak akan menoleransi," tegas Wakil Ketua Umum PKB Ali Masykur Musa. Menurut dia, para eks napol atau tapol dan mantan napi tindak pidana ringan bisa langsung mengabdikan dirinya melalui parpol atau menjadi pejabat publik setelah menjalani masa tahanan.

Namun, napi yang melakukan kejahatan berat tidak layak menjadi caleg maupun mengisi jabatan publik lain. Artinya, tak perlu ada kompromi tenggang waktu itu. "Kalau diberi kesempatan, DPR atau lembaga negara lainnya pasti akan menjadi tempat berlindung dari kejaran hukum," tandas anggota Pansus RUU Pemilu Legislatif tersebut.

FPPP juga menyatakan enggan berkompromi. Mereka menolak keras "tawaran nego" adanya masa tenggang waktu bagi para eks napi kejahatan berat sebelum diperbolehkan menjadi caleg. "Mereka yang pernah melakukan itu ya jangan jadi wakil rakyat," kata Ketua FPPP Lukman Hakim Syaifuddin.

Dia tetap berpatokan pada tipe tindak pidana yang masuk kategori berat dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau lebih. Misalnya, korupsi, perampokan, pembunuhan, aksi terorisme, dan narkoba. "Toh, masih banyak medan pengabdian lain. Apa boleh buat, wakil rakyat ya mesti bersih," ujarnya. (pri)

Wednesday, December 12, 2007

Interpelasi BLBI Tak Pengaruhi Penyidikan

Interpelasi BLBI Tak Pengaruhi Penyidikan
Sindo, Rabu, 05/12/2007

Langkah DPR yang menyetujui interpelasi kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tidak akan berpengaruh terhadap penanganan kasus ini oleh Kejagung. Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin mengatakan, dengan atau tanpa interpelasi DPR,Kejagung tetap akan menyelesaikan kasus BLBI.

JAKARTA (SINDO) – “Saya rasa interpelasi BLBI tidak akan mempengaruhi penanganan kasus ini. Kami tetap akan bekerja sesuai dengan mekanisme, mencari pelanggaran- pelanggaran hukum dalam kasus ini untuk diselesaikan,” kata Wakil JaksaAgung MuchtarArifin kepada SINDO pukul 07.53 WIB,tadi pagi.

Muchtar mengungkapkan, interpelasi DPR tidak memberikan tekanan pada Kejagung untuk segera menyelesaikan kasus ini. Menurut dia, penyelesaian kasus hukum tidak bisa dilakukan dengan tekanan politik atau dengan hal-hal lain. “Kami tetap harus mencari bukti-bukti. Tanpa itu, kasus hukum tidak bisa diselesaikan. Cepat atau tidaknya penyelesaian kasus hukum tidak bisa ditentukan oleh hal-hal lain di luar hukum,” kata mantan Jaksa Agung Muda Intelejen (Jamintel) itu.

Muchtar menambahkan, dalam penanganan kasus BLBI ini,sikap pemerintah dan Kejagung jelas yaitu menyelesaikan kasus ini secara hukum. Interpelasi ini dilihatnya sebagai indikasi adanya semangat bersama untuk segera menyelesaikan kasus ini.“Saya rasa ini menunjuk bahwa kita memang ingin menyelesaikan kasus ini segera,”tegasnya.

Sejauh ini, jelas Muchtar yang juga ketua Tim Pemburu Koruptor (TPK) Kejagung telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan kasus ini. Tim ini terdiri atas 35 orang jaksa terbaik untuk menangani kasus ini.Saat ini, Kejagung tengah melakukan penyelidikan terhadap para obligor BLBI yang dinilai bermasalah.Ada tiga obligor besar yang tengah dibidik. Penyelidikan ini ditargetkan akan selesai pada bulan ini.

Setelah itu, Kejagung akan menentukan langkah-langkah selanjutnya. “Semoga saja kami bisa menyelesaikan penyelidikan ini sesuai dengan target yang telah kita tetapkan,”ujarnya. Ketua Masyarakat Profesional Madani Ismed Hasan Putro Ismed menduga, disetujuinya interpelasi BLBI DPR ini lebih pada upaya para politisi di Senayan untuk membangun citra mereka.

Citra ini menjadi modal penting bagi mereka untuk meraih simpati atau suara menjelang pemilihan umum legislatif pada 2009 nanti. Karena itu, dia mengingatkan agar masyarakat tidak terlena dengan euforia interpelasi BLBI DPR. “Interpelasi ini bukan berarti kasus BLBI tuntas.Ini hanyalah pintu awal bagi kita untuk bersama-sama menyelesaikan kasus ini.

Maka dari itu, masyarakat madani harus terus mengawal penanganan kasus ini,”katanya. Ismed melanjutkan, yang penting adalah implementasi interpelasi dalam penyelesaian kasus ini. Implementasi ini bisa jadi indikator keseriusan DPR dalam memberikan dukungan. “Apakah akan berhenti pada interpelasi atau ada langkah lain? Ini yang perlu dicermati,’ tuturnya.

Dalam catatan MPM, kasus BLBI ini telah merugikan uang rakyat dalam jumlah yang besar. Setidaknya para obligor ini menunggak kepada negara sebesar Rp1.250 triliun (utang plus bunga selama 10 tahun). Juru bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mendapat kabar soal interpelasi ini.Menurut Andi, Presiden SBY tidak menunjukkan sikap yang berlebihan. “Presiden biasa saja menerima kabar itu,” katanya, tadi pagi.

Andi menjelaskan, interpelasi DPR soal BLBI adalah hal yang wajar.Interpelasi ini tidak akan membuat pemerintah terganggu atau memberikan reaksi berlebihan. “DPR punya hak untuk bertanya dan pemerintah akan memberikan jawaban dengan baik pada DPR,” katanya.

Andi masih belum memastikan apakah Presiden SBY sendiri yang akan datang ke DPR untuk memberikan jawaban atau menugaskan para pembantunya.Andi menjelaskan, persoalan interpelasi itu sudah diatur jelas dalam tata tertib DPR. “Jadi, kita akan ikuti saja sesuai dengan tatib itu.Soal siapa yang datang, lihat saja nanti,”kilahnya.

Fraksi DPR Inginkan Pengembalian Aset
Sebagian besar Fraksi DPR berharap substansi interpelasi kasus BLBI dan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) mengedepankan pengembalian aset. Sekretaris Fraksi Partai Demokrat (FPD) Sutan Batugana berpendapat, menuntaskan persoalan BLBI tidak bisa dengan cara menakut-nakuti.

Pemerintah harus bisa memisahkan mana obligor yang kooperatif dan bersedia mengembalikan aset dengan obligor yang murni nakal. “Tidak usah menakut-nakuti akan dipenjara.Yang terpenting mereka bersedia mengembalikan dana tersebut walaupun dengan sistem nyicil,” katanya saat dihubungi SINDO pukul 09.00 WIB,pagi tadi.

Dia mengingatkan, kasus yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah ini merupakan pekerjaan rumah yang rumit dan kompleks. Persoalan ini,kata dia, telah melewati lima pemerintahan sejak era Soeharto. Bahkan, pada Pemerintahan Megawati Soekarnoputri,kasus ini telah ditutup meski akhirnya dibuka kembali karena ada bukti-bukti baru yang menyebutkan sebagian besar obligor belum melunasi hutang.

Menyinggung pesimisme publik atas keseriusan DPR dalam mengusung interpelasi ini, Sutan mengatakan, pandangan minus yang diarahkan ke DPR itu hak publik untuk menilai. Namun, dia melihat, dorongan politis ini akan berdampak positif. Hal itu terlihat dari sikap reaktif Kejagung yang mulai menyelidiki kembali kasus ini.“Dengan adanya interpelasi, ada kekuatan bagi penegak hukum karena ada dukungan politik dari DPR,” terangnya.

Terkait dengan permintaan fraksi lain yang menginginkan Presiden SBY bisa hadir secara langsung untuk menjelaskan kepada DPR, Sutan mengatakan,keputusan untuk hadir ataupun tidak adalah hak Kepala Negara. Dalam UU, kata Sutan, tidak ada kewajiban bagi Presiden untuk datang langsung, tapi bisa diwakilkan kepada pembantu- pembantunya.

Senada dengan pendapat tersebut,Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Zulkifli Hasan berharap ada pemisahan antara obligor yang tidak kooperatif dan mereka yang mempunyai niat baik untuk mengembalikan aset. Bagi mereka yang tidak bersedia mengembalikan aset, kata dia, sudah semestinya menjadi prioritas utama untuk diproses hukum.

“Tapi PAN secara substansi akan membahas persoalan ini untuk kemudian diputuskan. Yang terpenting, PAN bersyukur inisiatifnya bisa diterima, meski sempat mendapat penolakan dari PDIP dan PD,”terangnya.

Seperti diberitakan SINDO Pagi, kemarin DPR menyetujui secara aklamasi hak interpelasi BLBI dan KLBI. Kendati demikian, fraksifraksi di DPR belum menemukan kata sepakat tentang substansi interpelasi yang sudah disetujui tersebut. Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Mahfudz Siddiq mengatakan, ada tiga hal yang diinginkan fraksi dalam persoalan ini.

Pertama adalah substansi harus clear. Artinya, ada kejelasan siapa obligor yang bermasalah dalam penyelesaian utang dan obligor yang mempunyai niat baik untuk menyelesaikannya. Berikutnya, kata Mahfudz, dengan adanya interpelasi semakin jelas kebijakan dan langkah yang mesti dilakukan pemerintah dalam proses penegakan hukum. (helmi firdaus/arif budianto)


FPKS Minta DPR Tak Campuri Pergantian Panglima

FPKS Minta DPR Tak Campuri Pergantian Panglima

O kezone.com
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Mahfudz Siddiq meminta DPR tidak terlalu mencampuri masalah pergantian Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Karena kita harus mendukung reformasi TNI, maka biarkan itu jadi urusan jenjang karir TNI. Politisi tidak usah mencampuri," tegasnya saat dihubungi, Sabtu (24/11/2007).

Menurut Mahfudz, siapapun yang terpilih nantinya tidak ada masalah bagi pihaknya. DPR sifatnya hanya menyetujui saja. Bahkan dia mengusulkan agar nantinya pergantian panglima tidak usah dengan persetujuan DPR.

Mengenai nama KSAD yang santer diisukan sebagai kandidat terkuat, Mahfudz mengelak memberi komentar. "Ya TNI punya banyak kandidat bagus. Wanjakti (dewan jabatan dan kepangkatan tinggi) TNI saja yang menilai," tandasnya. (Dian Widiyanarko / Sindo / jri)

Meski Kecewa, PKS tak Bisa Abaikan Keputusan Komisi III

Kamis, 06 Desember 2007 23:05:00
Meski Kecewa, PKS tak Bisa Abaikan Keputusan Komisi III

Jakarta-RoL--Meskipun kecewa dengan hasil seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terutama menyangkut terpilihnya Antasari Azhar sebagai calon Ketua KPK yang baru, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dilaporkan Antara tidak bisa mengabaikan keputusan pleno Komisi III (bidang hukum) DPR RI.

"Fraksi PKS tidak bisa mengabaikan hasil pleno Komisi III DPR dan masyarakat telah mengetahui hasil akhirnya dengan mayoritas suara diberikan kepada calon pimpinan KPK Antasari Azhar," kata Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddik di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis.

Mahfudz Siddik mengemukakan, PKS akan terus mengontrol kinerja KPK dan akan melakukan kritik bisa KPK melakukan penyimpangan. "Karena pleno sudah memutuskan Antasari, tentunya kami mendukung keputusan demokrasi tersebut. Tetapi kami akan terus mengontrolnya dan kami fraksi pertama yang akan menjewernya jika ada penyelewengan," katanya.

Fraksi PKS menyayangkan hasil seleksi pimpinan KPK yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Apalagi hasil seleksi itu mengecewakan "stakeholders" pemberantasan korupsi. Sebelumnya, LSM antikorupsi seperti ICW menyatakan kekecewaannya terhadap hasil "fit and proper test" Komisi III DPR terhadap calon pimpinan KPK.

Dia mengemukakan, PKS telah mengadakan pendekatan dengan berbagai pihak dan sesama anggota DPR mengenai figur ideal pimpinan KPK terkait pemberantasan korupsi.

Anggota Fraksi PKS yang terlibat dalam proses seleksi tersebut sebenarnya telah melakukan penilaian terhadap figur calon pimpinan KPK Amin Sunaryadi. PKS menilai kompetensi Amin Sunaryadi sangat dibutuhkan dan dianggap mampu menjaga kesinambungan penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia.

"Kuatnya resistensi terhadap Amin Sunaryadi mengindikasikan kecemasan politisi dan pejabat terhadap konsistensi dan komitmen yang bersangkutan dalam pemberantasan korupsi," kata Mahfudz Siddik

Wednesday, December 05, 2007

FPKS Minta DPR Tak Campuri Pergantian Panglima

Minggu, 25/11/2007 - 01:50 WIB
FPKS Minta DPR Tak Campuri Pergantian Panglima

JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR Mahfudz Siddiq meminta DPR tidak terlalu mencampuri masalah pergantian Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Karena kita harus mendukung reformasi TNI, maka biarkan itu jadi urusan jenjang karir TNI. Politisi tidak usah mencampuri," tegasnya saat dihubungi, Sabtu (24/11/2007).

Menurut Mahfudz, siapapun yang terpilih nantinya tidak ada masalah bagi pihaknya. DPR sifatnya hanya menyetujui saja. Bahkan dia mengusulkan agar nantinya pergantian panglima tidak usah dengan persetujuan DPR.

Mengenai nama KSAD yang santer diisukan sebagai kandidat terkuat, Mahfudz mengelak memberi komentar. "Ya TNI punya banyak kandidat bagus. Wanjakti (dewan jabatan dan kepangkatan tinggi) TNI saja yang menilai," tandasnya.

Usulan Asas Tunggal Terpatahkan

Republika, Rabu, 05 Desember 2007

Usulan Asas Tunggal Terpatahkan

Alotnya perdebatan soal asas tunggal membuat pengesahan RUU Parpol ditunda.

JAKARTA -- Sikap keras Partai Golkar (PG) dan para pendukung asas tunggal akhirnya terpatahkan. Mereka berubah sikapnya dengan sepakat kembali ke rumusan mengenai asas partai politik (parpol) seperti yang diatur pada UU Nomor 31/2003 tentang parpol. Namun, untuk mengakomodasi usulan PG akhirnya dibuatkan ayat tambahan.

Perdebatan asas dan ciri parpol di forum lobi pimpinan fraksi dan tim perumus RUU Partai Politik, sebenarnya baru dapat diselesaikan pada Senin (3/12) pukul 22.30 WIB. Namun akibat sulitnya mendapatkan titik temu itu, akibatnya RUU Parpol yang sedianya akan disahkan pada Sidang Paripurna DPR, Selasa (4/12), terpaksa harus ditunda pada Sidang Paripurna, Kamis (6/12).

Rumusan yang disepakati atas asas parpol, adalah pasal 9 berbunyi; ayat (1) Asas partai politik tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Ayat (2);Partai politik dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita partai politik yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945.

`'Untuk mengakomodasi usulan PG, yang menginginkan adanya penegasan tentang asas dan ciri, maka dibuat satu ayat ambahan,'' jelas Wakil Ketua Pansus RUU Parpol dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Nasir Djamil. Bunyi ayat tambahan itu, ayat (3); Asas dan ciri partai politik sebagaimana termaktub dalam ketentuan ayat (1) dan (2) merupakan penjabaran dari Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Wakil Ketua Pansus dari Fraksi Partai Golkar (FPG), Idrus Marham, mengatakan, sikap partainya menerima rumusan itu, karena PG perlu bersikap arif dalam menyikapi perkembangan. `'Kita menerima rumusan itu dasarnya bukan rasionalitas politik, tapi sebagai partai besar, PG harus bisa bersikap arif,'' kilah Idrus menanggapi kegagalan usulan mereka.

Gagalnya usulan PG tidak bisa dilepaskan dari sikap pemerintah, yang tidak bergeser dari rumusan awal. Usulan PG, PD, PDIP, untuk merubah rumusan pasal asas parpol agar menjadi: Asas parpol adalah Pancasila dan UUD 1945, tidak mampu menggoyahkan sikap pemerintah.

Ketua FPKS, Mahfudz Siddiq, menjelaskan, sikap pemerintah yang tidak menggeser usulannya, didasari pertimbangan bahwa rumusan seperti di UU 31/1003 sudah terbukti berjalan dengan baik. Selain itu, pemerintah khawatir akan muncul gejolak jika digunakan rumusan: Asas parpol adalah Pancasila dan UUD 1945. Sebab, rumusan itu bisa menimbulkan tafsir pemberlakukan asas tunggal.

`'Agar tidak muncul gejolak di tingkat bawah yang mengganggu stabilitas, pemerintah bertahan dengan rumusannya,'' kata Mahfudz. Kalau malam itu pemerintah bergeser, lanjut Mahfudz, tidak tertutup kemungkinan pembahasan asas makin berkepanjangan.

Meski usulan PG tidak diterima, Ketua Pansus RUU Parpol dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP, Ganjar Pranowo, mengatakan, tidak berarti partai lain tidak setia pada Pancasila dan UUD 1945. `'Parpol lain juga setia pada Pancasila dan UUD 1945, tapi mereka minta menggunakan asas yang berbeda,'' tegasnya.